Dewan Pers minta penjelasan Istana soal pencabutan kartu liputan reporter CNN Indonesia

Update: 2025-09-29 06:47 GMT

Presiden Prabowo Subianto memberikan keterangan kepada wartawan, termasuk reporter CNN Indonesia saat tiba di Lanud Halim Perdanakusuma usai kunjungan kerja di Luar Negeri, Sabtu (27/9/2025) sore

Ketua Dewan Pers Prof. Komaruddin Hidayat menyoroti polemik pencabutan kartu akses liputan seorang reporter CNN Indonesia di lingkungan Istana Kepresidenan. Menurutnya, tindakan tersebut menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmen Pemerintah terhadap kebebasan pers dan berpotensi merugikan citra Kepresidenan.

Dalam wawancara bersama Radio Elshinta, Senin (29/9/2025), Prof. Komaruddin mengungkapkan bahwa Dewan Pers telah menerima laporan terkait insiden ini dan tengah melakukan mediasi. “Kami sudah menerima laporan. Dewan Pers biasanya melakukan mediasi, dan sekarang wakil saya sedang menjalankan proses itu,” ujarnya kepada Anchor Elshinta, Farma Dinata.

Ia menilai, pertanyaan yang diajukan reporter CNN Indonesia kepada Presiden terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih dalam konteks kepentingan publik, mengingat program tersebut tengah menjadi sorotan akibat sejumlah kasus keracunan.

“Wartawan itu menjadi jembatan, memberitakan kepada masyarakat kebijakan pemerintah sekaligus menyampaikan kepada pemerintah apa problem yang terjadi di tengah masyarakat. Jadi seharusnya Pemerintah berterima kasih atas pertanyaan itu,” kata Komaruddin.

Namun, ia mempertanyakan dasar pencabutan kartu akses yang dilakukan pihak Istana. “Apakah itu instruksi Presiden atau inisiatif orang-orang lingkaran Presiden? Apakah tindakan itu konstruktif atau justru merugikan citra kepresidenan?” ujarnya.

Menurutnya, pejabat publik, terlebih Presiden, memang harus siap menerima pertanyaan apapun dari wartawan. “Kalau tidak siap dikritik, jangan jadi pejabat publik. Itu risiko negara demokrasi. Presiden punya hak untuk membatasi pertanyaan, tapi tidak berarti membatasi kebebasan pers,” tegasnya.

Komaruddin juga menekankan pentingnya dialog antara Istana dan wartawan untuk merumuskan formula komunikasi yang lebih sehat. “Sebaiknya Istana mengundang wartawan, mari kita membuat satu formula bagaimana komunikasi istana dengan media. Apakah wartawan itu dianggap nyamuk yang harus diusir, atau mitra yang menyampaikan kegiatan istana? Itu perlu kejelasan,” jelasnya.

Selain itu, ia menyoroti perlunya evaluasi terhadap regulasi pers di tengah perkembangan ekosistem informasi digital. “Mari duduk bersama, pemerintah, komunitas pers, dan masyarakat sipil. Apakah undang-undang pers kita masih relevan atau sudah usang. Kalau komunikasi resmi tersumbat, masyarakat akan lari ke media sosial, dan itu justru bisa lebih liar,” tambahnya.

Di akhir wawancara, Ketua Dewan Pers kembali menegaskan bahwa kebebasan pers harus dihormati oleh semua pihak. “Kalau pemerintah berseberangan dengan wartawan, yang rugi justru pemerintah sendiri karena citranya bisa jatuh. Jadi mari saling menghargai dan menjaga komunikasi yang konstruktif,” pungkas Prof. Komaruddin.

Penulis: Dedy Ramadhany/Ter

Similar News