Mendikdasmen Abdul Mu’ti siapkan Permen baru cegah kekerasan di sekolah
Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 dinilai belum efektif karena menekankan aspek struktural
Ilustrasi : Radio Elshinta
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan pemerintah tengah menyiapkan Peraturan Menteri (Permen) baru untuk memperkuat upaya pencegahan kekerasan di sekolah. Ia menilai regulasi yang ada saat ini masih terlalu struktural dan belum menyentuh akar persoalan di lingkungan pendidikan.
Dalam wawancara di program Talk Highlight Radio Elshinta, Sabtu (1/11/2025), Abdul Mu’ti menyampaikan keprihatinan mendalam atas masih maraknya kasus kekerasan yang terjadi di sekolah, termasuk kasus tragis yang menimpa seorang siswi Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Sukabumi, Jawa Barat.
“Yang pertama, saya menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas masih banyaknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi di sekolah, dan itu menjadi perhatian kami di kementerian,” ujarnya.
Menurut Abdul Mu’ti, saat ini pemerintah sudah memiliki regulasi terkait pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan melalui Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023. Namun, pelaksanaannya dinilai belum efektif karena lebih menekankan pada aspek struktural, bukan kultural.
“Peraturan yang ada sebenarnya sudah bagus, tapi dalam penanganannya masih terkesan terlalu struktural. Karena itu, kami berusaha memperkuatnya dengan pendekatan yang lebih humanis dan kultural, serta melibatkan berbagai pihak, terutama para pelajar,” jelasnya.
Ia menambahkan, pendekatan baru yang sedang disiapkan pemerintah akan bersifat “built-in” di sekolah, bukan sekadar menjadi tanggung jawab jabatan struktural di luar sekolah. Artinya, nilai-nilai pencegahan kekerasan akan ditanamkan sebagai bagian dari budaya sekolah, melalui apa yang disebut sebagai hidden curriculum.
“Kami ingin supaya kebijakan ini lebih banyak built in di sekolah. Karena itu, kami memperkuat apa yang saya sebut sebagai hidden curriculum, yaitu menanamkan nilai-nilai ramah, saling menghormati, dan memuliakan semua warga sekolah,” tuturnya.
Selain menyiapkan regulasi baru, Kemendikdasmen juga tengah mendorong penerapan pembelajaran mendalam (deep learning) yang menyeimbangkan aspek akademik dan kesehatan mental siswa. Salah satunya dengan mengurangi beban materi pelajaran agar siswa tidak mengalami kelelahan belajar atau burn out.
“Kami mengurangi jumlah materi pelajaran, bukan mata pelajarannya. Karena banyak anak-anak yang mengalami burn out bahkan brain rot akibat beban akademik yang terlalu berat,” ungkapnya.
Abdul Mu’ti menegaskan, seluruh guru perlu mengambil peran aktif dalam membangun lingkungan belajar yang aman dan empatik. Tidak hanya guru Bimbingan Konseling (BK), tetapi semua guru harus memiliki tugas ke-BK-an, yakni kepekaan untuk mendengarkan, memahami, dan mendampingi siswa.
“Semua guru harus melaksanakan tugas ke-BK-an. Fungsinya bukan memberi hukuman, tapi mendampingi murid supaya mereka merasa aman, nyaman, dan punya tempat untuk berbagi,” tambahnya.
Melalui regulasi baru yang sedang disusun, pemerintah berharap dapat mewujudkan sekolah yang bebas dari kekerasan, sekaligus membangun budaya belajar yang ramah, empatik, dan menghargai keberagaman di antara seluruh warga sekolah.
Akbar Bagus Prasongko