IGS gelar peluncuran White Paper 2025 untuk kembangkan potensi gas Indonesia

Indonesian Gas Society (IGS) meluncurkan White Paper 2025 bertajuk "Bridging the Next Gas Wave: What will it take to unlock Indonesia’s Gas Potential?"

By :  Widodo
Update: 2025-09-18 01:56 GMT

peluncuran White Paper 2025 untuk kembangkan potensi gas Indonesia. (foto: ist)

Indonesian Gas Society (IGS) meluncurkan White Paper 2025 bertajuk "Bridging the Next Gas Wave: What will it take to unlock Indonesia’s Gas Potential?" Acara ini bertujuan memperkuat ekosistem gas nasional.

"Gas tetap penting bersama energi terbarukan. Kami fokus pada efisiensi, penguatan infrastruktur, dan teknologi rendah karbon," kata Daniel S. Purba, Advisor IGS di hotel Pullman Thamrin Jakarta, Rabu (17/9/2025).

White Paper ini menekankan bahwa permintaan gas meningkat dan Jawa-Sumatra tetap menjadi pusat gravitasi. IGS menekankan pentingnya eksekusi strategi untuk mencapai target transisi energi rendah karbon.

Urai Daniel S. Purba lagi, bahwa potensi gas dari Andaman dan Masela sangat besar dan strategis. Ia memaparkan koordinasi institusional perlu diperkuat agar potensi tersebut tidak hanya menjadi angka, tetapi nyata di lapangan.

“Jika koordinasi tidak dipercepat, cadangan gas hanya terkunci tanpa memberi manfaat optimal bagi pertumbuhan industri,” ujar Daniel.

Daniel pun menyebut transisi energi rendah karbon tidak bisa diabaikan, gas harus berjalan bersamaan dengan energi terbarukan. Ia menyebut bahwa eksekusi efisiensi hulu-hilir, penguatan infrastruktur LNG dan jaringan pipa, kepastian regulasi, harga domestik, serta adopsi teknologi karbon rendah sangat krusial.

“Gas akan tetap menjadi pilar penting transisi energi rendah karbon menuju masa depan berkelanjutan,” tegas Daniel.

Sementara itu, Partner & Head of APAC Advisory Rystad Energy, Samuel Low, memprediksi konsumsi gas domestik akan meningkat dari 3.630 mmscfd pada 2025 menjadi 4.830 mmscfd pada 2035, terutama didukung oleh sektor industri dan listrik. Setelah 2045, konsumsi gas diperkirakan stabil di sekitar 5.700 mmscfd.

Jawa-Sumatra menyumbang sekitar 70% dari permintaan gas nasional. Keseimbangan pasokan dan permintaan gas sangat ketat, dan proyek besar menjadi penopang utama. Proyek IDD, Abadi LNG, dan Andaman diperkirakan akan meningkatkan produksi gas dari 4.970 mmscfd pada 2027 menjadi 7.500 mmscfd pada 2032.

Kapasitas regasifikasi berpotensi tidak mencukupi mulai pertengahan 2030-an. Kebutuhan LNG diproyeksikan akan melampaui kapasitas regasifikasi nasional pada 2035.

Regulasi harga gas untuk sektor kelistrikan dan industri telah diperpanjang hingga 2029. Namun, pembeli tetap berisiko jika harga LNG internasional naik tanpa kepastian lanjutan jangka panjang.


Proyek pipa Dumai-Sei Mangkei (DUSEM) dijadwalkan konstruksi pada 2025 dan target operasi pada 2027 untuk menyalurkan gas Andaman ke Sumatra.

Optimalisasi rantai pasok dan pengembangan biomethane, CCS/CCUS, serta teknologi lainnya dapat mendukung dekarbonisasi.

Tiga prioritas regulasi jangka pendek yang direkomendasikan adalah:

1. Percepatan pembangunan infrastruktur melalui skema PPP yang lebih kuat.

2. Penyelarasan tujuan dan insentif pengadaan LNG.

3. Penyederhanaan perizinan dan proses pengembangan infrastruktur & distribusi.

Wakil Ketua Umum Bidang Advokasi dan Industri ALB Kadin Indonesia, Achmad Widjaja mengatakan, Tak hanya pangan, gerakan ketahanan energy, terutama gas perlu juga digelorakan oleh pemerintah.

Achmad Widjaja menekankan ketahanan energi Indonesia harus dijadikan prioritas utama. Menurutnya, integrasi hulu, midstream, dan hilir migas harus segera diperkuat untuk mencegah fragmentasi pasokan dan distribusi.

“Ketahanan energi membutuhkan perhatian serius karena tanpa integrasi sektor migas, industri nasional akan terus kesulitan berkembang,” ucap Achmad Widjaja.

Achmad juga menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh hanya mengandalkan batubara atau nikel saja. Menurutnya, gas harus menjadi bagian transisi energi rendah karbon agar keberlanjutan industri dan lingkungan tercapai.

“Batubara menghadapi hambatan besar, terutama karena standar ESG membatasi ekspor ke Eropa serta Amerika,” tuntas Achmad. (Dd)

Tags:    

Similar News