Inovasi alat kesehatan lokal siap bersaing di pasar global

Update: 2025-10-01 08:30 GMT

Proses pembuatan mesin alat kesehatan di PT Graha Teknomedika (GTM), Depok, Jawa Barat, Senin (8/9/2025). (ANTARA/Muzdaffar Fauzan)

Startup besutan delapan anak muda Indonesia, Oculab, berhasil membawa harapan baru bagi industri alat kesehatan (alkes) nasional, melalui panggung inovasi teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI).

Tim Oculab beranggotakan delapan orang dengan rata-rata usia 23 tahun. Meski masih muda, semangat mereka untuk menghadirkan solusi kesehatan terasa kuat.

Para inovator muda ini yaitu Luthfi Munir, Bunga Prameswari, Klarisa Ramadhanti, Rasyad Caesarardhi, Alifiyah Ariandri, Annisa Az Zahra, Rangga Brata, dan Dyah Mahyastuti.

Startup itu pernah mengikuti berbagai kompetisi inovasi internasional, mulai dari Hult Prize hingga ajang inovasi di Osaka, Jepang, yang memperkuat kehadiran inovasi mereka.

Terbaru, mereka terpilih sebagai satu dari 60 finalis dalam ajang bergengsi Lee Kuan Yew Global Business Plan Competition (GBPC) edisi ke-12 yang diselenggarakan oleh Singapore Management University, Institute of Innovation & Entrepreneurship (SMU IIE) di Singapura.

Kompetisi ini diikuti oleh 1.572 pendaftar dari 91 negara, menjadikannya salah satu panggung internasional paling prestisius bagi startup muda.

Para finalis tersebut bersaing memperebutkan total hadiah senilai 2,5 juta dolar Singapura atau sekitar Rp32 miliar, berupa uang tunai, dukungan non-tunai, serta mentorship dari mitra terkemuka.

Inovasi besutan anak muda Indonesia ini berupa aplikasi smartphone yang mampu menganalisis hasil mikroskopis tuberculosis (TB) pada fase monitoring, yang kini tengah diuji coba dan siap melangkah ke panggung inovasi global.

Aplikasi Oculab hadir dari keresahan atas tingginya kasus TB di Indonesia. Dari catatan mereka, diperkirakan terdapat lebih dari 1,06 juta kasus TB di Indonesia per Juni 2024, dengan 17 orang meninggal setiap jam akibat penyakit ini.

Indonesia pun menempati peringkat kedua dunia dalam jumlah kasus TB terbanyak setelah India. Kondisi ini menegaskan bahwa TB masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama yang memerlukan intervensi inovatif dalam deteksi dini secara akurat.

TB membutuhkan masa pengobatan minimal enam bulan. Dalam periode tersebut, pasien harus menjalani tiga kali treatment checkpoint di bulan pertama, kelima, dan keenam.

Monitoring ini sangat krusial karena sedikit kesalahan diagnosis dapat berdampak besar pada keberhasilan terapi.

Selama ini, metode mikroskopi masih menjadi cara paling umum digunakan di lebih dari 11.000 fasilitas kesehatan Indonesia. Namun, teknik ini bersifat manual, memakan waktu hingga 40 menit per sampel, serta memiliki sensitivitas relatif rendah, hanya 45–70 persen.

Secara teknis, aplikasi Oculab dapat dipasang pada mikroskop laboratorium menggunakan adaptor kamera smartphone yang mudah diperoleh. Sampel mikroskopis TB direkam, lalu diolah oleh sistem berbasis AI. Hasilnya, aplikasi mampu mendeteksi keberadaan bakteri TB sekaligus tingkat keparahannya, mulai dari negatif hingga positif tingkat lanjut.

Dengan akurasi AI mencapai 87 persen, teknologi ini mampu memangkas waktu analisis dari 40 menit menjadi hanya 10 menit per sampel, sehingga meningkatkan produktivitas hingga enam kali lipat.

Meski begitu, hasil akhir tetap ditentukan oleh teknisi laboratorium agar sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Sistem ini menempatkan manusia sebagai pusat pengambilan keputusan, sementara AI berperan sebagai asisten cerdas yang mempercepat proses kerja.

Salah satu keunggulan utama mereka adalah fokus pada fase monitoring TB, bukan sekadar deteksi.

Saat ini, sebagian besar teknologi TB lebih menitikberatkan pada deteksi awal, seperti X-ray atau GenXpert. Padahal, fase monitoring sama pentingnya karena menentukan apakah terapi berjalan dengan baik atau perlu disesuaikan.

Check point ini penting karena menentukan apakah pasien membaik atau justru memburuk. Apabila membaik, terapi bisa dilanjutkan. Tapi jika memburuk, dokter bisa segera mengambil tindakan lain.

Saat ini, Oculab masih berada di tahap uji validasi produk dan proses persetujuan etik (ethical clearance) bersama salah satu rumah sakit di Indonesia. Langkah ini diperlukan agar aplikasi dapat digunakan secara resmi dalam penelitian pasien nyata.

Alat itu juga telah uji lapangan di sebuah rumah sakit swasta bersama tiga mikrobiologis dan teknisi laboratorium. Hasilnya menunjukkan bahwa sistem mudah diintegrasikan ke proses laboratorium yang ada, meski masih ada masukan untuk meningkatkan kualitas gambar.

Hal ini dilakukan mengingat produk alat kesehatan merupakan industri yang memerlukan validasi dan regulasi yang kuat, mengingat menyangkut hidup pasien.

Perlu dukungan

Kehadiran Oculab dalam ajang startup di Singapura ini menjadi bukti bahwa inovasi lokal diakui di kancah internasional.

Dengan dukungan riset, pendanaan, dan kolaborasi lintas sektor, produk ini berpotensi besar membantu pemerintah dalam menekan angka TB, sekaligus memperkuat kemandirian industri alat kesehatan nasional.

Dari catatan pemerintah, pasar alat kesehatan domestik masih didominasi oleh produk impor. Sehingga dengan adanya inovasi ini bisa memperkuat kemandirian industri dalam negeri yang secara langsung juga bisa menurunkan biaya pengobatan.

Dalam proses penelitian dan pengembangan, Oculab mengeluarkan dana Rp26 juta. Dengan modal sedikit tersebut saja mereka sudah berhasil mengaplikasikan inovasi yang memiliki visi kemajuan.

Anak-anak muda di startup itu memiliki visi jangka panjang menjadi Super App untuk diagnostik mikrobiologi. Tidak hanya untuk TB, tetapi juga mendeteksi malaria, leukemia, hingga penyakit lain yang membutuhkan analisis mikroskopis.

Target mereka adalah membawa monitoring TB ke 90 persen pasien, mengoptimalkan hasil klinis bagi 1 juta jiwa, serta memberdayakan tenaga laboratorium dengan teknologi AI.

Dengan semangat muda, riset yang terarah, serta dukungan dari komunitas ilmiah dan dunia industri, Oculab tidak hanya membawa harapan bagi pasien TB, tetapi juga membuka jalan bagi masa depan industri alat kesehatan Indonesia di ajang inovasi global. 

Similar News