MagangHub Kemnaker dan stimulus ekonomi generasi muda

Update: 2025-12-28 00:47 GMT
Elshinta Peduli

Ketika data menjadi jendela awal untuk memahami kompleksitas, mungkin ada harapan yang mengemuka dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2025 yang mencatat angka pengangguran sebesar 7,28 juta orang, atau sekitar 4,76 persen dari total angkatan kerja.

Secara persentase, capaian ini menunjukkan tren perbaikan dibanding tahun sebelumnya. Meskipun demikian, jumlah pengangguran secara nominal masih menunjukkan peningkatan. Hal ini memberi pesan penting: perbaikan indikator makro perlu terus diiringi dengan penguatan kesejahteraan mikro.

Lebih jauh, tantangan ke depan adalah memastikan lapangan kerja yang tercipta bukan hanya sekadar tersedia, tetapi juga stabil, layak, dan produktif, sehingga benar-benar mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Kelas menengah

Statistik BPS menunjukkan bahwa mayoritas kelas menengah Indonesia adalah orang muda: Generasi Milenial (24,60 persen), Gen Z (24,12 persen), dan Gen Alpha (12,77 persen). Pertanyaan pentingnya, apakah menjadi bagian dari kelas menengah berarti aman dari guncangan ekonomi? Jawabannya, jelas tidak.

Sebaliknya, kelompok ini justru paling rentan. Mereka tidak miskin secara "administratif", tetapi secara struktural sangat rapuh. Mereka sering disebut sebagai generasi sandwich yang harus menghidupi diri sendiri, membiayai orang tua, dan mulai menyiapkan masa depan anak-anaknya.

Orang muda, kini hidup dalam logika mode bertahan. Jangankan menabung atau investasi, bertahan hidup saja sudah menjadi perjuangan. Gaji dipakai untuk biaya kos, transportasi, makan, tagihan, dan jika sempat, biaya eksistensi sosial agar tak tersisih dari "lingkaran komunitas". Jika ada sisa, itu pun mungkin hanya cukup untuk membeli diskon.

Elshinta Peduli

Chatib Basri, dalam opininya menyampaikan bahwa "Instrumen perlindungan sosial dan lapangan kerja kelas menengah memang perlu dipikirkan. Mereka tak tergolong miskin, namun guncangan ekonomi dapat mengantar mereka pada kemiskinan. Hidup kelas menengah memang tak mudah. Ia butuh keterampilan untuk menganggap 'diskon' sebagai bentuk kekayaan dan 'belanja hemat' sebagai prestasi".

Jeritan orang muda bukan hanya akibat dari dinamika ekonomi global. Ada persoalan mendalam dalam desain struktural kebijakan kita. Pendidikan tinggi belum selaras dengan kebutuhan industri. Lulusan sarjana membanjiri pasar kerja, tanpa keterampilan yang sesuai dengan permintaan. Sementara itu, sektor informal menjadi penampung terbesar, tapi tanpa perlindungan dan kejelasan masa depan.

Di sisi lain, instabilitas ketenagakerjaan juga diperparah oleh gelombang PHK di sektor teknologi, manufaktur, dan ritel. Banyak orang muda yang sebelumnya merasa sudah "mapan", justru harus kembali ke titik nol. Ini bukan sekadar kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan arah hidup. Sense of security yang selama ini dipinjam dari gaji bulanan, tiba-tiba lenyap, meninggalkan kegelisahan eksistensial.

Keseriusan membenahi

Meningkatnya ketergantungan pada formasi aparatur sipil negara (ASN) menjadi cerminan ketidakmampuan sektor swasta menciptakan pekerjaan yang aman dan menjanjikan. Pemerintah seakan menjadi satu-satunya harapan. Namun, membuka formasi ASN besar-besaran jelas bukan solusi. Anggaran negara akan tergerus untuk membayar gaji birokrat, bukan untuk belanja pembangunan atau subsidi produktif.

Jika lapangan kerja publik menjadi pelarian, maka kita sedang menyaksikan distorsi ekonomi yang kronis. Idealnya, peran negara adalah sebagai enabler penyedia infrastruktur, penguat pasar tenaga kerja, bukan sebagai satu-satunya penyerap tenaga kerja. Kita butuh kebijakan yang mampu menumbuhkan sektor produktif, memberdayakan UMKM, dan menstimulus industri kreatif, serta ekonomi yang memberi ruang bagi kreativitas orang muda.

Pemerintah harus segera meninggalkan pendekatan kebijakan yang sekadar bersifat populistik, dan mulai membangun kebijakan struktural yang adil dan futuristik. Beberapa langkah penting yang perlu diprioritaskan: reformasi sistem pendidikan dan ketenagakerjaan, perlindungan sosial untuk kelas menengah, pengembangan ekosistem ekonomi baru, desentralisasi akses dan informasi pekerjaan.

Jika orang muda hari ini hanya dibekali dengan semangat, tanpa sistem pendukung yang memadai, maka mereka akan tetap terjebak dalam siklus mode bertahan yang panjang. Mereka bukan hanya akan kehilangan harapan, tetapi juga kehilangan kemampuan untuk berkontribusi bagi negara. Jika kita gagal menyelamatkan orang muda hari ini, maka kita sesungguhnya sedang gagal menyelamatkan masa depan republik ini.

Sudah saatnya kebijakan negara berpihak, bukan hanya hadir. Bukan lagi saatnya membahas angka kemiskinan dengan indikator administratif, tetapi dengan realitas kehidupan yang semakin brutal dan menuntut respons yang cerdas. Jangan sampai orang muda kita mengalami fenomena "mati segan, hidup tak mau", akibat persoalan sistemik yang semakin lama semakin parah dan tidak pernah benar-benar dibenahi.

MagangHub Kemnaker

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Permenaker Nomor 8 Tahun 2025 mengenai Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah Program Pemagangan Lulusan Perguruan Tinggi, terlihat jelas bahwa negara tengah menegaskan kembali perannya dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang adaptif dan kompetitif.

Regulasi ini bukan sekadar perangkat administratif, melainkan instrumen strategis untuk menjawab tantangan struktural dunia kerja, khususnya bagi lulusan perguruan tinggi yang tengah memasuki fase transisi menuju pasar tenaga kerja.

Peluncuran Program Magang Nasional 2025 oleh Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, dengan target 100.000 peserta, menjadi penanda keseriusan pemerintah dalam menyiapkan generasi muda yang tidak hanya siap kerja, tetapi juga memiliki kompetensi yang relevan dengan kebutuhan industri.

Program ini semakin diperkuat dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa Program Magang Lulusan Perguruan Tinggi (Magang Bergaji) menjadi bagian dari paket stimulus ekonomi kuartal IV tahun 2025.

Artinya, program ini tidak hanya berdimensi sosial, tetapi juga memiliki fungsi ekonomi makro sebagai bantalan stabilitas tenaga kerja nasional.

Data capaian program menunjukkan antusiasme yang tinggi. Pada Batch I, sebanyak 15.876 peserta terserap dari target 20.000, sementara Batch II mencatat 62.754 peserta dari kuota 80.000. Dengan demikian, masih terdapat 17.246 slot kosong yang mendorong dibukanya gelombang berikutnya.

Angka ini menunjukkan dua hal sekaligus, yakni besarnya minat generasi muda terhadap program ini, sekaligus perlunya penguatan strategi sosialisasi dan penyelarasan kebutuhan industri agar kuota dapat terserap optimal.

Konteks ini menjadi semakin relevan jika dikaitkan dengan kondisi ketenagakerjaan nasional, saat ini. Indonesia berada pada fase krusial pembangunan SDM, dengan target ambisius pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen. Di sisi lain, setiap tahun terdapat tambahan sekitar 3,67 juta angkatan kerja baru, yang mayoritas berasal dari kelompok usia 15–29 tahun.

Tantangan utama, bukan sekadar menciptakan lapangan kerja, tetapi memastikan adanya kecocokan antara kompetensi lulusan dengan kebutuhan riil industri. Kesenjangan keterampilan masih menjadi persoalan laten, diperparah oleh produktivitas tenaga kerja Indonesia yang relatif tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, sebagaimana tercermin dalam Rencana Strategis Kementerian Ketenagakerjaan 2025–2029.

Dalam konteks inilah, MagangHub Kemnaker menjadi salah satu instrumen kebijakan yang relevan dan strategis. Bagi generasi muda, program ini bukan sekadar ruang belajar, melainkan jembatan transisi dari dunia akademik menuju dunia kerja yang sesungguhnya.

Adanya dukungan berupa uang saku dari pemerintah juga menunjukkan kehadiran negara dalam memastikan bahwa proses peningkatan kompetensi tidak menjadi beban ekonomi bagi peserta. Tidak heran apabila respons publik, terutama dari kalangan muda, terlihat sangat positif di berbagai platform media sosial.

Lebih jauh, jika dikaitkan dengan arah pembangunan jangka panjang, sebagaimana tertuang dalam RPJPN 2025–2045, program ini memiliki posisi strategis. Target Indonesia Emas 2045, mulai dari peningkatan pendapatan per kapita setara negara maju, penghapusan kemiskinan ekstrem, hingga peningkatan daya saing SDM tidak mungkin dicapai, tanpa investasi serius pada kualitas manusia Indonesia.

Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi berkelanjutan pada kisaran 6–7 persen, negara harus memastikan generasi mudanya tetap produktif, adaptif, dan terlindungi dari risiko pengangguran struktural maupun pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalam konteks inilah MagangHub Kemnaker menjadi salah satu instrumen kebijakan yang relevan dan kontekstual.

Mengintegrasikan

Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap kebijakan publik memiliki ruang untuk penyempurnaan. Salah satu catatan penting adalah ketentuan dalam Permenaker Nomor 8 Tahun 2025 yang membatasi peserta hanya bagi lulusan, maksimal satu tahun sejak kelulusan.

Ke depan, pemerintah perlu mengkaji kemungkinan perluasan batas waktu tersebut agar lulusan pada tahun-tahun sebelumnya juga memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan kompetensi dan daya saing. Hal ini penting mengingat tidak semua lulusan memiliki akses dan kesempatan yang setara pada fase awal pasca-lulus kuliah.

Selain itu, penguatan ekosistem lintas kementerian menjadi kebutuhan strategis. Kementerian Ketenagakerjaan perlu membangun sinergi yang lebih sistemik dengan Kementerian PANRB, BKN, BPI Danantara, hingga BP BUMN.

Integrasi data dan rekam jejak alumni MagangHub Kemnaker dengan sistem rekrutmen CPNS, BUMN, maupun sektor swasta, akan menciptakan kesinambungan kebijakan dari hulu ke hilir. Dengan demikian, program magang tidak berhenti sebagai pengalaman temporer, melainkan menjadi jalur afirmatif menuju pekerjaan yang berkelanjutan.

Pada akhirnya, Magang Hub Kemnaker dapat menjadi contoh bagaimana kebijakan publik yang dirancang secara adaptif mampu menjawab tantangan zaman. Program ini bukan sekadar tentang magang, tetapi tentang membangun harapan, membuka akses, dan menyiapkan generasi muda agar mampu berdiri kokoh di tengah dinamika ekonomi global.

Jika dikelola secara konsisten, terintegrasi, dan berkelanjutan, MagangHub Kemnaker berpotensi menjadi salah satu fondasi penting dalam perjalanan Indonesia menuju visi besar Indonesia Emas 2045.

Tantangan terbesar berhasilnya program pemerintah hari ini bukan sekadar pada alokasi anggaran, melainkan pada implementasi yang efektif. Setiap kebijakan tidak boleh berhenti pada tahap desain yang populis atau sekadar diumumkan, tetapi harus benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Sebagaimana pernah dipaparkan oleh Bambang Brodjonegoro, mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, salah satu prasyarat utama agar Indonesia dapat bertransformasi menjadi negara maju adalah dengan memastikan dominasi struktur demografisnya diisi oleh kelompok kelas menengah yang kuat, bukan hanya secara kuantitas, tetapi juga secara kualitas.

Kelas menengah diharapkan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional melalui daya beli yang stabil, pola konsumsi yang produktif, serta partisipasi aktif dalam pembangunan. Cita-cita itu agaknya semakin menjauh jika kita jujur menatap realita hari ini.

Tags:    
Elshinta Peduli

Similar News