Dari ladang lokal, SPPG demulih bangun gizi anak dan desa
Rantai pangan lokal SPPG Demulih memperkuat gizi anak sekolah sekaligus menggerakkan ekonomi desa di Bangli, Bali.
Elshinta/Suwiryo
Bangli — Di pagi yang masih berkabut di Desa Demulih, Bangli, para petani telah memulai aktivitas mereka. Daun selada yang masih basah oleh embun, wortel yang baru diangkat dari tanah, serta telur segar dari peternak rumahan menjadi bagian dari rantai pasok pangan lokal yang kini berperan penting dalam menu harian anak-anak sekolah melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Demulih.
Perjalanan bahan pangan ini bukan sekadar proses logistik, tetapi cerminan kolaborasi antara petani, UMKM, dan negara dalam memastikan gizi anak terpenuhi sekaligus menggerakkan ekonomi desa.
Setiap hari, tim SPPG Demulih menerapkan proses seleksi bahan pangan yang ketat. Seluruh hasil panen diperiksa kesegarannya sebelum diolah. Standar kualitas tersebut mendorong petani meningkatkan mutu produksi mereka.
“Standar yang diterapkan SPPG membuat petani belajar meningkatkan kualitas panen. Mereka tidak hanya menjual produk, tetapi ikut membangun kesehatan anak-anak desa sendiri,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Gizi Nasional (BGN), Khairul Hidayati, di Bali, Sabtu (13/12).
Di dapur SPPG, bahan-bahan pangan lokal tersebut diolah oleh tenaga terlatih menjadi menu bergizi seimbang. Kesegaran bahan baku membuat cita rasa lebih alami dan nilai gizi tetap terjaga. SPPG Demulih meyakini bahwa makanan berkualitas dimulai dari hubungan yang sehat antara dapur dan petani lokal.
Model ini juga membuka peluang ekonomi bagi pelaku UMKM desa. Sejumlah ibu rumah tangga kini memproduksi bahan olahan pendamping menu, seperti tempe segar, bumbu siap pakai, hingga roti. Selain menambah penghasilan, keterampilan dan rasa percaya diri mereka turut meningkat karena produk yang dihasilkan berkontribusi langsung pada pemenuhan gizi anak-anak sekolah.
Dampak ekonomi dari pendekatan ini terasa nyata. Dengan membeli langsung dari petani dan UMKM setempat, perputaran uang tetap berada di desa. Petani memperoleh harga yang adil, UMKM dapat meningkatkan kapasitas produksi, dan masyarakat memiliki peran aktif dalam menjaga kualitas pangan.
“Inilah kekuatan model berbasis komunitas. Ketika pangan bergizi diproduksi dari sumber lokal, manfaatnya kembali ke masyarakat. Anak-anak sehat, petani sejahtera, dan desa tumbuh bersama,” tambah Khairul Hidayati.


