Jangan main-main dengan korupsi dan kepercayaan rakyat
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer bersama tersangka lainnya saat dihadirkan sebagai tersangka usai terjaring OTT KPK pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/8/2025). KPK menetapkan Wamenaker Immanuel Ebenezer bersama 10 orang lainnya sebagai tersangka kasus pemerasan pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc.
Elshinta.com - Kasus korupsi dengan tersangka Immanuel Ebenezer sempat tertutupi oleh isu unjuk rasa di gedung DPR RI di Senayan, Jakarta, dalam beberapa hari terakhir.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Immanuel Ebenezer yang kala itu menjabat Wakil Menteri Ketenagakerjaan di Kabinet Merah Putih itu, terkait dugaan penerimaan suap.
Penangkapan Immanuel Ebenezer karena korupsi dan unjuk rasa di gedung DPR yang kemudian merambat ke berbagai daerah hingga rusuh itu, memberi pesan kepada para penyelenggara negara agar tidak main-main dengan korupsi dan segala bentuk pengingkaran terhadap kepercayaan rakyat.
Dari penangkapan Immanuel Ebenezer karena kasus korupsi, sedikitnya ada dua fakta yang harus menjadi perhatian para pihak yang telah mendapat amanah mengurusi negara.
Pertama, fakta bahwa perilaku korupsi masih ada di pemerintahan. Masih ada pejabat yang berpikir memanfaatkan kesempatan dari amanah yang dipercayakan kepadanya untuk mengambil keuntungan pribadi.
Pemerintah tidak menampik mengenai fakta korupsi itu. Bahkan, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengistilahkan penangkapan Immanuel Ebenezer oleh KPK menunjukkan bahwa praktik penyalahgunaan keuangan negara itu tergolong sangat parah atau stadium 4 jika diibaratkan dengan penyakit fisik.
Karena itu, pemberantasan masalah korupsi ini merupakan pekerjaan besar bagi Indonesia, di tengah upaya pemerintahan yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dengan Gibran Rakabuming Raka mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat.
Pejabat yang tidak mengindahkan semangat bersama agar bangsa ini terbebas dari perilaku korupsi, ibarat duri dalam daging bagi perjuangan semua pihak dalam ikhtiar mewujudkan pemerintahan yang bersih dan betul-betul berpihak kepada rakyat.
Meskipun korupsi ini dilakukan oleh segelintir orang dan biasa dikenal dengan istilah oknum, perilaku pejabat ini telah mencoreng keseluruhan pemerintahan. Bahkan, pejabat yang betul-betul menjaga diri untuk memegang amanah dengan jujur juga terkena getahnya.
Kasus korupsi berupa suap yang menjadi titik awal dilakukannya operasi tangkap tangan oleh KPK ini, bukan sekadar mengungkap fakta mengenai pejabat yang menyalahgunakan wewenang, melainkan juga membuka fakta masih ada masyarakat yang berperilaku menyimpang, sehingga mau terlibat dalam praktik korupsi.
Kasus suap, dalam tingkat dan ranah apapun, merupakan pertemuan antara sekelompok atau seseorang yang ingin mengurus sesuatu dengan cara di luar aturan, dengan cara mengajak kerja sama pejabat yang memang memiliki mental korup.
Menyikapi kasus korupsi, diperlukan sikap berani secara kolektif dari masyarakat untuk menolak sesuatu yang di dalamnya mengandung sifat koruptif, bukan malah menyuburkannya.
Kedua, penangkapan terhadap Immanuel Ebenezer ini menunjukkan bahwa pemerintah, khususnya aparat penegak hukum, tidak main-main dalam memberantas korupsi.
Meskipun pejabat politis dan pelaku korupsi memiliki kedekatan dengan presiden, KPK tidak pandang bulu. KPK tidak tebang pilih, dengan menangkap seseorang yang sedang menjabat.
Bahkan, ketika pelaku korupsi, Immanuel Ebenezer, mengutarakan keinginan untuk mendapat amnesti, Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto tidak akan membela pelaku korupsi, meskipun merupakan bawahannya. Kini, Immanuel Ebenezer sudah bukan bawahan dari presiden karena sudah dipecat dari jabatan Wakil Menteri Ketenagakerjaan.
Seperti narkoba
Sesungguhnya, perilaku korupsi itu sangat mirip dengan narkoba. Korupsi juga membawa pelakunya pada keadaan kecanduan atau adiktif.
Mungkin di tahap awal, nilai korupsinya tidak seberapa, namun ketika si pelaku merasakan nyaman dan aman, hampir pasti akan tergerak untuk mengulangi. Ketika mengulang itu, hampir pasti juga, nilai uang yang dikorupsi lebih tinggi, bahkan puluhan, hingga ratusan kali lipat dari sebelumnya.
Karena itu, mendapat amanah berupa kekuasaan atau jabatan, mengharuskan seseorang untuk selalu mawas atau waspada. Kalau dalam spiritual Jawa dikenal dengan pedoman hidup "Eling lan waspodo", pejabat bisa menggunakan kearifan lokal Nusantara ini sebagai pegangan.
"Eling" artinya ingat. Penerapannya adalah, ingat bahwa kita selalu diawasi oleh hukum, dan yang lebih tinggi kita diawasi oleh Tuhan, apapun kepercayaan yang kita anut. Kita harus selalu waspodo atau waspada untuk ingat bahwa Tuhan selalu bersama dan mengawasi kita. Saat bersamaan, kita harus selalu waspada, jangan sampai tidak ingat.
Begitu seseorang dilantik dalam jabatan tertentu, godaan korupsi langsung dan selalu ada. Memilih sikap mawas atau "eling lan waspada" adalah jalan terbaik untuk selamat, baik selamat atas diri dan keluarga, maupun selamat atas keberlangsungan cita-cita besar bangsa ini, yakni mewujudkan masyarakat makmur dan sejahtera.
Mulai dari pagi si pejabat itu bekerja, sikap waspada dan mawas dalam jiwanya harus sudah hidup. Kalau di pagi hari selamat dari godaan korupsi, jangan bangga dan kemudian lengah. Boleh jadi di siang hari godaan dalam bentuk lain datang lagi. Demikian juga dengan di sore dan malam hari. Bahkan, ketika sudah pulang dari kantor, godaan itu bisa juga menghampiri ke rumah, bahkan ke kamar pribadi. Pemantiknya bisa dari kebutuhan atau permintaan keluarga, baik istri, suami, anak, atau dari keluarga yang lain.
Masyarakat Nusantara, bukan hanya Jawa, memiliki nilai-nilai adiluhung untuk membawa diri kita selamat, yang diwariskan oleh para leluhur, sesuai wilayah dan budayanya. Nilai moral itu, kalau dirangkum secara sederhana adalah, "Jangan ambil sesuatu yang bukan hak kita". Saatnya kita kembali kepada nilai moral yang secara genetik sudah ada di dalam diri, lebih-lebih mereka yang kini tengah berada di kursi panas kekuasaan.
Selalu mawas setiap saat adalah panduan aplikatif yang memerlukan latihan terus menerus dari setiap diri agar selamat dari perilaku menyimpang.
Presiden Prabowo Subianto sendiri, telah menyampaikan keseriusan dan komitmennya dalam memberantas korupsi.
Karena itu, kasus yang menimpa Immanuel Ebenezer ini seharusnya menjadi pelajaran besar bagi semua pejabat untuk berhati-hati dalam menjalankan tugasnya di pemerintahan.
Bersamaan dengan kesungguhan pemerintah untuk memberantas korupsi, siapapun yang kini menduduki jabatan di pemerintahan, jangan main-main dengan korupsi.