Kisah Aray, dari minder hingga tampil percaya diri di hadapan Seskab Teddy
Foto : Kemensos RI
Aray Maulana Alfatih menjalani masa tiga bulan di Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 10 Cibinong, Bogor, Jawa Barat, sebagai transformasi kepribadiannya. Ia berhasil menumbuhkan keberanian, tanggung jawab, dan keyakinan pada diri sendiri.
Keberanian Aray benar-benar diuji saat Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, berkunjung ke SRMP 10 Cibinong pada Juli 2025 lalu. Di hadapan rombongan tamu penting, Aray dipercaya memimpin laporan makan malam.
Langkahnya terlihat tegap. Suaranya terdengar lantang ketika melapor di depan Seskab Teddy. Momen itu menjadi titik balik bukan hanya bagi dirinya, tapi juga bagi para guru yang menyaksikan perubahan besar dalam dirinya.
“Waktu pertama masuk, takut nggak ada teman,” ujar Aray saat ditemui beberapa waktu lalu.
Kalimat itu terdengar sederhana, tapi menyimpan kisah yang dalam. Aray ternyata pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari teman-temannya saat berada di bangku sekolah dasar. Lantaran kondisi ekonomi keluarganya terpuruk. Sejak itu, ia sering merasa minder, takut berbicara, dan lebih memilih diam di kelas.
Di Sekolah Rakyat, Aray berhasil menemukan lingkungan baru yang menerima dirinya apa adanya. Ia belajar bukan hanya tentang pelajaran akademik, tapi juga tentang arti tanggung jawab, kemandirian, dan keberanian untuk mencoba.
Kepercayaan dirinya makin tumbuh saat ia dipercaya menjadi komandan makan, sebuah tugas sederhana namun penuh makna. Dari peran inilah Aray belajar mengatur barisan, memberi contoh, dan berbicara lantang di depan teman-temannya. “Suara saya paling mantap di antara teman-teman yang lain,” ucapnya dengan bangga.
Meski memiliki kemampuan memimpin yang kuat, Aray masih berjuang menjaga konsistensi semangat belajar. Ia terkadang menunda tugas atau butuh dorongan untuk memulai. Namun, bagi para guru, hal itu bukan kekurangan, melainkan bagian dari proses tumbuh.
“Semangatnya tidak selalu stabil, tapi ketika disemangati, ia akan berusaha keras menuntaskan tugasnya,” ujar salah satu guru SRMP 10 Cibinong Fuad.
Energi Aray justru paling menyala di bidang yang ia sukai, seperti olahraga, futsal, dan badminton. Di lapangan, ia bergerak dengan semangat tinggi, menunjukkan tekad untuk menang bukan hanya dari lawan, tapi juga dari rasa takut dalam dirinya sendiri.
Di asrama, Aray dikenal sebagai anak yang sopan, disiplin, dan patuh terhadap aturan. Ia tidak pernah absen dari jadwal piket, rajin menjaga kebersihan, dan selalu menghormati pengasuh.
Keteguhan itu tumbuh dari rumah sederhana yang penuh kasih. Ayahnya, Asep Saepudin, bekerja sebagai buruh harian lepas sekaligus pengrajin dipan dengan penghasilan tidak menentu. Ibunya, Hera Febriani, seorang ibu rumah tangga yang setia mendampingi anak-anaknya.
Mereka tinggal menumpang di rumah kecil berukuran sekitar 20 meter persegi di Tanah Sareal, Bogor. Dalam ruang sempit dan penghasilan yang terbatas, keluarga kecil ini tak pernah berhenti menanamkan nilai kerja keras dan kejujuran kepada anak-anaknya.
Kakak Aray kini kuliah jurusan farmasi di Universitas Nusa Bangsa dengan beasiswa KIP Kuliah, sementara adiknya masih menunggu usia sekolah. Di tengah keterbatasan, keluarga ini tetap menyimpan harapan besar dan Aray adalah bagian dari harapan itu.
Bagi Aray, masa lalu bukan lagi sesuatu yang menyakitkan, melainkan pelajaran berharga. Ia belajar bahwa kesederhanaan bukan alasan untuk menyerah, dan rasa malu bukan penghalang untuk tumbuh.
Dari lingkungan yang memberi ruang untuk berani, ia menemukan makna baru dalam hidup bahwa setiap anak, dari latar apa pun, berhak untuk percaya diri dan bermimpi.
Suwiryo


