Ahli sarankan sekolah bentuk “Ruang Jeda” bantu pemulihan trauma siswa
Arsip Foto - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menjenguk korban ledakan SMAN 72 Jakarta yang dirawat di RSIJ Cempaka Putih, Jakarta pada Minggu malam (9/11/2025). (ANTARA/HO-Humas Kemendikdasmen)
Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., menekankan pentingnya sekolah menyediakan ruang aman bagi siswa yang mengalami kecemasan atau trauma usai peristiwa seperti insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta.
Ia menyarankan pembentukan “Ruang Jeda” atau waktu tenang bagi siswa dan guru untuk menenangkan diri sebelum memulai pelajaran, setelah jam istirahat, dan menjelang pulang.
“Anak-anak diminta bermeditasi sejenak, diam tanpa aktivitas tertentu. Ini membantu menenangkan diri dan menurunkan kecemasan,” ujar Novi ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Selasa.
Novi menjelaskan, tanda-tanda anak mengalami trauma dapat berupa ketakutan berlebihan, penarikan diri, hingga agresivitas.
Namun demikian, ada pula yang justru terlihat terlalu ceria untuk menutupi luka batin.
Oleh karena itu, sekolah perlu menyediakan berbagai aktivitas Social Emotional Learning (SEL) seperti melukis, musik, journaling, dialog kelompok kecil (circle time), atau kegiatan di alam untuk membantu siswa mengenali dan menyalurkan emosinya dengan sehat.
Lebih lanjut, Novi juga mengungkapkan pentingnya kerja sama antara pihak sekolah dan orang tua.
Hasil kegiatan SEL dapat dijadikan catatan portofolio perkembangan emosional siswa yang dibahas bersama wali murid.
Ia menambahkan, pemulihan pascatrauma bukan sekadar soal akademik, tetapi tentang memberi ruang aman bagi anak untuk terkoneksi dengan Tuhan, sesama, dan alam sehingga anak-anak dapat tumbuh kembali dengan kepercayaan diri dan empati yang lebih kuat.
“Bila gejala trauma tidak kunjung membaik atau semakin berat, anak perlu segera dikonsultasikan ke psikolog,” ujarnya.
Secara terpisah, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyampaikan kegiatan belajar mengajar di SMAN 72 Jakarta mulai berjalan kondusif secara daring dengan pelaksanaan dukungan psikososial awal berbasis Psychological First Aid (PFA) untuk siswa, guru, dan wali murid.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikdasmen Suharti mengatakan pelaksanaan dukungan psikososial tersebut didampingi secara profesional oleh 56 psikolog dari Himpunan Psikolog Indonesia (HIMPSI), Psikolog Polri, Dinas PPAPP, Dinas Sosial, dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.
“Layanan psikososial pascabencana bertujuan untuk menghilangkan trauma warga sekolah. HIMPSI merupakan mitra yang kami gandeng untuk melakukan layanan psikososial pasca bencana,” kata Suharti di Jakarta, Selasa.