Polres Lebak amankan empat pelaku tambang ilegal di TNGHS
Kapolres Lebak AKBP Herfio Zaki (kanan) tengah meninjau kendaraan roda dua hasil kejahatan . ANTARA/Mansur
Kepolisian Resor (Polres) Lebak menangkap empat orang terduga pelaku penambang ilegal di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan hutan lindung, karena bisa menimbulkan kerusakan ekologi lingkungan dan berpotensi bencana alam.
"Kita bekerja sama dengan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) dan Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) untuk melakukan penindakan dan penangkapan terhadap penambang ilegal," kata Kapolres Lebak AKBP Lebak Herfio Zaki dalam keterangan di Lebak, Senin.
Herfio mengatakan Polres Lebak berkomitmen untuk pelestarian kawasan hutan TNGHS dan kawasan hutan lindung agar tidak menimbulkan kerusakan yang dilakukan oleh penambang emas tanpa izin (PETI), pembalakan pohon dan eksploitasi pertambangan.
Menurut dia, kerusakan hutan dapat menimbulkan ekologi lingkungan dan bisa mengakibatkan bencana alam, seperti banjir bandang dan longsoran tanah, terlebih Kabupaten Lebak sebagai kawasan hulu Provinsi Banten.
Karena itu, Polres Lebak berkolaborasi dengan Mabes Polri dan Satgas PKH yang ada agar kawasan TNGHS dan hutan lindung agar tidak menimbulkan kerusakan hutan dan alam akibat ulah penambang liar.
Selain itu juga kepolisian mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat setempat agar tidak menimbulkan kerusakan hutan dan alam.
"Kami bertindak tegas terhadap pelaku perusak hutan maupun penambang ilegal itu," kata Herfio.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim ) Polres Lebak AKP Wisnu Wicaksana mengatakan pihaknya telah melakukan penahanan empat pelaku penambang ilegal di Kecamatan Cibeber dan Cilograng yang merupakan wilayah kawasan TNGHS dan hutan lindung.
Keempat tersangka kejahatan alam tersebut di antaranya dua sudah selesai dan dua tersangka lainnya dalam proses penyidikan.
Mereka bisa dijerat Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengancam pidana penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar bagi siapa pun yang melakukan penambangan tanpa izin (PETI).


