Indonesia bidik posisi pusat riset dunia lewat AI
Vice President & Head of Marketing (ROW), Cactus Communications, Ruchi Chauhan (tengah) dan Chief Growth Officer, Institutional Sales (West), Cactus Communications, Siddharth Bhatia, (kiri) di Jakarta, beberapa waktu lalu. ANTARA/HO-Cactus Communications.
Perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau AI memiliki dampak pada dunia penelitian, khususnya dalam pembuatan publikasi ilmiah.
Dikutip dari laman Scimago, saat ini Indonesia menempati peringkat 37 dalam publikasi internasional dengan jumlah 447.794 publikasi dan 14,8 juta kutipan. Posisi ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan publikasi terbanyak kedua setelah Singapura di Asia Tenggara.
Adanya teknologi kecerdasan buatan diperkirakan semakin membantu para peneliti maupun akademisi untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas publikasi mereka. Kehadiran AI membantu dalam penemuan literatur, analisa data, penulisan dan penyuntingan, hingga mendeteksi plagiarisme.
Perekayasa madya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kartiko Eko Putranto, mengatakan AI dapat digunakan untuk memperkirakan output dari suatu penelitian.
"Dengan AI, maka memudahkan peneliti dalam memperkirakan output penelitian dan juga bisa menghubungkan dengan program pemerintah ataupun isu yang sedang trending saat ini," kata Kartiko di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Terutama pada penelitian humaniora yang sebagian besar fokus dalam menghasilkan model atau konsep. Maka dengan adanya AI dapat membantu peneliti agar lebih mudah dalam mendapatkan pendanaan dari penelitian yang dilakukannya.
"Kehadiran AI bertujuan untuk membantu para peneliti dalam menyusun artikel ilmiah, terutama dalam menemukan metode yang tepat dan bukan untuk menghasilkan konten artikel yang dihasilkan oleh AI. Manusia tetap memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan," kata Vice President & Head of Marketing (ROW), Cactus Communications, Ruchi Chauhan.
Tak hanya dalam kepenulisan, AI dapat dimanfaatkan juga oleh para penyandang dana dalam menentukan dukungan pendanaan. AI membantu para penyandang dana dan institusi membuat proses penelitian menjadi lebih transparan, inklusif, dan efisien.
Terutama di negara berkembang seperti Indonesia. AI juga menjadi teknologi yang dapat diandalkan ketika dipadukan dengan keahlian manusia, membantu para peneliti menyampaikan gagasan secara yakin, bertanggung jawab, dan berintegritas di tataran global.
"Saya melihat riset dan publikasi ilmiah di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun. Dari sisi jumlah juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan," tambah dia.
Hal itu merupakan pertanda baik karena semakin banyak penelitian dilakukan dan kualitas kepenulisan yang terus mengalami peningkatan. Dengan kehadiran AI, Ruchi semakin yakin kualitas maupun kuantitas publikasi semakin meningkat.
"Indonesia memiliki peluang besar untuk terus dapat meningkatkan reputasi akademiknya di kancah global," tambah dia.
Dengan semakin meluasnya peran teknologi, masa depan ilmu pengetahuan akan ditentukan oleh para peneliti, penerbit, dan pemangku kepentingan lain yang mampu memanfaatkan inovasi digital untuk meningkatkan kapasitas riset ilmiah.
Oleh karena itu, Editage sebagai brand unggulan dari Cactus Communications, membantu menjembatani dan mendukung dalam menghasilkan penelitian berkualitas tinggi dengan infrastruktur AI yang memadai.
Menghasilkan penelitian yang bereputasi internasional tetap menjadi proses panjang dan menantang bagi banyak peneliti yang menghadapi keterbatasan pendanaan serta akses terhadap teknologi, alat riset komprehensif, dan jejaring akademik global.
"Tanpa sumber daya yang memadai, para peneliti mungkin kesulitan melakukan penelitian mendalam, sehingga hasilnya kurang berdampak. Selain itu, keterampilan bahasa dan akademik terutama kemampuan menggunakan bahasa Inggris ilmiah dan menyampaikan ide kompleks dengan jelas, dapat memengaruhi kualitas hasil penelitian yang ditujukan untuk jurnal internasional," imbuh dia.
Fitur layanan Editage yang komprehensif membantu memberdayakan peneliti, universitas, dan institusi di seluruh Indonesia dalam meningkatkan dampak publikasi ilmiah mereka secara global.
Layanan tersebut mencakup rekomendasi jurnal, manuscript review, penerjemahan dan peninjauan bahasa, peninjauan gambar, saran struktural, penerjemahan ke standar global, pemeriksaan plagiarisme, hingga bantuan publikasi di jurnal internasional yang relevan.
“Penelitian dan publikasi ilmiah bereputasi internasional berperan penting dalam memposisikan Indonesia sebagai salah satu pusat riset terkemuka di dunia. Oleh karenanya, kita harus terus meningkatkan kualitas dan pertumbuhan publikasi ilmiah nasional," imbuh dia lagi.
Pihaknya telah mendukung lebih dari 35.000 jurnal dan proyek penelitian, serta membantu lebih dari 5 juta peneliti di seluruh dunia. Saat ini, pihaknya telah bermitra dengan 24 universitas negeri.
Melalui kolaborasi itu, pihaknya berkomitmen untuk memberdayakan para ilmuwan di berbagai institusi agar mampu menghasilkan publikasi akademik yang diakui secara global.
Chief Growth Officer, Institutional Sales (West), Cactus Communications, Siddharth Bhatia, menambahkan melalui rangkaian layanan berbasis teknologi AI dan keahlian manusia, maka dapat memudahkan para akademisi dalam menghasilkan penelitian berkualitas tinggi.
Namun AI juga tak lepas dari bias. Tak jarang AI berhalusinasi ketika pengguna menggeneralisasi penelitian dalam mencari informasi atau dengan kata lain tidak menggunakan prompt yang tepat.
Oleh karena itu, pihaknya melakukan kurasi yang kuat, sehingga halusinasi dalam pencarian menggunakan aplikasi AI dalam diminimalisir.
"Kami akan terus memperluas layanan kami ke pasar yang lebih luas dengan memperkuat kemitraan bersama komunitas riset dan mendukung kesuksesan mereka di masa depan," imbuh dia.
Kehadiran AI yang dapat meningkatkan kualitas riset dan memperkuat lanskap akademik, dapat membuka peluang baru bagi Indonesia untuk bisa menjadi pemain yang diperhitungkan dalam kancah global. Terutama dalam memposisikan diri sebagai salah satu pusat riset dunia.