Budidaya lebah di Badui perkuat ekonomi lokal
Santa (55) seorang pedagang madu hutan warga Badui Luar berkeliling dari satu daerah ke daerah lain di wilayah Tangerang dengan berjalan kaki menjajagi madu dengan harga Rp150 ribu per botol. ANTARA/Mansyur
Budidaya lebah di kawasan hutan Badui pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten menghasilkan produksi madu sebagai sumber pendapatan ekonomi masyarakat adat setempat.
"Pengembangan budidaya lebah madu di Badui itu sudah berlangsung lama sebagai sumber penghasilan ekonomi," kata Sekretaris Desa Kanekes Kabupaten Lebak Medi di Lebak, Senin.
Produksi madu lebah dari Badui tersebut dipasarkan ke sejumlah daerah di wilayah Banten, Jakarta dan Jawa Barat.
Mereka ratusan warga Badui Luar berjualan keliling diperbolehkan naik angkutan kendaraan, namun sebaliknya bagi Badui Dalam kemanapun berjalan kaki.
Repan (16) salah satu korban kejahatan pembegalan di kawasan Rawasari Cempaka Putih Jakarta Pusat merupakan warga Badui Dalam dan korban menempuh perjalanan dari pedalaman perkampungan Badui ke Jakarta berjalan kaki dengan waktu selama tiga hari.
Produksi budidaya madu lebah itu diambil cairan berwarna coklat dan dimasukkan ke dalam botol serta harga madu untuk satuan dijual Rp150 ribu per botol.
Selama ini, kata dia, produksi madu lebah masih menjadi andalan ekonomi masyarakat Badui.
"Para pedagang madu itu masyarakat Badui setiap hari menjual ke luar daerah," katanya.
Sarmin (40) dan Santa (55) warga Badui Luar mengatakan, dirinya hari ini memasarkan madu hutan ke Balaraja, Tangerang, karena banyak pelangganya para pedagang jamu juga masyarakat.
Mereka memasarkan madu hutan masing-masing membawa sebanyak 30 botol dan jika habis bisa menghasilkan Rp4,5 juta.
Dari pendapatan sebesar Rp4,5 juta bisa meraup keuntungan bersih Rp1,5 juta setelah dipotong modal Rp3 juta.
"Kami merasa terbantu ekonomi keluarga dari hasil berdagang madu itu," katanya.
Menurut dia, selama memasarkan madu hutan banyak pelanggan, karena madu yang dijual dirasakan bisa menyembuhkan berbagai penyakit di antaranya asam urat, kolesterol, rematik, kurang darah, dan batu ginjal.
Pelanggannya berasal dari berbagai kalangan mulai dari masyarakat umum, sopir , pejabat, pedagang jamu hingga pengusaha.
"Kami setiap tiga hari ke Balaraja berjualan madu hutan belum pernah tidak habis sebanyak 30 botol," katanya.
Pedagang madu lainnya, Sarmudin (50), warga Badui mengaku dirinya sudah empat tahun berjualan madu ke Jakarta dengan menggunakan angkutan commuter line.
Selama ini, permintaan madu hutan cukup tinggi, bahkan bisa menjual sebanyak 30 botol per pekan.
"Kami berjualan keliling di Jakarta dengan jalan kaki bisa menghasilkan pendapatan Rp4,5 juta per pekan dengan harga Rp150 ribu per botol," katanya pula.
Ia mengatakan, saat ini produksi madu hutan tidak menentu, karena produksinya hanya bergantung pada lebah odeng yang berkembang biak di pohon-pohon besar di Gunung Kendeng, kawasan tanah hak ulayat Badui.
Produksi madu dilakukan dengan cara tradisional dan madu diambil dari sarang untuk dikeluarkan madunya.
"Kami dalam satu sarang odeng itu bisa mendapatkan tiga sampai empat botol madu," katanya.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak Imam Suangsa mengatakan, pihaknya mendorong usaha budidaya lebah yang dikembangkan masyarakat Badui dengan produksi madu hutan dapat mendongkrak pendapatan ekonomi keluarga.
Pemerintah daerah mengapresiasi jiwa kewirausahaan para pedagang madu yang dilakukan masyarakat Badui berjalan kaki hingga puluhan kilometer.
"Kami berharap usaha kerajinan madu hutan bisa menjadi andalan ekonomi masyarakat Badui," katanya lagi.