KPK dalami praktik pelunasan cepat calon haji khusus

Update: 2025-09-12 06:10 GMT

Umat Islam melakukan tawaf di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Minggu (22/6/2025). Sebagian jamaah haji dari berbagai negara menunaikan Tawaf Wada atau tawaf perpisahan sebagai rangkaian terakhir sebelum meninggalkan kota Makkah setelah menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji. ANTARA FOTO/Andika Wahyu/foc.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami modus pengaturan pelunasan untuk calon jemaah haji khusus yang hanya diberi waktu selama lima hari kerja.

“Penyidik mendalami modus pengaturan jangka waktu pelunasan yang dibuat mepet atau ketat bagi calon jemaah haji khusus yang telah mendaftar dan mengantre sebelum tahun 2024, yaitu hanya dikasih kesempatan selama lima hari kerja,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Jumat.

Budi menjelaskan pendalaman tersebut dilakukan KPK saat memeriksa Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kapusdatin) Badan Penyelenggara Haji Moh. Hasan Afandi sebagai saksi kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024, yakni pada Kamis (11/9).

“Penyidik menduga ini dirancang secara sistematis agar sisa kuota tambahan tidak terserap dari calon jemaah haji yang sudah mengantre sebelumnya, dan akhirnya bisa diperjualbelikan kepada PIHK (penyelenggara ibadah haji khusus) yang sanggup membayar fee (biaya, red.),” katanya melanjutkan.

Selain itu, dia mengatakan KPK mendalami secara teknis jemaah haji khusus yang urutannya paling akhir, yakni baru membayar 2024, namun bisa langsung berangkat haji tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.

Diketahui, Moh, Hasan Afandi sebelum menjabat sebagai Kapusdatin BP Haji sempat mengemban jabatan Kepala Subdirektorat Data dan Sistem Informasi Haji Terpadu Kemenag.

Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024, yakni pada 9 Agustus 2025.

Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.

Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.

Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.

Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan pihaknya telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.

Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.

Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.

Tags:    

Similar News