AS akan ambil alih minyak dari tanker yang ditangkap di dekat wilayah Venezuela
Presiden AS Donald Trump (kiri) dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro. (ANTARA/Anadolu/pri.)
Pemerintahan Trump berencana menyita minyak dari sebuah kapal tanker yang ditangkap di lepas pantai Venezuela, kata Gedung Putih, Kamis (11/12), di tengah memuncaknya ketegangan dengan Caracas.
Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt membela tindakan AS itu, dengan menyebut kapal tersebut sebagai “kapal bayangan yang dikenai sanksi” dan “diketahui membawa minyak pasar gelap yang terkena sanksi” untuk Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran.
“Presiden berkomitmen menghentikan arus narkotika ilegal ke negara kami. Ia juga berkomitmen penuh menegakkan kebijakan sanksi pemerintah ini. Itulah yang Anda lihat terjadi kemarin,” ujarnya.
Leavitt mengatakan para penyelidik kini berada di kapal, dan orang-orang yang berada di kapal saat pencegatan berlangsung sedang diwawancarai, sementara “seluruh barang bukti yang relevan turut disita.”
Kapal itu sedang dibawa ke sebuah pelabuhan AS, dan pemerintahan Trump bermaksud memulai proses hukum untuk menyita kargonya secara resmi.
Jaksa Agung AS Pam Bondi, Rabu, mengatakan FBI, badan Investigasi Keamanan Dalam Negeri (HSI), dan Penjaga Pantai AS, dengan dukungan Departemen Pertahanan, telah melaksanakan surat perintah penyitaan terhadap kapal yang diduga digunakan untuk mengangkut minyak yang terkena sanksi dari Venezuela dan Iran.
Menteri Luar Negeri Venezuela Yvan Gil “sangat mengecam tindakan pencurian dan pembajakan internasional yang terang-terangan, yang diumumkan secara publik oleh presiden Amerika Serikat” itu.
Ia menegaskan insiden itu bukan yang pertama dan menuduh pemerintahan Trump menjalankan rencana terstruktur untuk merebut sumber energi Venezuela.
Gil menyebut Trump “secara terbuka menyatakan dalam kampanye 2024 bahwa tujuannya selalu mengambil minyak Venezuela tanpa membayar apa pun.”
Langkah tersebut hampir pasti akan semakin memanaskan hubungan dengan Caracas, ketika Trump terus menuntut Presiden Venezuela Nicolas Maduro mundur dari kekuasaan.
Pemerintahan Trump berulang kali mengatakan bahwa semua opsi, termasuk kekuatan militer, tetap terbuka di tengah pengerahan besar-besaran pasukan AS di kawasan itu.
Ketegangan meningkat sejak Washington memperkuat operasi maritim terhadap kelompok yang disebutnya sebagai “narko-teroris” di Laut Karibia dan Samudra Pasifik Timur.
Militer AS telah melakukan 22 serangan yang diketahui terhadap kapal-kapal tersebut sejak awal September.
Serangan-serangan itu, menurut Washington, telah menewaskan 87 orang dalam operasi yang diklaimnya sebagai upaya memutus jaringan narkotika transnasional.
Pemerintah Venezuela menyebut tindakan tersebut sebagai agresi sepihak, sementara pengamat menilai eskalasi terbaru ini dapat memicu krisis regional yang lebih luas.
Sumber: Anadolu


