Dokter ungkap pengobatan dan pencegahan radang usus
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroentero-Hepatologi lulusan Universitas Indonesia dr. Amanda Pitarini Utari, Sp.PD-KGEH membeberkan jenis pengobatan yang perlu diikuti pasien serta cara mencegah penyakit radang usus (IBD) dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (12/9/2025). ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroentero-Hepatologi lulusan Universitas Indonesia dr. Amanda Pitarini Utari, Sp.PD-KGEH membeberkan jenis pengobatan yang perlu diikuti pasien serta cara mencegah penyakit radang usus (IBD).
"Pada dasarnya penyakit ini memiliki tingkat kesulitan yang beragam sehingga diperlukan kerja sama multidisiplin," kata Amanda dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (12/9).
Amanda menjelaskan bahwa tata laksana untuk penyakit radang usus pada umumnya dapat menggunakan terapi obat, baik yang berupa tablet maupun injeks.
Namun, lanjutnya, pada beberapa keadaan diperlukan tindakan operasi atau pembedahan atau bahkan dilakukan tatalaksana dengan kombinasi obat-obatan dan pembedahan.
Beberapa jenis vaksinasi juga dapat direkomendasikan bagi pasien IBD sebagai bentuk pencegahan infeksi. IBD yang kronis mungkin memerlukan pembedahan untuk mengangkat bagian saluran pencernaan yang rusak.
Meski demikian, dia menyarankan masyarakat mencegah terkena penyakit itu dengan mulai menerapkan gaya hidup sehat sedini mungkin sebagai strategi jangka panjang untuk mengurangi risiko berkembangnya penyakit ini. Apalagi risiko seseorang akan meningkat bila keluarga memiliki riwayat IBD.
"Faktor risiko genetik memang kuat, ada studi menunjukkan bahwa 5–20 persen orang dengan IBD memiliki salah satu anggota keluarga tingkat pertama yang juga mengidap penyakit ini," ujar dokter yang praktik di Rumah Sakit Abdi Waluyo itu.
Gaya hidup yang dapat diterapkan yakni meningkatkan asupan serat pangan dan menjaga pola makan sehat seperti konsumsi buah, sayur, dan whole grains. Harus juga mengurangi makanan olahan (ultra processed food), serta rutin berolahraga.
"Pencegahan dini ini memang bukan jaminan absolut, tetapi kombinasi strategi ini memberi harapan untuk menunda atau menurunkan risiko munculnya IBD,” ucap dia.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroentero-Hepatologi dr. Indra Marki, Sp.PD, KGEH, FINASIM ikut menekankan bahwa jika IBD tidak ditangani secara tepat, risikonya tidak sekadar meluasnya peradangan namun juga munculnya berbagai komplikasi serius.
“Pasien dapat menghadapi berbagai komplikasi yang tentunya berbahaya," kata dia.
Contohnya seperti meningkatnya risiko terkena kanker kolon dan polip kolon, penyempitan usus besar yang menghambat keluarnya feses, menyebabkan gejala seperti sembelit, sakit perut, dan kembung (striktur kolon), sebagian atau seluruh usus besar melebar secara abnormal karena peradangan parah dan menyebabkan infeksi sistemik (toxic megacolon), dan saluran abnormal yang terbentuk dari dalam anus ke kulit di luarnya (fistula ani).
Ia menambahkan IBD juga bisa menyebabkan manifestasi extraintestinal, di mana komplikasinya bisa terjadi di luar sistem pencernaan seperti sariawan kronis, plak dan luka pada kulit, gangguan sendi, radang selaput mata, hingga radang pembuluh darah.
Dengan keluhan awal IBD mungkin tampak ringan, namun tanpa penanganan yang konsisten, komplikasi-komplikasi yang disebutkan tadi dapat berkembang secara progresif dan berpotensi mengancam nyawa.
Oleh karenanya, Indra mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap gejala IBD dan tidak menunda pemeriksaan ke tenaga medis yang tepat.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam lulusan Universitas Indonesia dr. Paulus Simadibrata, Sp.PD sebelumnya menjelaskan penyakit radang usus merupakan sekelompok penyakit autoimun yang ditandai dengan peradangan pada usus kecil dan besar, di mana elemen sistem pencernaan diserang oleh sistem kekebalan tubuh sendiri.
Penyakit ini ditandai dengan episode peradangan saluran cerna berulang yang disebabkan oleh respons imun yang abnormal terhadap mikroflora usus.
Salah satu tantangan IBD hingga saat ini adalah masyarakat masih sulit membedakan diare biasa dengan diare yang menandakan pada radang usus.
Penyakit radang usus umumnya didiagnosis pada usia dewasa muda, yang kemudian bisa berdampak pada produktivitas kerja.