IPB: Cuaca ekstrem di Sumatera dipicu anomali siklon tropis
Dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB University Sonni Setiawan menganalisis bahwa cuaca ekstrem di Sumatera akhir-akhir ini, dipicu oleh anomali siklon tropis.
Ilustrasi: Pekerja mengoperasikan alat berat saat membersihkan material banjir bandang dan tanah longsor di Nagari Guguak Malalo, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Selasa (2/12/2025). ANTARA FOTO/Wawan Kurniawan/Lmo/bar.
Dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB University Sonni Setiawan menganalisis bahwa cuaca ekstrem di Sumatera akhir-akhir ini, yang menyebabkan banjir bandang di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, dipicu oleh anomali siklon tropis yang terbentuk sangat dekat dengan garis ekuator, fenemona yang jarang muncul.
"Tahun ini agak menarik perhatian para meteorologis, karena siklon tropis terjadi di dekat ekuator, bahkan di bawah lintang lima derajat," ujar Sonni Setiawan sebagaimana informasi dari IPB University yang diperoleh di Kota Bogor, Rabu.
Fenomena ini dikenal sebagai Siklon Tropis Senyar, yang interaksinya diperkuat oleh beberapa sistem atmosfer lain.
Dalam analisis Sonni, ada interaksi menarik antara Siklon Tropis Senyar, gelombang Ekuatorial Rossby, Madden Julian Oscillation (MJO) yang berada pada Fase 6 di Pasifik Barat tropis, IOD (The Indian Ocean Dipole), serta La Nina yang intens karena termodulasi aktivitas sunspot.
La Nina dan IOD yang ditandai dengan menghangatnya suhu muka laut dapat memberikan pasokan uap air yang berlimpah.
Hal tersebut merupakan syarat awal terbentuknya depresi tekanan, yang kemudian dapat berkembang menjadi bibit-bibit siklon tropis dan pada akhirnya tumbuh menjadi siklon tropis.
Kehadiran gelombang Rossby Ekuator dan MJO dapat menguatkan konvergensi dalam fase genesis siklon tropis.
Kombinasi tersebut, kata Sonni, kemudian membentuk awan-awan Cumulonimbus (CB) dalam jumlah besar dan memicu hujan ekstrem berkepanjangan di Sumatra. Hujan dapat berlangsung lebih dari 24 jam.
Di saat bersamaan, wilayah Indonesia juga berada dalam pengaruh dua bibit siklon dan Siklon Tropis Fina, sehingga risiko bencana hidrometeorologi meningkat.
"Siklon tropis merupakan gangguan atmosfer berskala sinoptik yang dapat memicu bencana hidrometeorologi di wilayah yang dilaluinya, terutama dalam durasi harian di kawasan tropis," katanya.
Dalam kondisi normal, lanjutnya, pembentukan siklon tropis mengikuti pergerakan matahari.
Jika matahari berada di belahan bumi utara, siklon tropis lebih banyak terjadi di utara. Ketika bergeser ke selatan, kejadian pun dominan di selatan.
"Namun tahun ini anomali muncul karena pembentukan terjadi sangat dekat ekuator," kata Sonny.
Ia juga mengingatkan meskipun Indonesia bukan jalur utama siklon, dampaknya tetap signifikan. "Dampaknya memang tidak sebesar daerah di luar batas lintang tersebut, tetapi potensi hujan ekstrem dan angin kencang tetap perlu diwaspadai," katanya.
Fenomena siklon tropis dekat ekuator ini menjadi catatan penting bagi sains meteorologi Indonesia.
Pemantauan satelit dan kajian lebih mendalam diperlukan agar masyarakat dapat lebih siap menghadapi cuaca ekstrem yang kian sering terjadi dalam konteks perubahan iklim global.