Kasus Prada Lucky, PH terdakwa menolak tuntutan oditur

Update: 2025-12-17 09:10 GMT

Sidang lanjutan kasus Prada Lucky di Pengadilan Militer III-15 Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (17/12/2025). (ANTARA/Anwar Maga)

Elshinta Peduli

Tim penasehat hukum (PH) terdakwa kasus penganiayaan yang berujung tewasnya Prada Lucky Namo menolak tuntutan Oditur Militer yang pada sidang terdahulu menuntut hukuman 9 dan 6 tahun penjara disertai pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI Angkatan Darat terhadap 17 orang terdakwa.

Penolakan tersebut diungkapkan dalam nota pembelaan (pledoi) terdakwa atas tuntutan Oditur Militer, yang dibacakan dalam sidang lanjutan kasus Prada Lucky di Pengadilan Militer III-15 Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (17/12/2025).

Tim penasehat hukum terdakwa terdiri dari Letkol I Ketut S, Mayor Gatot Subur, Kapten Indra Putra, dan Letda Chk Benny Suhendra Las Baun.

Nota pembelaan tersebut dibacakan secara bergantian oleh para penasehat hukum terdakwa pada sidang yang dipimpin oleh Mayor Chk Subiyanto selaku Ketua Majelis Hakim yang didampingi dua orang anggota majelis hakim masing-masing Letkol Chk Alex Pandjaitan dan Mayor Chk Wasinton Marpaung.

Tim penasehat hukum terdakwa menyebut proses persidangan kasus Prada Lucky harusnya dapat diukur seberapa jauh kesalahan dalam tindak pidana yang didakwakan kepada para terdakwa dan seberapa besar pertanggungjawaban pidana yang dilekatkan pada seseorang terdakwa.

"Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan dan penelitian secara hukum, kami selaku penasehat hukum terdakwa bukan ingin mengaburkan melainkan memohon kepada majelis hakim yang mulia agar dapat memberikan pertimbangan secara objektif dan melihat semua bukti-bukti dan fakta persidangan, terlebih dalam mengambil suatu keputusan untuk memutuskan perkara ini tidak berdasarkan adanya intervensi, termasuk intervensi dan opini publik," kata Letda Benny Suhendra saat giliran membacakan nota pembelaan.

Elshinta Peduli

Penasehat hukum juga menyebut tuntutan oditur militer terhadap para terdakwa dengan pidana pokok 9 dan 6 tahun dengan pidana tambahan dipecat dari dinas TNI AD, merupakan suatu tuntutan yang tidak mencerminkan keadilan dan rasa kemanusiaan bagi terdakwa, keluarga para terdakwa, yang mana berdasarkan fakta persidangan pemukulan dilakukan karena bentuk kekecewaan untuk menyadarkan serta membina korban agar perilaku dan perbuatan penyimpangan seksual yang dilakukan korban tidak terjadi lagi.

Terkait kasus penyimpangan seksual, dalam persidangan itu penasehat hukum terdakwa mengungkapkan hasil pemeriksaan terhadap korban saat kasus itu dimunculkan, bahwa korban mengaku telah melakukan penyimpangan seksual berkali-kali sejak masih sipil dan sebanyak empat kali saat menjadi anggota TNI. Nama dan identitas pasangan penyimpangan seksual (LGBT)juga disebut dalam persidangan.

Penasehat hukum juga menyebut tuntutan oditur militer cenderung tergiring oleh opini publik daripada melihat fakta-fakta yang diungkapkan di persidangan.

"Bahwa tujuan dari hukum pidana tidak semata-mata memberikan pembalasan kepada seorang yang melakukan tindak pidana, yang dalam perkembangannya dikenal dengan hukum pidana modern yang mana menitiberatkan bahwa hukum pidana bertujuan memberikan pembinaan pada seseorang agar ke depan tidak mengulangi perbuatannya," ujarnya.

Selanjutnya, penasehat hukum menegaskan bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan tidak ada satu pun bukti yang menyatakan bahwa terdakwa memiliki miat jahat atau kesengajaan yang menyebabkan seseorang meninggal dunia. Adapun niat para terdakwa hanya sebatas membina korban agar tidak lagi mengulangi perbuatan.

Bahwa benar para terdakwa telah melakukan pemukulan terhadap korban yang berakibat hilangnya nyawa orang, namun demikian bukan berarti apa yang telah diperbuat para terdakwa dapat dikategorikan sebagai kesengajaan yang menyebabkan mati, sebagaimana diatur dalam pasal 131 ayat 1 junto ayat 3 Kitap Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) junto pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitap Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Penasehat hukum meminta dipertimbangkan apa yang menjadi niat atau tujuan para terdakwa dalam melakukan pemukulan kepada korban dan saksi (salah seorang saksi).

Tim penasehat hukum terdakwa juga memohon kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan sikap kooperatif para terdakwa, belum pernah dihukum, memiliki kondite kerja yang baik.

Setelah menyampaikan serangkaian dalil pembelaan terdakwa, tim penasehat hukum memohon kepada majelis hakim agar dapat memberikan rasa keadilan terhadap para terdakwa.

"Meminta majelis hakim menerima nota pembelaan penasehat hukum para terdakwa, menolak surat dakwaan oditur militer, menyatakan pada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana militer, dan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan yang diajukan oditur militer," ujarnya.

Penasehat hukum juga menyatakan menolak restitusi yang dibebankan oleh oditur militer dalam surat tuntutan oditur militer dan memerintahkan para terdakwa dibebaskan dari tahanan.

"Apabila majelis hakim berpendapat lain diharapkan dapat memutuskan yang seadil-adilnya,"ujar Letda Benny.

Sidang sebelumnya

Pada persidangan sebelum yang digelar pada 4 Desember 2025, sebanyak 17 orang terdakwa kasus penganiayaan hingga menewaskan Prada Lucky Namo, dituntut hukuman 9 dan 6 tahun penjara disertai pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI Angkatan Darat.

Tuntutan tersebut dibacakan Oditur Militer yang terdiri dari Letkol Chk Yusdiharto, Letkol Chk Alex Pandjaitan dan Mayor Chk Wasinton Marpaung.

Sebanyak 17 orang terdakwa itu yakni

1. Sertu Thomas Desamberis Awi

2. Sertu Andre Mahoklory

3. Pratu Poncianus Allan Dadi

4. Pratu Abner Yeterson Nubatonis

5. Sertu Rivaldo De Alexando Kase

6. Pratu Imanuel Nimrot Laubora

7. Pratu Dervinti Arjuna Putra Bessie

8. Letda Inf. Made Juni Arta Dana

9. Pratu Rofinus Sale

10. Pratu Emanuel Joko Huki

11. Pratu Ariyanto Asa

12. Pratu Jamal Bantal

13. Pratu Yohanes Viani Ili

14. Serda Mario Paskalis Gomang

15. Pratu Firdaus

16. Letda Inf. Achmad Thariq Al Qindi Singajuru, S.Tr. (Han)

17. Pratu Yulianus Rivaldy Ola Baga

Dari 17 orang terdakwa itu, dua orang diantaranya yakni Letda Inf. Made Juni Arta Dana dan Letda Inf. Achmad Thariq Al Qindi Singajuru S.Tr. (Han), keduanya merupakan komandan peleton (danton), dituntut 9 tahun penjara pada pidana pokok dikurangi masa tahanan sementara, dan pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI AD.

Sedangkan 15 terdakwa lainnya dituntut 6 tahun penjara pada pidana pokok dikurangi masa tahanan sementara, dan pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI AD.

Oditur militer merujuk pada Pasal 131 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) yang mengatur tentang penganiayaan oleh militer terhadap bawahan, dan dari fakta-fakta persidangan baik keterangan terdakwa, saksi, ahli dan bukti petunjuk yang menunjukkan adanya tindak pidana dan memenuhi unsur.

Oditur juga menyertakan pidana tambahan restitusi militer yang merujuk pada kewajiban pelaku tindak pidana militer untuk memberikan ganti rugi langsung kepada korban, masing-masing terdakwa diwajibkan membayar Rp32 juta lebih sehingga totalnya mencapai Rp544 juta lebih.

Perkara dugaan penganiayaan berat yang berujung tewasnya Prada Lucky Namo itu melibatkan 22 orang terdakwa yang dikemas dalam tiga Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yakni BAP seorang terdakwa (Danki A), BAP 17 orang terdakwa, dan BAP empat orang terdakwa.

Perkara Nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan terdakwa Danki A Yonif TP 834/WM Lettu Inf Ahmad Faisal, perkara Nomor 41-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan 17 orang terdakwa, dan perkara Nomor 42-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan empat terdakwa yakni Sertu Thomas Desamberis Awi, Sertu Andre Mahoklory, Pratu Poncianus Allan Dadi, dan Pratu Rofinus Sale.

Pada sidang yang digelar 11 Desember 2025, Lettu Inf Ahmad Faisal dituntut 12 tahun penjara pada pidana pokok dikurangi masa tahanan sementara, dan pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI AD, serta hukuman restitusi sebesar Rp561 juta.

Pada hari yang sama juga digelar sidang tuntutan terhadap empat terdakwa yakni Sertu Thomas Desamberis Awi, Sertu Andre Mahoklory, Pratu Poncianus Allan Dadi, dan Pratu Rofinus Sale.

Keempat terdakwa itu dituntut 6 tahun penjara pada pidana pokok dikurangi masa tahanan sementara, dan pidana tambahan berupa dipecat dari dinas militer Cq TNI AD, serta hukuman restitusi sebesar Rp544 juta lebih, sehingga masing-masing terdakwa dibebankan Rp136 juta lebih.

Sidang lanjutan dengan agenda pledoi untuk perkara Perkara Nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan terdakwa Danki A Yonif TP 834/WM Lettu Inf Ahmad Faisal, dan perkara Nomor 42-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan empat terdakwa, diagendakan Rabu (17/12/2025) sore.

Prada Lucky dianiaya seniornya di Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere di Kabupaten Nagekeo Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia sempat dirawat di puskesmas kemudian dirujuk ke rumah sakit hingga menghembuskan nafas terakhir pada 6 Agustus 2025.

Sedangkan pola pembinaan keras yang berujung korban tewas itu disebut-sebut berkaitan dengan dugaan penyimpangan seksual (LGBT) yang melibatkan Prada Lucky dan Prada Richard, dan pihak lain di luar institusi TNI.

Tags:    
Elshinta Peduli

Similar News