Patung Liberty dan obor harapan kemerdekaan Palestina

Update: 2025-09-27 07:10 GMT

Suasana Patung Liberty di Pulau Liberty, New York, Amerika Serikat, Rabu (24/9/2025). (ANTARA/Fathur Rochman)

Di tepi pelabuhan New York, Patung Liberty berdiri tegak menghadap ke arah laut seolah menyambut siapapun yang datang ke Amerika Serikat dengan pesan kebebasan.

Monumen setinggi 93 meter itu berdiri bukan sekadar sebagai ikon Amerika Serikat, melainkan simbol tentang harapan, keadilan, dan kemerdekaan.

Sejak diresmikan pada 1886, patung yang merupakan hadiah persahabatan dari Prancis itu telah menggaungkan pesan bahwa setiap manusia berhak hidup bebas dari penindasan.

Simbol tersebut kini menemukan relevansinya ketika para pemimpin dunia berkumpul di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang juga berlokasi di New York, untuk membicarakan salah satu isu paling krusial, yaitu kemerdekaan Palestina.

Gelombang dukungan internasional

Sidang Majelis Umum ke-80 PBB tahun itu, yang berlangsung pada 22-30 September dan mengangkat tema Better together: 80 years and more for peace, development and human rights, menjadi panggung bagi suara-suara yang menyerukan pengakuan terhadap Palestina sebagai negara merdeka.

Sejumlah negara, mulai dari Inggris, Belgia, Kanada, Australia, Prancis, Malta, Belgia, Andora, Monako, hingga Portugal, secara terbuka menyatakan pengakuan mereka terhadap keberadaan negara Palestina.

Gelombang pengakuan ini memperlihatkan adanya pergeseran geopolitik. Negara-negara seperti di Eropa Barat, yang sebelumnya lebih berhati-hati dalam menentukan sikap, kini ikut mendorong ke arah solusi konkret bagi Palestina.

Hal ini sejalan dengan semakin kuatnya kesadaran global bahwa konflik panjang Palestina - Israel tidak bisa dibiarkan tanpa arah penyelesaian.

Namun, dukungan ini juga masih menghadapi hambatan besar, khususnya dalam mewujudkan perdamaian yang benar-benar kokoh di kawasan Timur Tengah.

Peran PBB

Sejak berdiri pada 1945, PBB mengemban mandat untuk menjaga perdamaian dunia. Isu Palestina telah menjadi salah satu ujian paling nyata atas efektivitas organisasi internasional ini.

Upaya demi upaya telah dilakukan, mulai dari seruan penghentian permukiman ilegal hingga pengakuan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Namun, kenyataan di lapangan sering kali jauh dari harapan. Veto di Dewan Keamanan PBB, terutama dari negara-negara besar yang memiliki kepentingan geopolitik, kerap menghambat upaya mencapai konsensus global.

Meskipun demikian, Majelis Sidang Umum PBB tetap menjadi panggung penting bagi negara-negara untuk menegaskan sikap moral mereka.

Dalam konteks inilah, simbol Patung Liberty kembali relevan. Kebebasan tidak boleh hanya menjadi retorika, melainkan harus diwujudkan nyata, termasuk bagi rakyat Palestina.

Sikap Indonesia

Indonesia, sejak masa awal kemerdekaan, konsisten menyuarakan dukungan terhadap Palestina. Amanat konstitusi yang menolak segala bentuk penjajahan di atas dunia menjadi landasan kuat terhadap sikap politik luar negeri ini.

Presiden Prabowo Subianto, dalam Sidang Majelis Umum PBB, melanjutkan tradisi tersebut dengan menekankan bahwa perjuangan mewujudkan kemerdekaan Palestina bukan hanya persoalan politik, melainkan juga kemanusiaan.

Kepala Negara kembali menyatakan komitmen Indonesia terhadap solusi dua negara. Indonesia akan mengakui Israel hanya jika Israel mengakui Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat.

Pernyataan ini memberi sinyal bahwa Indonesia ingin mendorong jalan tengah yang adil bagi kedua pihak. Prabowo menegaskan bahwa keamanan Israel harus terjamin, namun pada saat yang sama Palestina juga harus mendapatkan hak mereka untuk merdeka.

Baginya, jalan menuju perdamaian hanya mungkin ditempuh jika kedua pihak merasa aman untuk hidup berdampingan.

Pernyataan Presiden Prabowo ini bisa menjadi tawaran jalan keluar yang realistis. Perdamaian di Timur Tengah hanya mungkin tercapai jika kedua pihak sama-sama diakui dan dilindungi.

Obor harapan

Mewujudkan Palestina merdeka bukanlah proses yang sederhana. Sejak proklamasi kemerdekaan yang dideklarasikan pada 1988, perjuangan rakyat Palestina masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari blokade, konflik bersenjata, hingga pembangunan permukiman yang terus berlanjut di wilayah Tepi Barat.

Namun, dukungan yang semakin kuat dari berbagai negara saat ini menjadi modal yang sangat penting. Semakin banyak pengakuan internasional, semakin kuat pula posisi Palestina dalam diplomasi global.

Di sisi lain, jaminan keamanan bagi Israel juga menjadi kunci agar kedua bangsa bisa hidup berdampingan.

Presiden Prabowo menyatakan bahwa perdamaian tidak hanya soal berhentinya konflik, tetapi juga soal membangun kepercayaan. Tanpa rasa aman, tidak akan ada ruang bagi rakyat Israel maupun Palestina untuk hidup berdampingan secara damai.

Kembali pada Patung Liberty, monumen itu lahir dari semangat persahabatan dan kebebasan. Jika patung tersebut menjadi ikon penerimaan bagi para imigran yang datang ke Amerika Serikat, maka di tingkat global, dia bisa dimaknai sebagai simbol bahwa setiap bangsa berhak menentukan nasibnya sendiri.

Sidang Umum PBB tahun ini, yang berlangsung hanya beberapa kilometer dari Patung Liberty, menghadirkan kembali pertanyaan mendasar. Apakah dunia benar-benar siap mewujudkan kebebasan bagi semua bangsa, termasuk Palestina?

Dengan semakin banyak negara yang mengakui Palestina, ditambah komitmen dari para pemimpin dunia, termasuk Presiden Prabowo, harapan itu kembali hidup. Namun, perjalanan masih panjang dan membutuhkan konsistensi, diplomasi, serta keberanian politik dari semua pihak.

Patung Liberty mungkin berdiri diam di tengah ingar bingar kota New York, tetapi maknanya terus bergema. Dia menjadi pengingat bahwa kebebasan adalah hak setiap bangsa.

Obor yang menyala di tangan kanan patung sang Dewi Libertas itu seakan mengingatkan dunia bahwa cahaya kebebasan tidak boleh redup, dan harapan terhadap kemerdekaan harus terus hidup di setiap benak rakyat Palestina.

Similar News