Panel surya BTS wilayah 3T: solusi energi untuk konektivitas nasional
Foto udara deretan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terpasang di atap pusat perbelanjaan Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (3/9/2025). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap per Juli 2025 telah mencapai 538 Megawatt peak (MWp) di 10.882 pelanggan PLN, sementara target kapasitas PLTS atap hingga tahun 2028 adalah 2 GW yang tersebar di berbagai wilayah termasuk Sulawesi. ANTARA FOTO/Hasrul Said/foc. (ANTARA FOTO/HASRUL SAID)
Indonesia, sebagai negara kepulauan, dengan lebih dari 17.000 pulau menghadapi tantangan besar dalam pemerataan akses telekomunikasi. Wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) sering kali terisolasi dari infrastruktur dasar, termasuk listrik dan jaringan komunikasi.
Dalam konteks ini, penggunaan solar panel (panel surya) sebagai sumber energi untuk base transceiver station (BTS) menjadi solusi strategis yang tidak hanya mendukung konektivitas, tetapi juga mendorong transisi energi bersih yang berkelanjutan.
Pembangunan BTS di wilayah 3T menghadapi kendala geografis, minimnya akses jalan, dan tidak tersedianya jaringan listrik PLN. Operator telekomunikasi dan pemerintah, melalui Kementerian Komdigi, telah mengidentifikasi bahwa energi surya adalah alternatif paling efektif untuk mengoperasikan BTS di daerah terpencil.
Panel surya mampu menyediakan daya secara mandiri, mengurangi ketergantungan pada genset berbahan bakar fosil yang mahal dan tidak ramah lingkungan. Selain itu, penggunaan solar panel juga mengurangi biaya logistik pengangkutan bahan bakar ke lokasi terpencil yang sering kali sulit dijangkau.
Salah satu contoh nyata adalah pembangunan BTS di Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau. Di wilayah itu, BTS yang dibangun oleh Kementerian Komdigi menggunakan solar panel sebagai sumber utama energi, dengan kapasitas antara 750 hingga 1.800 watt, tergantung kebutuhan site.
Sinar Matahari yang melimpah di Anambas menjadikan panel surya sebagai solusi ideal untuk menjaga keberlangsungan operasional BTS. Keberhasilan proyek ini menjadi bukti bahwa teknologi energi terbarukan dapat diimplementasikan secara efektif di daerah terpencil.
Efisien
Penggunaan solar panel di BTS tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga efisien secara biaya. Laporan dari Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII) bahwa penggunaan solar panel di site hybrid, seperti di Bukit Tengah, Klungkung, Bali, mampu menghemat biaya operasional hingga 15–20 persen.
Di wilayah Maluku dan Papua sendiri telah mengoperasikan 615 site BTS yang sepenuhnya menggunakan solar panel dan baterai, yang mampu bertahan hingga tiga hari, tanpa sinar Matahari. Efisiensi ini sangat penting dalam konteks operasional jangka panjang, terutama di daerah yang tidak memiliki akses listrik konvensional.
Beberapa BTS di wilayah 3T juga menggunakan sistem hybrid, yaitu kombinasi antara solar panel dan genset. Sistem ini memastikan pasokan energi tetap tersedia, saat cuaca mendung atau saat kebutuhan daya meningkat. Untuk menjaga performa, operator bisa menerapkan surveillance system digital yang memantau ketersediaan daya dan performa perangkat secara real time. Teknologi monitoring ini memungkinkan operator untuk melakukan pemeliharaan secara proaktif dan menghindari downtime yang dapat mengganggu layanan telekomunikasi.
Operator besar, seperti Telkomsel, XL Axiata, dan Telkom Indonesia, telah menunjukkan komitmen terhadap penggunaan energi terbarukan. Telkomsel, misalnya, telah memasang 275 solar panel dan micro hydro generator di BTS mereka, dengan estimasi pengurangan emisi karbon sebesar 1.774 ton CO₂eq. Mereka juga membeli Renewable Energy Certificates (REC) dari PLN untuk memperluas penggunaan energi hijau. Langkah ini menunjukkan bahwa perusahaan telekomunikasi tidak hanya fokus pada ekspansi jaringan, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan.
XL Axiata telah menerapkan konsep Green BTS sejak 2015, dengan modernisasi perangkat BTS yang mengurangi konsumsi energi hingga 50 persen. Mereka juga mengganti shelter BTS besar dengan perangkat outdoor yang tidak memerlukan pendingin ruangan, serta mulai menggunakan baterai lithium sebagai pengganti genset di daerah tanpa pasokan listrik. Inovasi ini tidak hanya mengurangi konsumsi energi, tetapi juga memperpanjang umur perangkat dan mengurangi biaya pemeliharaan.
Peran pemerintah
Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) aktif mendorong penggunaan energi surya di BTS wilayah 3T. Di Papua dan Papua Pegunungan, BTS yang dibangun menggunakan panel surya sebagai sumber utama energi, memastikan akses internet tetap tersedia untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan pertahanan. Program ini menjadi bagian dari strategi nasional untuk memperkuat infrastruktur digital di daerah yang selama ini tertinggal dalam hal konektivitas.
Presiden Prabowo Subianto juga meresmikan 47 PLTS di desa-desa 3T sebagai bagian dari proyek ketenagalistrikan nasional. Proyek ini memberi akses listrik kepada lebih dari 5.000 rumah tangga, meningkatkan kualitas hidup dan mendukung transformasi digital di daerah terpencil. Dengan adanya listrik dan konektivitas, masyarakat dapat mengakses layanan publik secara lebih efisien, termasuk pendidikan daring, layanan kesehatan digital, dan transaksi ekonomi berbasis internet.
Kehadiran BTS yang didukung oleh energi surya di wilayah 3T membawa dampak besar bagi masyarakat. Akses internet memungkinkan anak-anak belajar daring, Puskesmas melayani pasien dengan sistem digital, dan pelaku UMKM memasarkan produk secara daring. Dengan konektivitas yang stabil, ekonomi lokal dapat tumbuh, dan kesenjangan digital antarwilayah dapat dikurangi. Selain itu, masyarakat juga menjadi lebih terlibat dalam kegiatan sosial dan pemerintahan melalui platform digital yang tersedia.
Penggunaan solar panel di BTS wilayah 3T, bukan sekadar solusi teknis, tetapi juga bagian dari strategi nasional untuk mewujudkan pemerataan akses telekomunikasi dan energi bersih. Dengan dukungan pemerintah, operator telekomunikasi, dan teknologi yang terus berkembang, Indonesia semakin dekat menuju konektivitas universal dan transisi energi berkelanjutan. Ke depan, kolaborasi antara sektor publik dan swasta akan menjadi kunci dalam memperluas jangkauan layanan telekomunikasi berbasis energi terbarukan ke seluruh pelosok negeri.