Ahli gizi Unhas ingatkan standar keamanan MBG
Dua orang pria memanen telur burung puyuh (Coturnix coturnix) di Quinsha Farm, Desa Katangka, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis (20/11/2025). (ANTARA/Hasrul Said)
Ahli Gizi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Prof Aminuddin Syam mengingatkan pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terutama penjamah makanan program Makan Bergisi Gratis (MBG) agar mematuhi standar keamanan pangan guna mencegah terjadinya keracunan makanan.
"Ada standar keamanan pangan yang harus dipenuhi (SPPG). Ada suhu yang harus dijaga, ada proses pemasakannya, ada penyimpanan bahan, serta beberapa hal teknis lainnya perlu dijalankan," ujar Aminuddin Syam di Makassar, Sabtu.
Ia menekankan, pengelolaan dapur SPPG buka hal sederhana sebab risiko keracunan makanan potensinya bisa saja ada sehingga perlu menjadi perhatian khusus. Hal ini bercermin pengalaman dari berbagai kasus keracunan massal.
Menurut Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas ini, hal yang paling rawan terhadap pengolahan makanan adalah pada proses masak serta kondisi bahan-bahannya. Jika salah diolah maka bisa menimbulkan zat beracun terhadap makanan tersebut. Sebab, hanya orang tertentu yang paham dan kompeten dapat mengenali bahan yang mulai rusak.
"Orang yang punya pengetahuan saja masih bisa membuat kesalahan hingga menyebabkan keracunan makanan, apalagi kalau hanya orang biasa dilatihnya hanya tiga bulan," katanya.
Selain itu, pengelolaan makanan di dapur SPPG mesti dikelola secara profesional serta memiliki sertifikasi kelayakan higienis. Karena kalau dikerjakan secara serampangan, risiko bukan hanya kesehatan tapi berimbas pada aspek ketimpangan sosial.
Secara terpisah, Deputi Bidang Penyediaan dan Penyaluran Badan Gizi Nasional (BGN) Brigjen TNI (Purn) Suardi Samiran memaparkan saat sosialisasi kegiatan pelatihan penjamah makanan MBG dihadiri ribuan peserta dan pemilik dapur menekankan, SPPG harus memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Ia menyebutkan, saat ini dapur SPPG di seluruh Indonesia tercatat 15.410 unit. Hanya saja yang beroperasi 14.230 unit. Sedangkan SPPG yang telah memiliki sertifikasi SLHS dari Dinas Kesehatan baru 1.601 unit.
Sementara sisanya masih cukup banyak belum atau sedang mengurus SLHS secara mandiri ke dinas kesehatan setempat. Untuk Provinsi Sulawesi Selatan data SPPG 625 unit, tapi yang aktif beroperasi 536 unit. Dari jumlah itu, hanya 46 SPPG secara mandiri telah memiliki SLHS.
"Berarti harus ada penambahan. SPPG juga wajib memenuhi syarat-syarat yang di tentukan oleh dinas kesehatan. Jangan pernah berharap sesuatu dan memaksakan diri dengan melakukan hal yang tidak benar. Kita harus melakukan membiasakan yang benar," paparnya menekankan.
Oleh karena itu, Mantan Sekretaris LP2N Universitas Kementerian Pertahanan (Unhan) ini mengharapkan kepada SPPG yang belum memiliki SLHS, maka segera penuhi syarat yang menjadi persyaratan dari Kementerian Kesehatan ataupun dari Dinas Kesehatan masing-masing daerah.
Melalui pelatihan penjamah makanan dilaksanakan serentak dengan peserta sekira 7.000 orang dari Kota Makassar, Kabupaten Bulukumba dan Wajo,salah satu tujuannya meminimalisir terjadinya kesalahan membuat makanan termasuk pencegahan makanan rusak mengakibatkan keracunan.
"Sudah pasti itu penekanan yang tadi saya sampaikan. Wajib higienis, wajib sehat, dan sesuai dengan ketentuan. Termasuk di dalamnya supaya tidak terjadi, muncul reaksi dari zat (beracun) di makanan," paparnya menegaskan.