Kritik validitas data BPS, Agus Pambagio: Kalau datanya salah, kebijakan pasti salah
Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengkritik keakuratan dan konsistensi data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Menurutnya, data Pemerintah seringkali tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi lapangan, sehingga berpotensi menyesatkan arah kebijakan publik.
Hal tersebut disampaikan Agus dalam wawancara di Elshinta News and Talk edisi pagi Jumat (7/11/2025).
Agus mempertanyakan sejauh mana publik dapat mempercayai data yang dirilis oleh BPS. Pasalnya, ia menemukan ketidaksesuaian antara data statistik dan realitas di masyarakat.
“Kalau datanya salah, kebijakan bisa salah. Banyak sekali itu terjadi,” ujar Agus kepada News Anchor Radio Elshinta, Asrofi.
Ia menyoroti pentingnya penerapan kebijakan Satu Data Indonesia yang secara hukum seharusnya berada di bawah koordinasi Bappenas. Namun, hingga kini kebijakan tersebut belum berjalan optimal, sehingga tiap instansi masih menggunakan dan menerbitkan data sendiri.
“By law, satu data Indonesia itu seharusnya ada di Bappenas. Tapi sampai hari ini belum berjalan. Jadi semua lembaga masih punya data masing-masing,” jelasnya.
Agus juga mencontohkan perbedaan data penerima bantuan sosial dan data kemiskinan nasional yang menunjukkan ketidaksinkronan. Ia menilai, jika data acuan sudah salah sejak awal, maka kebijakan sosial maupun ekonomi berpotensi tidak tepat sasaran.
Selain itu, ia menyoroti data rata-rata lama sekolah 9 tahun yang menggambarkan sebagian besar masyarakat Indonesia baru menamatkan pendidikan setingkat SMP. Menurutnya, Pemerintah harus memperkuat sistem verifikasi dan memperluas program pendidikan agar target wajib belajar 12 tahun dapat terwujud.
“Itu tugas kementerian terkait untuk memastikan program bantuan pendidikan dasar dan menengah berjalan. Jangan hanya laporan Asal Bapak Senang (ABS-red),” tegasnya.
Dalam konteks ekonomi, Agus juga menyoroti data pengeluaran per kapita tahunan sebesar Rp12,8 juta yang dirilis BPS. Ia menilai angka tersebut seharusnya tidak dijadikan dasar kebijakan tanpa analisis lapangan yang komprehensif.
“Membuat data BPS itu selain riset, harus banyak konsultasi dengan para ahli. Kalau datanya belum benar, ya kebijakannya pasti ikut salah,” katanya.
Menurut Agus, lemahnya sistem data nasional berdampak pada semua sektor, mulai dari transportasi, pendidikan, hingga kesejahteraan sosial. Ia mengingatkan bahwa data menjadi fondasi bagi perumusan dan mitigasi kebijakan publik.
“Data itu dasar dari setiap kebijakan dan solusi. Kalau datanya ngaco, maka pendekatannya pun pasti ngaco,” ujarnya.
Penulis: Dedy Ramadhany/Ter