Sengketa tambang nikel Haltim: Ahli bongkar modus penambangan ilegal di balik PKS

Sidang lanjutan sengketa tambang nikel di Halmahera Timur (Haltim) antara PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan PT Position kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (29/10).

Update: 2025-10-30 07:10 GMT

Sumber foto: Supriyarto Rudatin/Elshinta.com.

Sidang lanjutan sengketa tambang nikel di Halmahera Timur (Haltim) antara PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan PT Position kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (29/10). Agenda persidangan kali ini menghadirkan saksi ahli Hukum Pertambangan Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Dr. Abrar Saleng, dan Manajer Eksternal PT WKM, Budi Pramono.

Dalam keterangannya, Prof. Abrar menegaskan bahwa Kepala Teknik Tambang (KTT) memiliki tanggung jawab penuh menjaga wilayah izin usaha pertambangan (IUP) dari segala bentuk penyerobotan dan pencurian sumber daya.

“KTT bertanggung jawab menjaga wilayahnya sesuai IUP. Tidak ada istilah KTT menghalangi atau merintangi pelaku penyerobotan tambang,” ujar Prof. Abrar di depan majelis hakim.

Ia menilai, penerapan Pasal 162 Undang-Undang Minerba terhadap dua pekerja PT WKM, yakni Awwab Hafidz dan Marsel Bialembang, tidak tepat. Menurutnya, tindakan kedua pekerja yang memasang patok batas merupakan upaya sah melindungi aset negara berupa nikel.

Prof. Abrar menambahkan, dalam perkara ini tidak ditemukan adanya “pembangunan atas tanah berhak” sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut, melainkan justru terdapat indikasi kegiatan penambangan ilegal di atas konsesi perusahaan lain.

Merujuk Pasal 15 Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018, ia menjelaskan bahwa kegiatan pertambangan meliputi pembukaan lahan, penggalian bijih, dan pengangkutan hasil tambang.

“Masuk saja tanpa izin ke konsesi yang sah sudah tidak dibenarkan, apalagi membuka akses dan melakukan penggalian,” tegasnya seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Supriyarto Rudatin, Kamis (30/10).

Sementara itu, Manajer Eksternal PT WKM, Budi Pramono, menjelaskan terdapat lahan buffer antara area PT WKM dan PT Position yang seharusnya steril dari aktivitas apa pun.

“Tidak boleh ada penebangan pohon, pembuatan jalan, ataupun penambangan di area itu,” ujarnya.

Usai sidang, kuasa hukum PT WKM OC Kaligis dan Rolas Sitinjak menilai keterangan saksi ahli memperkuat indikasi adanya praktik pencurian bijih nikel yang dikamuflase sebagai pembangunan jalan.

“Di dunia tambang, ini sering terjadi. Dalihnya kerja sama membangun jalan, tapi faktanya pencurian nikel. Dari bukti-bukti persidangan, termasuk foto-foto yang kami tampilkan, jelas sekali itu bukan jalan, melainkan aktivitas tambang,” kata Rolas.

Ia menambahkan, perjanjian kerja sama (PKS) yang diajukan pihak lain diduga hanya dijadikan pintu masuk untuk melakukan penambangan ilegal di wilayah nonkonsesi.

“Kesimpulan saksi ahli jelas, ini bisa jadi modus illegal mining. Jadi seolah-olah buka jalan, padahal itu cara untuk mencuri nikel,” tegasnya.