Sport tourism pilar baru ekonomi yang menjanjikan
Sejumlah pembalap melakukan pemanasan sebelum pertandingan Aquabike Jetski World Championship 2025 Grand Prix Of Indonesia kategori Ski Division GP1 putaran pertama di Danau Toba, Balige, Kabupaten Toba, Sumatra Utara. ANTARA FOTO/Fransisco Carolio
Pariwisata dan olahraga selama ini sering dipandang sebagai dua sektor yang terpisah. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, muncul tren global yang menggabungkan keduanya, yaitu sport tourism atau pariwisata olahraga.
Konsep ini mengacu pada aktivitas perjalanan wisata yang bertujuan untuk menonton, berpartisipasi, atau merasakan atmosfer sebuah event olahraga. Sport tourism bukan sekadar soal pertandingan, melainkan juga pengalaman perjalanan, interaksi budaya, dan kontribusi ekonomi yang nyata.
Dalam konteks global, United Nations World Tourism Organization (UNWTO) mencatat sport tourism telah menyumbang lebih dari 10 persen total belanja pariwisata dunia dan diproyeksikan tumbuh hingga 17,5 persen per tahun hingga 2030, menjadikannya salah satu subsektor paling prospektif.
Di Indonesia, sport tourism menemukan relevansinya karena negeri ini memiliki keunggulan geografis yang luar biasa: garis pantai terpanjang kedua di dunia, pegunungan, danau vulkanik, hingga kota-kota modern yang dapat menjadi panggung olahraga berskala global. Pada saat yang sama, masyarakat Indonesia memiliki tradisi olahraga yang beragam, mulai dari olahraga modern hingga olahraga tradisional seperti Pacu Jalur di Riau.
Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memperkirakan nilai ekonomi sport tourism mencapai Rp18,79 triliun pada 2024, dengan kontribusi sekitar 25–30 persen terhadap total event pariwisata nasional. Angka ini diperkuat dengan tren meningkatnya minat wisata olahraga, misalnya paket wisata maraton yang tumbuh 43 persen secara tahunan dari 2023 ke 2024.
Pandangan domestik dan internasional pun menegaskan potensi besar Indonesia. Pemerintah melalui Kemenparekraf dan Kemenpora menempatkan sport tourism sebagai sektor strategis dalam pengembangan destinasi super prioritas, sementara UNWTO menilai Indonesia punya modal kuat untuk menjadi pusat sport tourism Asia berkat kekayaan alam dan keragaman budayanya.
Event besar seperti MotoGP Mandalika dan F1 Powerboat Danau Toba terbukti mampu mendatangkan ribuan wisatawan mancanegara, mempercepat pembangunan infrastruktur, serta menggerakkan UMKM lokal. Dengan landasan tersebut, sport tourism semakin relevan bukan hanya sebagai penggerak pariwisata, tetapi juga sebagai motor pertumbuhan ekonomi baru Indonesia.
Kontribusi ekonomi
Menonton atau berpartisipasi dalam sebuah event olahraga tidak hanya sebatas membeli tiket pertandingan, tetapi juga menggerakkan berbagai aktivitas ekonomi lain. Wisatawan olahraga biasanya mengalokasikan belanja untuk transportasi, hotel, kuliner, belanja oleh-oleh, hingga kunjungan ke destinasi wisata di sekitar lokasi acara.
Di Indonesia, potensi ini semakin terbukti dengan gelaran MotoGP Mandalika yang berhasil menarik 102 ribu penonton, menciptakan perputaran ekonomi sekitar Rp4,5 triliun. Dari jumlah itu, lebih dari Rp2,5 triliun langsung mengalir ke sektor akomodasi, transportasi, dan kuliner lokal, dengan 65 persen manfaatnya dinikmati UMKM.
Pemerintah melihat peluang besar dari tren ini dengan menargetkan sport tourism sebagai penggerak ekonomi baru. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memproyeksikan nilai ekonomi sport tourism mencapai Rp18,79 triliun pada 2024, dengan kontribusi sekitar 25–30 persen terhadap total event pariwisata nasional.
Bahkan Menparekraf menargetkan hingga Rp19 triliun dari penyelenggaraan berbagai event olahraga, baik berskala internasional maupun komunitas. Angka ini bukan sekadar ambisi, karena pertumbuhan industri olahraga nasional sendiri diperkirakan mencapai Rp96 triliun pada 2027 dengan laju 10,96 persen per tahun. Artinya, sport tourism bukan hanya hiburan, tetapi juga sektor dengan prospek investasi yang solid dan berkelanjutan.
Selain event internasional seperti MotoGP, kekayaan olahraga tradisional Indonesia juga berpotensi besar dikembangkan sebagai atraksi wisata yang unik. Tradisi Pacu Jalur di Riau misalnya, setiap tahun mampu menyedot lebih dari 20 ribu penonton dengan perputaran uang yang ditaksir mencapai Rp50 miliar di wilayah Kuantan Singingi.
Perhelatan budaya-olahraga semacam ini tidak hanya menjaga kearifan lokal, tetapi juga menghadirkan peluang ekonomi nyata bagi pedagang, pengrajin, hingga penyedia jasa pariwisata di daerah. Dengan pengemasan yang profesional serta dukungan promosi digital, olahraga tradisional bisa naik kelas menjadi magnet sport tourism layaknya festival budaya dunia yang sudah mapan.
Kontribusi ekonomi sport tourism sangat luas dan mencakup banyak sektor. Dari sisi pariwisata, peningkatan kunjungan wisatawan secara langsung menambah devisa negara, di mana sektor pariwisata pada 2024 sendiri sudah menyumbang sekitar 4 persen terhadap PDB nasional.
Dari sisi ekonomi kreatif, sport tourism menjadi wadah strategis untuk mendorong nilai tambah produk kreatif lokal seperti merchandise, kuliner khas, seni pertunjukan, hingga fashion. Pemerintah bahkan memproyeksikan nilai tambah ekonomi kreatif mencapai Rp1.502,77 triliun pada 2024, dengan ekspor produk ekraf hingga Rp401 triliun serta penyerapan tenaga kerja lebih dari 26 juta orang. Artinya, sport tourism terhubung langsung dengan penciptaan lapangan kerja dan penguatan daya saing industri kreatif nasional.
Ke depan, kebijakan perekonomian pemerintah yang berfokus pada kawasan ekonomi kreatif, destinasi pariwisata prioritas, dan event internasional perlu mengintegrasikan sport tourism sebagai salah satu pilar utamanya. Pengembangan infrastruktur, kemudahan perizinan event, hingga promosi global harus berjalan beriringan dengan pemberdayaan komunitas lokal.
Media promosi
MotoGP Mandalika sudah menjadi contoh nyata bagaimana sport tourism mampu mengangkat daerah menjadi sorotan dunia. Penyelenggaraan MotoGP Mandalika di Nusa Tenggara Barat tidak hanya menjadi tontonan kelas dunia, tetapi juga mendatangkan ribuan wisatawan mancanegara dan domestik.
Mandalika yang sebelumnya relatif kurang dikenal kini menjelma menjadi destinasi wisata global. Hotel, homestay, restoran, hingga transportasi lokal mengalami lonjakan permintaan. UMKM lokal yang menjual makanan khas, kain tenun, dan kerajinan tangan mendapat keuntungan besar. Bahkan, kawasan Mandalika menjadi salah satu simbol percepatan pembangunan infrastruktur di luar Jawa, mulai dari bandara, jalan bypass, hingga fasilitas kesehatan.
MotoGP Mandalika membuktikan bahwa sport tourism mampu mempercepat pemerataan pembangunan. Dengan menempatkan olahraga sebagai pintu masuk, destinasi wisata baru dapat dikembangkan sehingga tidak hanya Bali yang menjadi pusat pariwisata internasional di Indonesia.
Selain event olahraga modern berskala internasional, Indonesia juga memiliki olahraga tradisional yang potensial dikembangkan dalam bingkai sport tourism. Salah satunya adalah Pacu Jalur, perlombaan mendayung perahu panjang yang berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi, Riau.
Pacu Jalur telah menjadi tradisi tahunan yang mampu menyedot perhatian ribuan wisatawan. Pacu Jalur bukan sekadar kompetisi, tetapi juga perayaan budaya. Wisatawan yang hadir tidak hanya menikmati adu cepat perahu di Sungai Kuantan, tetapi juga menyaksikan kesenian rakyat, kuliner khas, hingga kerajinan lokal.
Setiap kali ajang ini digelar, hotel dan penginapan penuh, warung makan ramai, dan pasar tradisional bergeliat. Dampak ekonominya langsung dirasakan oleh masyarakat lokal. Jika dikemas dengan strategi promosi modern, Pacu Jalur berpotensi menjadi atraksi internasional layaknya Dragon Boat Festival di Tiongkok. Hal ini membuktikan bahwa sport tourism tidak harus selalu berupa event olahraga modern, tetapi bisa pula berbasis tradisi yang unik dan sarat nilai budaya.
Melihat pengalaman tersebut, bisa dikatakan bahwa sport tourism memiliki keunggulan sebagai alat promosi destinasi wisata.
Event olahraga biasanya menarik liputan media internasional. Ketika MotoGP digelar di Mandalika, misalnya, jutaan penonton televisi di seluruh dunia tidak hanya menyaksikan balapan, tetapi juga keindahan pantai dan lanskap Lombok.
Hal yang sama berlaku ketika F1 Powerboat digelar di Danau Toba; destinasi itu semakin dikenal di panggung global. Promosi semacam ini sangat efektif karena tidak bersifat artifisial. Wisatawan melihat langsung pengalaman nyata yang bisa dinikmati di Indonesia. Dengan demikian, sport tourism menjadi sarana promosi berkelanjutan yang lebih kuat dibandingkan iklan konvensional.
Pilar baru ekonomi
Untuk menjadikan sport tourism sebagai pilar baru ekonomi nasional, langkah strategis pertama adalah memperkuat infrastruktur olahraga dan pariwisata. Pembangunan stadion, sirkuit, lintasan maraton, jalur sepeda, serta akses transportasi yang memadai menjadi fondasi utama.
Fasilitas dengan standar internasional akan membuka peluang lebih besar bagi Indonesia untuk menjadi tuan rumah event global secara berkelanjutan. Contoh nyata terlihat pada pembangunan sirkuit Mandalika yang bukan hanya menopang ajang MotoGP, tetapi juga mendorong percepatan infrastruktur jalan, bandara, dan akomodasi di Nusa Tenggara Barat. Dengan pendekatan serupa, destinasi lain dapat ditransformasi menjadi pusat sport tourism kelas dunia.
Strategi berikutnya adalah mengemas event olahraga dengan kearifan lokal serta memperkuat promosi digital. Event olahraga tidak cukup hanya menghadirkan kompetisi, tetapi harus dipadukan dengan atraksi budaya, kuliner, dan wisata desa.
Maraton Borobudur misalnya, bisa diperkaya dengan paket tur ke desa wisata, pertunjukan seni tradisional, hingga pengalaman kuliner lokal. Sementara itu, promosi perlu digencarkan melalui media sosial, influencer olahraga, hingga kerja sama dengan platform pariwisata digital. Branding yang kuat akan menjangkau wisatawan muda sebagai target utama sport tourism sekaligus menempatkan Indonesia dalam peta sport tourism global.
Selain itu, kemitraan internasional dan pemberdayaan UMKM lokal menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan. Pemerintah dapat memperluas kerja sama dengan federasi olahraga internasional agar event dunia rutin digelar di Indonesia, mulai dari MotoGP, triathlon, hingga kejuaraan maraton.
Di sisi lain, manfaat ekonomi harus langsung dirasakan masyarakat sekitar destinasi melalui penyediaan homestay, penjualan produk lokal, hingga jasa transportasi. Dengan demikian, sport tourism bukan hanya mengangkat citra Indonesia di mata dunia, tetapi juga menjadi instrumen nyata bagi pertumbuhan ekonomi inklusif yang menghidupi jutaan pelaku UMKM.
Berdampak strategis
Selain pada pertumbuhan ekonomi, sport tourism juga memberikan dampak sosial dan budaya. Pertama, meningkatkan rasa kebanggaan daerah karena event olahraga mengangkat identitas lokal.
Kedua, memperkuat interaksi budaya antara wisatawan dan masyarakat lokal, yang pada akhirnya menumbuhkan toleransi dan pemahaman lintas budaya. Ketiga, sport tourism juga menjadi sarana gaya hidup sehat, mendorong masyarakat untuk lebih aktif berolahraga.
Sport tourism adalah jawaban atas kebutuhan Indonesia untuk mendiversifikasi ekonomi, khususnya dalam sektor pariwisata. Dengan strategi yang terarah, sport tourism dapat menjadi motor penggerak ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing global.
Indonesia memiliki semua modal yang diperlukan: keindahan alam, keberagaman budaya, dan antusiasme masyarakat. Kini, tantangannya adalah bagaimana menjadikan sport tourism sebagai agenda nasional yang konsisten, bukan sekadar momen sesaat.
Lebih dari itu sport tourism adalah upaya komprehensif Pemerintah untuk membangun citra bangsa, memperkuat perekonomian, dan menciptakan masa depan pariwisata yang lebih berkelanjutan.