Penegasan aturan pemakaian sirine & strobo darurat

Update: 2025-09-21 09:00 GMT

Ilusterasi - Pendistribusian logistik Pilkada Serentak 2024 dari Gudang Logistik KPU Situbondo, jawa Timur, dikawal mobil patwal Polres Situbondo. Sabtu (23/11/2024). ANTARA/HO-Humas Polres Situbondo

Korps Lalu Lintas Kepolisian Polri merespons cepat aspirasi rakyat yang merasa tidak nyaman dengan suara sirine dan lampu strobo kendaraan patroli pengawalan (patwal) kepolisian ketika mengawal perjalanan rombongan pejabat menuju suatu lokasi.

Ketidaknyamanan rakyat yang terganggu dengan suara sirine dan kilatan lampu strobo itu, kini sedang viral di media sosial, dengan gerakan bertanda pagar atau tagar "Stop tut, tut, wuk, wuk".

Korps Lalu Lintas (Korlantas) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) langsung merespons itu, dengan membekukan penggunaan sirine dan lampu strobo bagi anggota Satlantas yang bertugas mengawal kendaraan pejabat, kecuali untuk kepentingan-kepentingan khusus yang memang mendesak.

Istana juga merespons desakan warga terkait suara sirine dan lampu strobo itu dengan menyatakan bahwa semangat Presiden Prabowo Subianto memang ingin menghadirkan kenyamanan bagi masyarakat di berbagai hal, termasuk di jalan.

Karena itu, lewat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, istana mengingatkan para pejabat negara untuk tidak menyalahgunakan fasilitas di jalan raya yang mengganggu kenyamanan pengguna lain, seperti sirine dan lampu strobo.

Bukan hanya imbauan, Kementerian Sekretariat Negara telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh pejabat negara untuk mengikuti aturan perundang-undangan mengenai fasilitas pengawalan dan penggunaan sirine atau strobo.

Surat edaran yang berkaitan dengan penggunaan sirine dan strobo itu juga mengingatkan pejabat untuk mematuhi kepatutan, terutama jika menyangkut terganggunya kenyamanan pengguna jalan.

Bahkan, Presiden Prabowo Subianto, dalam beberapa kesempatan juga telah memberi contoh, yakni tidak menggunakan fasilitas sirine dan strobo itu, sehingga kendaraan presiden mengikuti aturan sebagaimana pengendara lainnya. Karena itu, kendaraan presiden juga tidak jarang ikut berada di antara kendaraan yang terjebak di kemacetan.

Pada hakikatnya, semua orang memiliki hak yang sama dalam menggunakan sarana dan prasarana jalan. Jadi, tidak ada seorangpun yang diutamakan dalam penggunaan jalan, kecuali pihak-pihak yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 1993.

Sesuai PP No 43 Tahun 1993, Pasal 65, ayat 1, disebutkan ada beberapa pihak yang wajib didahulukan atau diprioritaskan saat di jalan, yakni kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, kendaraan kepala negara (presiden dan wakil presiden) atau pemerintah asing yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, konvoi, pawai atau kendaraan orang cacat, dan kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.

Meskipun demikian, Korlantas Polri dan Istana tidak hanya berpatokan pada peraturan tersebut, sehingga presiden, sesuai penjelasan Mensesneg, lebih memilih menggunakan jalan tidak dengan menerobos hak pengguna jalan lainnya. Demikian juga dengan Korlantas Polri yang merupakan pelaksana dari pengawalan terhadap kendaraan khusus itu, memilih menghentikan sementara penggunaan sirine dan lampu strobo.

Terus diawasi

Di era digital ini, semua hal memang serba terbuka dan terawasi dengan mudah oleh rakyat, termasuk perilaku pejabat di jalanan yang kendaraan pengawalnya biasanya menggunakan sirine dan lampu strobo. Hal itu karena masyarakat memiliki saluran sangat cepat dan efektif untuk menyuarakan sikap ketidakcocokan terhadap perilaku atau pernyataan pejabat, yaitu media sosial.

Kalau dulu fungsi "watchdog" atau anjing penggong bagi jalannya pemerintahan banyak diperankan oleh institusi pers, kini peran itu mulai banyak terdistribusi ke kanal media sosial, yang dampaknya tidak kalah luas dan kuat dibandingkan dengan media massa arus utama. Bahkan, dari sisi kecepatan, media sosial lebih sering mengungguli media massa konvensional.

Karena itu, sikap dari Korps Lalu Lintas Polri yang merespons cepat gerakan protes terkait kenyamanan warga di jalan raya ini sudah sangat tepat.

Keputusan pemimpin Korlantas Polri ini memberi afirmasi kepada publik bahwa institusi penegak hukum dan ketertiban di masyarakat itu mau mendengar keluhan warga.

Kita melihat bahwa institusi Polri yang oleh sejumlah tokoh diminta untuk direformasi, mau berubah, sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Menghadapi tuntutan untuk dilakukan reformasi, Polri sudah bisa "mencicil" perbaikan-perbaikan internal terkait sesuatu yang potensial dan bisa segera diterapkan.

Tidak ada pilihan lain bagi pemerintah, termasuk Polri, kecuali memerhatikan dan segera merespons apa yang menjadi kehendak dari masyarakat.

Dalam situasi seperti sekarang ini, semua aparatur pemerintah, khususnya instansi yang tugasnya terkait dengan penjagaan keamanan dan ketertiban masyarakat, tidak boleh meremehkan aspirasi sekecil apapun jika terkait dengan ketidaknyamanan rakyat.

Pengabaian terhadap aspirasi rakyat ibarat menyimpan bom yang sewaktu-waktu bisa meledak. Contohnya adalah kasus pernyataan kontroversial sejumlah anggota DPR RI di Jakarta, beberapa waktu lalu. Sebelumnya mungkin tidak ada yang menyangka hal itu akan menimbulkan kasus besar berupa unjuk rasa, hingga berakhir dengan kerusuhan.

Demikian juga dengan pernyataan Bupati Pati Sudewo yang dinilai menantang warga untuk berunjuk rasa telah memancing kemarahan warganya. Bahkan, warga menuntut bupati mundur.

Dengan demikian, menyikapi aksi protes warga terkait penggunaan sirine dan lampu strobo yang ramai di dunia maya, langkah Polri yang responsif patut kita apresiasi.

Tags:    

Similar News

Titik Temu Sains dan Politik