Program MBG jadi investasi strategis SDM menuju Indonesia Emas 2045
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana dan Suwiryo dalam Program Power Breakfast Radio Elshinta. Foto : Radio Elshinta Gusti
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah ditegaskan sebagai investasi jangka panjang untuk menyiapkan kualitas sumber daya manusia Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. Peningkatan kualitas gizi anak menjadi fokus utama, mengingat pertumbuhan penduduk dalam satu dekade ke depan diproyeksikan mencapai 324 juta jiwa.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana dalam Program Power Breakfast yang disiarkan kembali di Radio Elshinta, Sabtu (13/12/2025 ) dipandu News Anchor Suwiryo menjelaskan bahwa persoalan mendasar bukan hanya soal laju pertumbuhan penduduk, tetapi asal-usul kelompok keluarga yang menyumbang angka kelahiran tertinggi. Data menunjukkan mayoritas anak Indonesia lahir dari orang tua dengan tingkat pendidikan rata-rata hanya sembilan tahun, bahkan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur angka pendidikan rata-rata berada di kisaran delapan tahun.
“Artinya, sebagian besar anak ini berasal dari keluarga lulusan SD, dengan pendapatan orang tua sekitar satu hingga satu setengah juta rupiah. Anak-anak dari keluarga kelas miskin rata-rata jumlahnya 2,78 per keluarga,” ujar Dadan.
Kondisi ini berdampak langsung pada pemenuhan gizi. Sekitar 60 persen anak tidak memiliki akses pada menu dengan gizi seimbang, dan persentase yang sama jarang bahkan tidak pernah mengonsumsi susu karena faktor ekonomi. Jika tidak dilakukan intervensi sejak dini, Dadan memperingatkan bahwa generasi yang kini lahir akan tumbuh menjadi tenaga kerja yang kurang optimal dua dekade mendatang.
Karena itu, Presiden RI menetapkan MBG sebagai program utama negara. “Ini investasi SDM. Biayanya berapa pun negara hadir, karena anak-anak hari ini akan menjadi tenaga kerja produktif dan pemimpin negeri 20 tahun mendatang,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kajian ilmiah menunjukkan bahwa anak yang tumbuh sehat cenderung memiliki produktivitas dan pendapatan tinggi saat dewasa, serta menghasilkan keturunan yang lebih baik. Sebaliknya, anak yang tumbuh dengan gizi buruk cenderung berada dalam siklus kemiskinan antar generasi.
Berperan besar saat bencana
Selain fokus pada gizi, Satuan Pelayanan Penurunan Gizi (SPPG) juga memainkan peran signifikan dalam situasi darurat. Saat banjir Cikarang dan erupsi Semeru, SPPG menjadi yang pertama memberi layanan makanan bagi pengungsi. Begitu pula dalam bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
“Di hari pertama kejadian, SPPG sudah siap. Total ada 320 SPPG yang melayani pengungsi, menyediakan lebih dari 600 ribu porsi makanan setiap hari,” kata Dadan.
Meski demikian, sejumlah SPPG juga terdampak bencana. Di Aceh terdapat 129 unit yang tidak berfungsi, sementara angka pastinya masih menunggu verifikasi pasca-masa darurat. SPPG yang rusak dijanjikan akan direstorasi.
“Program ini berdiri 100 persen hasil investasi masyarakat, belum ada uang negara masuk. Karena itu negara wajib hadir membantu mitra yang terdampak agar bisa kembali beroperasi,” tegasnya.
Menggerakkan ekonomi lokal
Program MBG ternyata memberi dampak ekonomi signifikan di daerah. Satu unit SIPG dapat mempekerjakan sekitar 50 pekerja langsung dan bekerja sama dengan sekitar 15 pemasok bahan baku. Rantai pasoknya pun luas: satu SIPG membutuhkan lima ton beras per bulan, setara dengan hasil panen dari dua hektar sawah.
Kebutuhan buah juga besar. “Untuk satu kali pemberian pisang kepada penerima manfaat, diperlukan 15 pohon pisang. Jika diberikan dua kali seminggu, setahun butuh 1.440 pohon atau setara 1,5 hektar kebun,” jelas Dadan. Dalam skala nasional, kebutuhan lahan agrikultur dapat mencapai puluhan ribu hektar, memicu aktivitas ekonomi yang massif.
Melalui program ini, pemerintah berharap gizi anak terpenuhi, kualitas SDM meningkat, dan ekonomi lokal bergerak. Dadan menegaskan bahwa seluruh investasi ini merupakan pondasi penting untuk memastikan Indonesia mampu bersaing secara global pada 2045.
“Kalau kita tidak mulai sekarang, kita akan tertinggal. Tapi jika anak-anak tumbuh sehat, cerdas, dan kuat, mereka akan menjadi generasi yang membawa Indonesia melompat lebih jauh," pungkasnya.
Suwiryo


