Banjir, problematika Kota Semarang yang tak kunjung rampung

Update: 2025-11-10 01:00 GMT

Pompa air yang ada di Kolam Retensi Terboyo. ANTARA/Zuhdiar Laeis.

Banjir di Kota Semarang, Jawa Tengah, amat sering menghiasi "headline" pemberitaan surat kabar, terakhir ketika banjir menggenang lebih dari sepekan dan melumpuhkan jalur Pantai Utara (Pantura) akhir Oktober hingga awal November 2025.

Seperti biasa, jalur Kaligawe yang merupakan akses utama Pantura nyaris sudah seperti telaga yang membuat banyak kendaraan bermotor menyerah kalah melintasi genangan banjir dengan ketinggian nyaris semeter. Hanya truk-truk besar yang masih berani melintas karena posturnya yang tinggi membuat air tak sampai menjamah area mesin, namun kendaraan lain, selebihnya hampir pasti mogok.

Tak hanya jalan-jalan protokol, banjir juga menggenangi kawasan permukiman, seperti Tlogosari, Sawah Besar, dan Genuk dengan ketinggian bervariasi. Bahkan, banjir menggenangi jalur rel yang membuat PT Kereta Api Indonesia (KAI) harus mengatur ulang rute perjalanan kereta api (KA) dari barat maupun timur memutar ke Selatan.

Banjir menggenang sejak 22 Oktober 2025 dan tercatat sebanyak 23 kelurahan di lima kecamatan di Kota Semarang terendam banjir, sebanyak 63.000 jiwa terdampak dan tiga orang meninggal dunia. Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang, lima kecamatan yang terdampak, yaitu Kecamatan Semarang Utara, Gayamsari, Genuk, Pedurungan, dan Semarang Timur.

Dapur umum didirikan di tiga kecamatan, yakni Gayamsari, Pedurungan, dan Genuk untuk melayani warga yang terdampak banjir. Sudah lebih dari sepekan, banjir ternyata tak kunjung surut, apalagi curah hujan juga masih cukup sering membuat daerah-daerah yang kebanjiran tak sempat kering.

Padahal, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sudah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk melakukan modifikasi cuaca agar hujan sedikit mereda. Suara-suara sumbang pun mulai bermunculan, terutama di media sosial yang menyoroti kinerja pemerintah daerah yang dianggap tak becus mengatasi banjir.

Mulai wali kota sampai Gubernur Jateng pun tak lepas dari omongan pedas warganet, bahkan sampai ada yang menjadikan banjir Semarang sebagai meme.

Kewenangan pengelolaan sungai

Persoalan banjir sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari tata kelola saluran air, termasuk pengelolaan sungai, dan yang tidak banyak diketahui, ini bukan semata-mata kewenangan pemerintah daerah.

Seperti Sungai Sringin dan Tenggang yang selama ini menjadi sorotan ketika banjir, ternyata berada di bawah kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Pekerjaan Umum.

Untuk mengatasi banjir, Rumah Pompa Sringin dan Tenggang memang sudah ada, tetapi kapasitas pompanya dinilai tak mampu mengatasi banjir karena debit air yang terlalu besar.

Berdasarkan data dari BBWS Pemali Juana, total kapasitas pompa yang dikerahkan di empat titik utama penanganan banjir di Kota Semarang, yakni Sungai Sringin, Terboyo, Kali Tenggang, dan Pasar Waru, mencapai 30.360 liter per detik.

Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jateng-DIY juga membangun sodetan Sungai Sayung yang akan memiliki panjang sekitar 168 meter untuk memperlancar aliran air. Gubernur Jateng Ahmad Luthfi mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk mempercepat pengerukan Kolam Retensi Terboyo demi mengatasi banjir yang terjadi di Kota Semarang dan Kabupaten Demak yang tak kunjung surut.

"Kami usulkan agar Kolam Retensi Terboyo diperlebar dan perdalam," katanya, di sela memimpin Rapat Koordinasi Percepatan Penanganan Banjir Kota Semarang.

Sedangkan Pemerintah Kota Semarang mengoptimalkan pompa-pompa yang dimiliki untuk menyedot air yang ada di kawasan permukiman. Curah hujan memasuki awal November 2025 juga berangsur berkurang sehingga upaya pemompaan air bisa berjalan maksimal untuk mengurangi debit air banjir.

Sepertinya, operasi modifikasi cuaca (OMC) yang dimulai sejak Sabtu (25/10) mulai membuahkan hasil dan cukup efektif mengurangi curah hujan di kawasan rawan banjir, seperti Kaligawe, Mangkang, dan wilayah Pantura lainnya. Dengan kerja kolaboratif, antara pemerintah kota, provinsi, dan pusat, banjir akhirnya teratasi pada Senin (3/11), termasuk di Jalan Kaligawe, menyisakan kubangan-kubangan air di jalan yang berlubang.

Aktivitas masyarakat dan lalu lintas di kawasan utama Kaligawe yang semula lumpuh berangsur normal, demikian juga di permukiman-permukiman sekitarnya seiring berangsur surutnya banjir.

Mitigasi dan solusi jangka panjang

Meski banjir sekarang sudah surut, bukan berarti lantas membuat masyarakat tenang, apalagi BNPB mewanti-wanti untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem hingga awal tahun depan. Artinya, dibutuhkan upaya mitigasi dan solusi jangka panjang untuk mengatasi persoalan banjir di Kota Semarang yang betul-betul diharapkan oleh masyarakat.

Gubernur Jateng yakin bahwa Tol Semarang-Demak yang berfungsi juga sebagai tanggul laut, serta Kolam Retensi Terboyo menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi banjir di Kota Semarang dan Kabupaten Demak. Kolam dengan luas sekitar 189 hektare itu mampu menampung hingga 6 juta meter kubik air dan dilengkapi dengan rumah pompa besar berkapasitas 5.000 liter per detik per unit.

Keduanya adalah proyek yang ditangani oleh pemerintah pusat, Kolam Retensi Terboyo diperkirakan rampung antara 2026-2027, sedangkan Tol Semarang-Demak Seksi 1 baru rampung 2027. Masyarakat tentunya menanti apakah kedua proyek itu benar-benar efektif untuk mengatasi banjir di kawasan pesisir Semarang, tetapi langkah jangka pendek dan menengah tetap diperlukan.

Pemkot Semarang perlu menata ulang selokan, saluran air, dan drainase di kawasan permukiman yang selama ini semrawut, bahkan ada yang ditutup oleh warga secara permanen. Para pengembang kerap juga tidak bersinergi dalam membangun perumahan sehingga acapkali drainase tidak terhubung antarperumahan yang membuat aliran air menjadi tidak lancar.

Di sisi lain, upaya kolaboratif perlu diapresiasi, seperti Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) yang telah menghibahkan sebagian tanahnya untuk dibuat pembangunan sodetan baru dari Jalan Kaligawe menuju kolam retensi di belakang kawasan kampus.

"Kami berterima kasih kepada Unissula dan YBWSA yang telah menunjukkan kepedulian luar biasa dengan menghibahkan tanahnya untuk kepentingan publik. Ini bentuk nyata semangat gotong royong dalam penanggulangan banjir," kata Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti.

Ke depan, masyarakat Kota Semarang tentu sangat berharap stigma banjir yang selama ini kadung melekat bisa terurai, dengan upaya-upaya inovatif dan kolaboratif, baik dari pemerintah kota, provinsi, dan pusat.

Tags:    

Similar News