Buruh Jabar desak Gubernur revisi UMSK tahun 2026

Update: 2025-12-28 02:46 GMT

Aksi buruh di depan Gedung Sate Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (24/12/2025). Mereka menuntut kenaikan upah 2026

Elshinta Peduli

Buruh atau pekerja Jawa Barat menyampaikan apresiasi kepada Gubernur Jawa Barat yang telah menerbitkan surat keputusan (SK) tentang upah minimum tahun 2026 tepat waktu, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perwakilan Gabungan Serikat Pekerja Jawa Barat, sekaligus Ketua Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) Jawa Barat, Muhamad Sidarta, mengatakan sangat menghargai langkah Gubernur Jawa Barat yang telah menetapkan upah minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2026, tidak keluar rekomendasi resmi bupati dan wali kota.

“Kami atas nama serikat pekerja atau serikat buruh sangat menghargai terhadap langkah Gubernur Jawa Barat yang telah menetapkan UMK Tahun 2026 tidak keluar dari rekomendasi resmi dari para bupati/wali kota,” ungkap Sidarta melalui pesan tertulis yang diterima Elshinta, Sabtu (27/12/2025).

Meski demikian, kata Sidarta, UMK Jawa Barat 2026 yang telah ditetapkan tidak berlaku untuk penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten dan Kota (UMSK) tahun 2026 secara faktual. Menurutnya, banyak ditemukan rekomendasi UMSK yang diajukan bupati dan wali kota hasil perundingan tripartit di tingkat kabupaten/kota yang dihilangkan atau dikurangi jumlah sektornya.

“Langkah baik gubernur tersebut tidak berlaku untuk penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten atau Kota, UMSK, tahun 2026. Secara faktual, buruh atau pekerja menemukan banyak rekomendasi UMSK yang diajukan secara resmi oleh bupati atau wali kota hasil perundingan tripartit di tingkat kabupaten kota justru dihilangkan dan dikurangi jumlah sektornya sejak dalam proses pembahasan di Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat, sebelum kemudian disahkan dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang UMSK Tahun 2026,” tandas Sidarta.

Elshinta Peduli

Sidarta menilai kewenangan Dewan Pengupahan Jawa Barat seharusnya terbatas pada verifikasi administratif dan buka mengubah, mengurangi bahkan menghilangkan substansi rekomendasi daerah yang sah secara hukum.

“Bahwa secara tripartit Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota telah melakukan pembahasan secara saksama dalam memberikan saran dan masukan kepada bupati/wali kota sebagai bahan rekomendasi kepada Gubernur Jawa Barat dengan mempertimbangkan PP Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan dan PP Nomor 82 Tahun 2019 tentang jaminan kecelakaan kerja dan risiko kerja untuk menentukan karakteristik sektor usaha serta tingkat risiko kerja,” imbuhnya.

Sidarta menegaskan bahwa menghilangan atau pengurangan rekomendasi UMSK tersebut dinilai menghilangkan fungsi UMSK sebagai instrumen perlindungan upah sektoral, mengabaikan pengakuan terhadap risiko kerja dan merusak mekanisme dialog sosial tripartit dalam sistem pengupahan kabupaten/kota.

Menurut Sidarta, persoalan ini bukan sekedar soal besaran upah, melainkan tentang kepatuhan terhadap hukum dan penghormatan terhadap kewenangan daerah.

“Apabila UMK dapat ditetapkan sesuai rekomendasi Kabupaten/Kota, maka UMSK juga harus diperlakukan dengan prinsip hukum dan keadilan yang sama,” kata Sidarta.

Atas dasar itu, buruh (pekerja) Jawa Barat mendesak Gubernur Jawa Barat untuk segera merevisi Surat Keputusan UMSK Tahun 2026, dengan merevisi SK Gubernur Jawa Barat yang mengatur tentang UMSK 2026 dengan nilai dan jumlah sektor yang sesuai dengan rekomendasi para bupati/wali kota, serta menjamin proses penetapan upah yang transparan, akuntabel, dan menghormati hasil dialog tripartit di tingkat kabupaten/kota.

Untuk memastikan revisi terhadap SK UMSK tahun 2026 dan sebagai bentuk keseriusan perjuangan konstitusional, buruh (pekerja) Jawa Barat menyatakan akan menggelar aksi lanjutan pada tanggal 29 hingga 30 Desember 2025.

Penulis: Nico Aquaresta/Ter

Elshinta Peduli

Similar News