Ekonom: Langkah Prabowo tertibkan smelter ilegal akhiri kebocoran SDA
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian menilai langkah Presiden Prabowo Subianto dalam menertibkan enam smelter ilegal di Bangka Belitung bukan sekadar penegakan hukum, tetapi koreksi arah kebijakan ekonomi sumber daya nasional menuju kedaulatan yang berkeadilan.
Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian menilai langkah Presiden Prabowo Subianto dalam menertibkan enam smelter ilegal di Bangka Belitung bukan sekadar penegakan hukum, tetapi koreksi arah kebijakan ekonomi sumber daya nasional menuju kedaulatan yang berkeadilan.
Menurut Fakhrul, lebih dari 90 persen cadangan timah dan logam tanah jarang (LTJ) Indonesia berada di Bangka Belitung, dan selama bertahun-tahun negara kehilangan potensi penerimaan triliunan rupiah akibat praktik tambang ilegal dan tata kelola yang lemah.
"Apa yang dilakukan pemerintah ini adalah momentum untuk mengakhiri era kebocoran nilai dari sumber daya alam. Ini bukan semata urusan tambang, tapi soal kedaulatan ekonomi," ujar Fakhrul dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Fakhrul menyebut penertiban tambang yang dilakukan oleh pemerintah akan mengembalikan nilai kepercayaan terhadap negara.
Ia menekankan pentingnya pemerintah memastikan agar aset yang disita dapat dikelola secara produktif dan transparan, bukan sekadar dipindahkan dari tangan swasta ke tangan negara tanpa perubahan tata kelola.
Ketika smelter ilegal disita dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), lanjut Fakhrul, tantangannya bukan hanya soal legalitas, tapi soal kemampuan menciptakan value chain yang produktif. Tanah jarang adalah industri berbasis teknologi tinggi.
Langkah pemerintah juga harus disertai dengan kebijakan industrial berbasis produktivitas, bukan hanya proteksi. Selain itu, konsolidasi antara PT Timah, lembaga riset, dan universitas perlu dilakukan.
"Tanah jarang adalah industri teknologi tinggi. Kalau tidak disertai riset, inovasi, dan tata kelola yang transparan, kita berisiko hanya mengganti pelaku tanpa memperbaiki sistem," kata Fakhrul.
Selanjutnya, pemerintah perlu merancang blueprint tata kelola mineral strategis yang memberikan kejelasan terkait hak dan kewajiban antara pusat dan daerah, mekanisme audit atas nilai ekspor dan royalti, serta jalur transisi bagi industri kecil yang nilai legalisasi izinnya masih tertinggal.
"Pasar menolak ketidakpastian, bukan aturan. Hukum yang tegas harus diikuti oleh tata kelola yang dapat diprediksi. Itu yang akan mengubah Bangka Belitung dari tambang menjadi penggerak ekonomi nasional," imbuhnya.