Evaluasi Kementerian BUMN: Perlukah tetap dipertahankan?
Pemerhati BUMN Herry Gunawan menilai Kementerian BUMN tak lagi mendesak dipertahankan. Fungsi pembinaan sudah dijalankan Danantara sebagai lembaga publik.
Direktur Next Indonesia Center sekaligus pemerhati BUMN, Herry Gunawan, menilai keberadaan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah tidak lagi mendesak untuk dipertahankan. Menurutnya, fungsi pembinaan BUMN kini telah dijalankan oleh Danantara sebagai lembaga publik yang berfokus pada pengelolaan aset negara dan investasi strategis.
Ia merujuk pada Undang-Undang BUMN Nomor 1 Tahun 2025 yang menegaskan bahwa BUMN bukan lagi kekayaan negara yang dipisahkan. Dengan demikian, BUMN tidak menjadi objek audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), melainkan lebih menyerupai korporasi privat. Perubahan status ini, menurut Herry, menegaskan bahwa BUMN seharusnya dikelola dengan prinsip bisnis yang profesional, bukan birokratis.
Banyak BUMN Rugi, Perlu Evaluasi Serius
Dalam pemaparannya, Herry menyoroti hasil evaluasi terbaru yang menunjukkan bahwa sekitar 52 persen BUMN mengalami kerugian. Kondisi ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan serius.
Menurut Herry, BUMN yang tidak strategis dan tidak memiliki mandat konstitusi sebaiknya dilepas kepada pihak swasta. Hal ini agar pemerintah tidak terbebani oleh perusahaan yang tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian negara.
“Untuk apa pemerintah memiliki BUMN hotel? Itu tidak ada urgensinya. Yang harus dikelola negara hanyalah sektor-sektor strategis sesuai amanat konstitusi,” tegasnya.
Fokus pada Sektor Strategis
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pemerintah seharusnya hanya mengelola BUMN di sektor-sektor strategis, seperti energi, transportasi, dan investasi. Ketiga sektor tersebut sangat vital bagi kehidupan masyarakat dan pembangunan nasional.
BUMN yang bergerak di bidang energi misalnya, harus tetap dalam kendali negara demi menjamin ketersediaan listrik dan bahan bakar. Begitu juga sektor transportasi yang berhubungan langsung dengan mobilitas publik, serta sektor investasi yang menjadi motor penggerak ekonomi nasional.
Danantara sebagai Pengganti Kementerian
Herry menilai cukup Danantara yang menangani pembinaan dan pengelolaan BUMN. Keberadaan lembaga publik ini dianggap lebih efisien dan dapat meminimalisir potensi konflik kepentingan maupun praktik korupsi.
Menurutnya, dengan pengawasan yang lebih transparan dan terfokus, Danantara bisa menjadi instrumen efektif dalam memperkuat BUMN strategis, sekaligus mendorong perusahaan negara yang sehat agar memberi manfaat optimal bagi masyarakat.
Mencegah Korupsi dan Memperkuat Tata Kelola
Salah satu alasan kuat untuk meninjau kembali keberadaan Kementerian BUMN adalah masalah tata kelola dan potensi praktik korupsi. Dengan banyaknya BUMN di bawah satu kementerian, risiko terjadinya penyalahgunaan wewenang semakin besar.
“Lebih baik ada penyederhanaan lembaga. Jika Danantara sudah ada dan berfungsi, maka Kementerian BUMN bisa dievaluasi bahkan dihapuskan,” ujar Herry.
(Nesya)