Pengamat nilai reshuffle kabinet penting untuk tata kelola nasional
Ketua Umum (Ketum) Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center Hardjuno Wiwoho. (ANTARA/HO-HMS Center)
Elshinta.com - Pengamat hukum dan pembangunan dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Hardjuno Wiwoho mengatakan perombakan alias reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto harus dipandang sebagai evaluasi menyeluruh atas tata kelola politik, hukum, dan ekonomi nasional.
Menurutnya, perubahan kabinet selalu memiliki dimensi politik yang tidak bisa diabaikan, namun kepentingan politik itu jangan sampai menyingkirkan kepentingan rakyat.
“Kursi menteri bukan hadiah bagi kelompok tertentu, tapi amanah untuk mengelola negara. Publik akan menilai apakah reshuffle ini sungguh-sungguh untuk rakyat atau sekadar bagi-bagi kekuasaan,” kata Hardjuno dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Selasa.
Oleh karena itu, Hardjuno menekankan perombakan kabinet harus memberi arah baru bagi pembangunan nasional lantaran pemerintahan ke depan membutuhkan kabinet yang tidak hanya kuat secara politik, tetapi juga punya visi hukum yang adil dan ekonomi yang inklusif.
Dikatakan bahwa Indonesia sedang menghadapi tantangan besar, mulai dari geopolitik global hingga ketimpangan domestik.
Dengan demikian, ia mengingatkan perubahan kabinet harus memberi sinyal bahwa negara ini siap menjawab tantangan itu dengan kepemimpinan yang tegas, adil, dan berpihak pada rakyat.
Dirinya pun menyoroti pencopotan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan, yang bukan sekadar soal siapa yang menduduki jabatan, melainkan bagaimana koordinasi antarlembaga bisa lebih solid, transparan, dan akuntabel.
Hardjuno berpendapat Menko Polkam tidak hanya sekadar jabatan politik, tetapi garda depan dalam memastikan stabilitas nasional berjalan dengan menjunjung tinggi kepentingan rakyat.
"Yang lebih penting adalah membangun sistem yang transparan, sehingga praktik-praktik yang melemahkan demokrasi dan merugikan rakyat bisa dihentikan,” ujarnya.
Di sisi lain, dia turut menyinggung perubahan kabinet di bidang ekonomi, khususnya posisi Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Ia mengkritik strategi anggaran berbasis defisit yang telah membuat utang negara terus membengkak.
Selama ini dengan model defisit, kata dia, pemerintah cenderung menutup kebutuhan belanja dengan utang. Akibatnya, bank-bank lebih nyaman menaruh dananya di instrumen seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau Surat Utang Negara (SUN) ketimbang menyalurkannya langsung ke sektor riil.
"Rakyat hanya jadi penonton, sementara uang berputar di lingkaran finansial,” tutur Hardjuno.
Maka dari itu dirinya berharap bersama Menkeu baru, yakni Purbaya Yudhi Sadewa, arah kebijakan keuangan negara bisa lebih berani mengurangi penerbitan utang dan mendorong bank menyalurkan kredit kepada rakyat.
Disebutkan bahwa apabila bank dipaksa mengalirkan uangnya ke sektor riil, UMKM bisa tumbuh, lapangan kerja tercipta, dan ekonomi rakyat bergerak, sebagai jalan agar ekonomi Indonesia tidak terus bergantung pada utang.
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto melakukan perombakan di lima kementerian strategis, serta melantik satu pejabat instansi baru di Kabinet Merah Putih, Senin (8/9).
Mensesneg Prasetyo dalam keterangannya di Kantor Presiden, Jakarta, menyebut perombakan terjadi di Kemenko Politik dan Keamanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Kementerian Koperasi, dan Kementerian Pemuda dan olahraga.
“Atas berbagai pertimbangan, masukan, dan evaluasi, yang dilakukan terus menerus oleh Presiden, maka pada sore ini sekaligus Presiden putuskan untuk melakukan perubahan susunan Kabinet Merah Putih pada beberapa jabatan kementerian," katanya.