Kesiapan SPPG memenuhi sertifikasi dari pemerintah demi keamanan MBG

Kasus keracunan yang dialami para siswa setelah mengonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diberikan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di sejumlah daerah, membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan sertifikasi bagi SPPG.

Update: 2025-10-02 12:10 GMT

Sumber foto: Antara/elshinta.com.

Kasus keracunan yang dialami para siswa setelah mengonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diberikan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di sejumlah daerah, membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan sertifikasi bagi SPPG.

Setelah rapat terbatas mengenai evaluasi pelaksanaan MBG yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto pada Sabtu dan Minggu, pemerintah merumuskan kebijakan baru dengan mengeluarkan enam langkah yang diambil pemerintah untuk penguatan tata kelola Program MBG.

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan pada rapat terbatas tersebut melaporkan mengenai enam langkah yang telah dirumuskan untuk memperkuat tata kelola program MBG.

Pertama, menutup sementara SPPG yang terindikasi bermasalah untuk dievaluasi dan diinvestigasi secara menyeluruh. Evaluasi dilakukan, antara lain, terhadap disiplin, kualitas, dan kemampuan juru masak di seluruh SPPG.

Kedua, mewajibkan SPPG untuk melakukan sterilisasi seluruh alat makan.

Ketiga, mewajibkan SPPG untuk memperbaiki proses sanitasi, khususnya terkait kualitas air dan pengelolaan limbah.

Keempat, mewajibkan setiap SPPG memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sebagai syarat mutlak, bukan lagi sekadar administratif.

Kelima, mengoptimalkan peran Puskesmas dan usaha kesehatan sekolah dalam melakukan pemantauan rutin dan berkala terhadap pelaksanaan MBG di daerah.

Keenam, memastikan seluruh kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, serta pemangku kepentingan lainnya berperan aktif dalam proses perbaikan.

Untuk langkah keempat, Menteri Kesehatan pada Kamis ini menyampaikan bahwa pemerintah menerapkan tiga sertifikasi, yakni Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), dan sertifikasi halal, guna mencegah keracunan terulang.

Tiga sertifikasi itu merupakan standar minimum bagi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Ketiga proses sertifikasi ini akan ditambah satu lagi, yakni rekognisi dari BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). Jadi Kementerian Kesehatan, Badan Gizi Nasional, dan BPOM bekerja sama untuk melakukan sertifikasi ke setiap SPPG.

Zulkifli menyebutkan pemerintah telah membahas tentang akselerasi ketiga sertifikasi tersebut, agar prosesnya cepat, kualitasnya baik, dan tidak ada biaya yang izin yang mahal.

Adapun sertifikasi HACCP adalah untuk memastikan kualitas fasilitas pengolahan makanan, sementara SLHS adalah untuk sertifikasi sumber daya manusianya.

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), HACCP adalah sistem pengendalian mutu dan keamanan pangan berbasis sains yang memonitor bahaya biologis, kimiawi, dan fisik dalam seluruh proses, mulai dari produksi hingga konsumsi.

Selain sertifikasi, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan melakukan pengawasan eksternal seminggu sekali guna memperkuat pengawasan internal program MBG oleh Badan Gizi Nasional.

Kesiapan SPPG

Terkait evaluasi dan perbaikan langkah termasuk sertifikasi yang diterapkan pemerintah tersebut, tiga SPPG di wilayah Bogor dan satu SPPG di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mendukung peningkatan perbaikan dari pemerintah dalam tata kelola MBG tersebut.

SPPG Laladon di Kelurahan Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memastikan mereka sangat selektif dalam memilih bahan baku yang dipesan dari pemasok (vendor).

Jika bahan yang datang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta, maka dapur SPPG Laladon mengajukan penolakan dan meminta vendor untuk segera mengganti sesuai sesuai spesifikasi, kata Kepala SPPG Laladon Mutiara Rengganis kepada ANTARA di Kota Bogor, Kamis.

SPPG yang beralamat di Jalan Sawah Baru Nomor 11 Kampung Parung Jambu, Kelurahan Laladon, ini beroperasi sejak 11 Agustus 2025, melayani 10 sekolah dari taman kanak-anak hingga SMA atau sederajat, serta sejumlah posyandu untuk ibu hamil dan balita, dengan total sebanyak 3.775 porsi per hari.

Mutiara menjelaskan untuk memenuhi standar kualitas, SPPG Laladon selektif dalam pemilihan vendor pemasok bahan baku. ​​​​​​​Vendor antara lain berasal dari koperasi, bumdes, dan UMKM.

"Terdapat spesifikasi khusus terkait bahan yang jika tidak sesuai maka barang tidak diterima dan dikembalikan ke vendor," katanya.

Menurut dia, ahli gizi di SPPG Laladon melakukan perhitungan kebutuhan bahan baku yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap kelompok sasaran. Jadi untuk setiap kelompok sasaran mendapatkan porsi yang berbeda sesuai standar kecukupan gizi masing-masing.

Sebelum didistribusikan, ahli gizi mencoba seluruh masakan (test kit) atau uji organoleptik meliputi, penglihatan dengan mengevaluasi penampilan atau warna suatu produk; pengecapan dengan menilai profil rasa, termasuk rasa manis, asin, asam, pahit, dan gurih, serta sensasi lain seperti pedas; penciuman dengan menganalisis aroma atau bau; perabaan dengan mengukur tekstur termasuk faktor seperti kekenyalan atau kerenyahan. Selain itu, untuk menguji mutu, disimpan dua ompreng sebagai sampel selama 2x24 jam.

Di SPPG Laladon, ​​​​​​​setiap hari kegiatan memasak dimulai pukul 01:00 WIB dengan durasi memasak bertahap, tergantung menu.

Kebersihan selalu dijaga dengan menerapkan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk setiap petugas seperti masker, apron, sarung tangan, dan sepatu safety. Petugas juga menerapkan cuci tangan sebelum dan setelah melakukan aktivitas. Setiap tim diwajibkan untuk melakukan pembersihan ruangan kerja setelah aktivitas tiap tim selesai, mulai dari menyapu, mengepel, dan mencuci setiap alat yang digunakan.

Dapur SPPG Laladon menerapkan pelaksanaan kebersihan setiap memulai dan akhir proses kerja tiap hari, lalu kerja bakti pembersihan (general cleaning) untuk seluruh petugas setiap Jumat sore dan general cleaning dari vendor setiap 2-3 minggu sekali untuk menjaga kebersihan lingkungan dapur SPPG.

Soal menu, disusun setiap satu minggu oleh ahli gizi. Terdapat dua menu susu untuk setiap minggu dan 1 hari spesial untuk menu non-nasi. Penyusunan menu disesuaikan dengan standar pemenuhan gizi harian dan sebisa mungkin request (permintaan) dari para siswa di sekolah juga dapat dipenuhi.

Pencegahan

Mengenai keterlambatan pengiriman paket makanan, Mutiara mengatakan keterlambatan pengiriman hanya terjadi di minggu pertama SPPG Laladon beroperasi karena petugas masih memerlukan penyesuaian untuk produksi dalam jumlah besar.

"Setelah itu tidak pernah terlambat," katanya

Untuk mengatasi adanya kemungkinan makanan basi atau keracunan, tindakan pencegahan yang dilakukan oleh SPPG Laladon adalah memastikan seluruh makanan sudah dalam kondisi dingin sebelum dikemas, sehingga tidak menimbulkan uap saat ompreng ditutup. Pihaknya pun memastikan makanan dimasak dengan kematangan yang sempurna dan memisahkan tempat antara bahan mentah dan makanan matang sehingga meminimalisasi risiko kontaminasi silang antara bahan mentah dan makanan matang. Selain itu, memastikan kebersihan ompreng dan senantiasa menjaga agar ompreng tidak basah saat akan digunakan untuk memorsikan makanan karena hal tersebut dapat memicu risiko pertumbuhan bakteri.

Mutiara menyebutkan total keseluruhan pekerja atau petugas sebanyak 50 orang, terdiri atas Kepala SPPG, ahli gizi, akuntan, dan 47 petugas yang berasal dari daerah dekat SPPG

Ia menjelaskan luas dapur dibuat sesuai standar dari Badan Gizi Nasional, petugas mendapatkan tiga seragam, dan peralatan untuk memasak dan makan sudah sesuai dengan standar yang ada di juknis yaitu SUS304, standar baja tahan karat.

SPPG Cijayanti 2

Sementara itu SPPG Cijayanti 2 di Desa Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sejak beroperasi pada 15 September lalu atau setelah dua pekan berjalan, belum menerima keluhan tentang kualitas menu MBG yang mereka sajikan.

SPPG Cijayanti 2 setiap hari menyajikan sebanyak 3.297 porsi kepada para siswa di 23 sekolah tingkat SD hingga SMA atau sederajat dan sejumlah posyandu bagi ibu hamil serta anak-anak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).

Kepala SPPG Cijayanti, Savira Hazra, dalam wawancara dengan Antara di Bogor, Kamis, bersyukur sejak beroperasi 15 September lalu seluruh proses, dari pemilihan dan pengadaan bahan baku hingga evaluasi setelah menu MBG terdistribusi, berjalan baik dan lancar.

"Alhamdulillah tidak ada kekurangan, tidak ada keterlambatan," kata Savira. Pihaknya selalu menanyakan kepada pihak-pihak penerima manfaat mengenai kualitas menu dan layanan yang diberikan oleh SPPG Cijayanti 2.

Di Desa Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, terdapat tiga SPPG, yakni SPPG Cijayanti Babakan Madang 2 yang telah beroperasi lebih dari delapan bulan yang lalu. Kemudian SPPG Cijayanti 2 yang beroperasi sejak 15 September lalu, dan SPPG Kementerian Polkam yang peletakan batu pertama pembangunannya dilakukan oleh Wakil Menko Polkam Letjen TNI (Purn) Lodewijk F Paulus pada 7 Agustus 2025 dan ditargetkan selesai setelah 45 hari pembangunan.

Savira menyatakan bahwa keberadaan SPPG Cijayanti juga membawa manfaat bagi warga masyarakat setempat, karena menggerakkan roda perekonomian di daerah tersebut. Pihaknya bersinergi dengan Koperasi Desa Merah Putih serta sejumlah UMKM dalam pengadaan bahan baku serta peralatan atau kelengkapan SPPG.

Ia menyebutkan ada sebanyak 47 petugas yang bekerja di SPPG Cijayanti dan sebagian merupakan warga masyarakat setempat sehingga membuka lapangan kerja baru untuk bekerja di SPPG Cijayanti maupun untuk para pemasok bahan baku.

Savira memastikan bahwa bahan baku yang mereka olah untuk MBG berasal dari bahan-bahan yang bagus dan segar. Prosesnya juga higienis.

Dalam proses memasak hingga penyajian, katanya, juga dipastikan berjalan sesuai standar kebersihan dan keamanan antara lain dengan melakukan sejumlah tes, termasuk tes organoleptik oleh ahli gizi.

Menu yang disajikan pun setiap hari berbeda agar para penerima manfaat tidak bosan dalam menikmati MBG yang sehat dan bergizi.

"Siklusnya tujuh hari sekali," katanya.

Savira mengatakan akan terus meningkatkan kualitas gizi dan keragaman menu MBG, termasuk membangun komunikasi yang lebih interaktif melalui media sosial.

Mengenai sejumlah kasus keracunan yang menimpa penerima manfaat, Savira turut prihatin dan kejadian di lain daerah tersebut menjadikan dirinya untuk mawas diri dan makin meningkatkan quality control mulai dari penyiapan bahan baku hingga setelah menu MBG terdistribusi dan dikonsumsi.

Untuk mencegah keracunan terulang, ia sependapat bahwa perlunya evaluasi dari pemerintah terhadap SPPG, termasuk persyaratan bahwa SPPG harus memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS), bahkan bersertifikat halal.

Sejak pilot project

SPPG Warungkiara 2 Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat menjamin keamanan menu Program Makan Bergizi Gratis (MBG), baik keamanan proses memasak, standar gizi maupun keamanan distribusi, sehingga menyehatkan untuk dikonsumsi.

Proses dari perencanaan hingga evaluasi berjalan memenuhi tahapan quality control, kata Kepala SPPG Warungkiara 2 Kabupaten Sukabumi Rian Raihan M.

SPPG Warungkiara sejak awal menjadi salah satu dari 100 titik pelaksanaan percontohan (pilot project) Program MBG dari Badan Gizi Nasional sejak November 2025, sehingga sejak program ini diluncurkan pada 6 Januari 2025, telah melayani para penerima manfaat Program MBG.

Pada 14 Maret lalu, SPPG ini dimonitor langsung oleh Kepala BGN, Dadan Hindayana bersama Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, serta telah dikunjungi oleh berbagai pejabat negara dalam waktu yang berbeda-beda, yang ingin memastikan bahwa pelayanan dalam Program MBG dapat berjalan lancar dan efektif.

SPPG Warungkiara 2 Kabupaten Sukabumi ini melayani 32 sekolah dengan 3.700 siswa dari tingkat SD hingga SMA sederajat serta sejumlah pos pelayanan terpadu (posyandu) untuk penerima manfaat dari kalangan ibu hamil dengan porsi sekitar 200 ompreng.

Mengenai evaluasi dari pemerintah pusat terhadap SPPG akhir pekan lalu, antara lain agar setiap SPPG memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS), Kepala SPPG Warungkiara menceritakan bahwa persyaratan tersebut tidak menjadi masalah, karena sejak awal kondisi dapur dalam keadaan bersih, aman, dan terbebas dari polusi.

"Setiap peralatan yang digunakan pun sesuai standar dari BGN dan tempat sajian (ompreng) terbuat dari bahan steril dan ada penutupnya," katanya.

Bahan baku seperti sayur serta bumbu, buah-buahan, beras, daging, dan sebagainya, katanya, berasal dari bahan yang segar dan higienis, yang didatangkan dari pemasok UMKM sekitar dan telah dikenal. Sementara susu dari distributor.

Jaminan standar mutu MBG juga disampaikan ​​​​​​​SPPG Tanah Baru 01 di Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat. Mereka memastikan menu MBG yang mereka produksi telah memenuhi standar gizi dan higienis.

"Sebelum dikirim, dilakukan tes organoleptik oleh ahli gizi serta menggunakan test kit atau prosedur dengan mengisi formulir dan diberikan otentifikasi," kata Kepala SPPG Tanah Baru 01 Bogor Utara Melinda Octaviani.

SPPG Tanah Baru 01 Kota Bogor beroperasi sejak 1 September 2025 melayani dan menyajikan 3.127 porsi dalam ompreng, yang didistribusikan ke 14 sekolah dan lima posyandu (pos pelayanan terpadu) di Kota Bogor.

Jumlah pekerja di SPPG ini sebanyak 47 orang plus petugas keamanan sebanyak dua orang. Saat bekerja, setiap petugas mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) untuk menghindari kontaminasi bahan makanan. Seluruh peralatan masak dan tempat penyajian makanan yang digunakan juga dipastikan steril.

Mengenai asal bahan makanan, Melinda menceritakan seluruhnya didapat dari penggerak UMKM setempat, seperti sayuran dan bumbu, buah-buahan, telur, dan daging, sedangkan susu dari pabrik.

Melinda mengatakan, pihaknya sangat mendukung program sertifikasi dari pemerintah karena akan membuat tata kelola MBG menjadi lebih baik dan dapat terawasi secara berkesinambungan. Dengan demikian diharapkan tak ada lagi kasus keracunan yang dialami para penerima manfaat.

Tags:    

Similar News