Mewaspadai pengaruh terorisme lewat game online
Ilustrasi - Bermain game online. ANTARA/Ida Nurcahyani/am.
Mewaspadai semua kemungkinan terkait aksi terorisme, termasuk yang menyusup ke game online, adalah langkah tepat agar bangsa Indonesia tidak kecolongan terhadap tindakan kaum radikal ini. Meskipun dalam beberapa tahun ini, aksi-aksi terorisme tidak lagi terdengar, bukan berarti gerakan mereka sudah tidak ada lagi. Mereka menyebarkan paham menggunakan salah satu sarana di dunia digital, yakni game online.
Bisa jadi, fakumnya aksi terorisme itu merupakan bagian dari strategi agar seluruh elemen bangsa ini, khususnya aparat negara yang bertugas menghadapi mereka, menjadi lengah. Media game online mereka anggap lebih aman.
Sebagaimana kita ketahui bersama, mereka yang terlibat dalam aksi terorisme tersebut adalah orang-orang yang juga belajar mengenai strategi perang. Sebagaimana strategi perang, mundur dari arena atau tidak melakukan serangan adalah bentuk strategi untuk memuluskan aksi berikutnya. Game online menjadi pilihan menyebar pengaruh karena di dalamnya banyak anak-anak muda yang nongkrong.
Salah satu bukti bahwa kaum teroris itu masih ada dan terus menyebarkan pengaruh adalah ditangkapnya empat orang yang masuk dalam jaringan pendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di wilayah Sumatera Barat (Sumbar) dan Sumatera Utara (Sumut).
Keempat orang yang tergabung dalam kelompok "Ansharut Daulah" dan aktif menyebarkan serta memprovokasi aksi teror melalui media sosial itu ditangkap oleh tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri pada 3 dan 6 Oktober 2025.
Penangkapan itu menunjukkan bahwa sekelompok orang yang memimpikan negara khilafah di Indonesia itu masih ada dan perlu selalu waspadai bersama.
Sebagai ideologi, paham bahwa dasar negara Pancasila harus diganti dengan sistem khilafah dan negara Islam, sangat kuat dalam keyakinan mereka. Karena itu, meskipun upaya-upaya penindakan tegas dan penyadaran telah dilakukan oleh aparat pemerintah, aksi terorisme itu tidak langsung hilang seketika.
Para teroris itu terus menyusun strategi dan aksi, lewat berbagai saluran. Kalau selama ini menggunakan jalur pertemuan tatap muka dengan kelompok sasaran yang akan mereka pengaruhi, sehingga mudah terdeteksi oleh aparat keamanan, maka mereka beralih ke jalur dalam jaringan atau daring, termasuk lewat game online.
Dengan menyasar untuk memengaruhi anak-anak muda, mereka menyusupkan paham kekerasan itu lewat permainan atau game online, sebagaimana diingatkan oleh Deputi Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen TNI TNI Sudaryanto, dalam dialog kebangsaan di Padang, Sumatera Barat, Rabu (8/10).
Atas peringatan dari BNPT itu, para orang tua harus waspada terhadap perilaku anak-anaknya, terutama ketika si anak bermain game online di telepon seluler atau ponsel pintar. Tentu saja, pengawasan orang tua ini juga memerlukan strategi agar si anak tidak menghindar ketika orang tua mengajak bicara.
Orang tua tidak boleh main "tembak langsung" dengan menuduh anaknya berteman dengan kaum teroris. Orang tua, diam-diam bisa mendengarkan suara permainan si anak di ponsel.
Di luar permainan di ponsel itu, orang tua perlu mengajak anak untuk berbicara mengenai topik-topik ringan yang membuat anak nyaman bercerita. Ketika anak sudah merasa nyaman bercerita, orang tua bisa meminta anak mengomentari permainan atau game online di ponsel, seperti terkait apa yang membuat anak merasa senang dan seru dengan permainan di ponsel itu.
Meskipun membutuhkan waktu lama, dan pertemuan berulang, orang tua pasti bisa mengulik pengalaman si anak dalam bermain game online, sehingga akhirnya mudah untuk mendeteksi apakah dalam permainan itu ada ajakan-ajakan yang mengarah ke paham radikal.
Proses menularkan paham radikal itu dilakukan karena dalam game online biasanya ada fasilitas untuk berkomunikasi antara pemain satu dengan yang lainnya. Setelah seseorang mulai menerima paham yang disebarkan oleh kaum radikal, anak-anak akan dibawa masuk lebih dalam, dengan memasukkannya ke dalam grup percakapan kelompok tersebut.
Benteng terkuat
Benteng terkuat untuk melindungi anak-anak dari pengaruh-pengaruh negatif adalah orang tua. Untuk membangun kedekatan antara anak dengan orang tua, satu-satunya jalan adalah komunikasi yang harus terus menerus dibiasakan.
Komunikasi yang nyaman antara anak dengan orang tua perlu terus menerus dipupuk, sehingga generasi muda bangsa ini terselamatkan dari pengaruh paham radikal dan teroris. Selain orang tua, kepedulian keluarga dekat, termasuk tetangga di lingkungan tempat tinggal, adalah bagian dari lapisan benteng untuk menolong generasi muda dari gempuran hal-hal negatif, termasuk terorisme.
Antarkeluarga dan antartetangga hendaknya saling peduli dan saling mengingatkan jika menemukan indikasi anak muda di lingkungannya terpengaruh oleh paham yang mengarah ke terorisme.
Selektif memilih lembaga pendidikan atau guru untuk mengajarkan agama kepada anak-anak juga merupakan langkah preventif dalam ikut menjaga bangsa ini tetap damai, terbebas dari pengaruh paham radikal dan ekstremisme.
Mari saling peduli dan saling menjaga generasi muda bangsa ini. Gerakan kaum teroris ini adalah batu sandungan paling berbahaya dalam upaya negara dan bangsa menyiapkan generasi emas menuju Indonesia unggul 2045.