Komisi XI DPR RI Amin Ak dorong OJK perkuat perlindungan konsumen
Anggota Komisi XI DPR RI, Amin AK, menegaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu memperkuat langkah-langkah perlindungan konsumen serta meningkatkan efektivitas pengawasan perilaku pelaku usaha jasa keuangan (PUJK).
Sumber foto: Efendi Murdiono/elshinta.com.
Anggota Komisi XI DPR RI, Amin AK, menegaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu memperkuat langkah-langkah perlindungan konsumen serta meningkatkan efektivitas pengawasan perilaku pelaku usaha jasa keuangan (PUJK).
Hal itu disampaikan Amin sebelum Rapat Internal Komisi XI di Gedung Parlemen Jakarta, Kamis (25/09/2025).
Amin menyoroti masih tingginya pengaduan masyarakat di sektor jasa keuangan. Data OJK mencatat sepanjang Januari hingga Agustus 2025 terdapat 33.739 pengaduan, mayoritas berasal dari sektor perbankan dan fintech.
"Isu utama yang dikeluhkan antara lain perilaku kasar debt collector, penipuan digital seperti phishing dan social engineering, kesulitan klaim asuransi, hingga kebocoran data pribadi," bebernya.
Ia menyebut pengaduan yang tinggi ini menunjukkan masih banyak konsumen yang belum terlindungi secara optimal.
"OJK harus memastikan setiap PUJK bertindak transparan, adil, dan bertanggung jawab. Jangan sampai masyarakat yang menjadi korban dibiarkan menanggung kerugian sendirian,” tegas Amin seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Efendi Murdiono, Kamis (25/9).
Politisi PKS ini juga menyoroti maraknya praktik scam dan keuangan ilegal. Hingga Agustus 2025, Satgas PASTI (Penanganan Usaha Tanpa Izin Sektor Keuangan) telah menghentikan 1.556 pinjaman online ilegal dan 284 investasi ilegal, dengan total kerugian masyarakat akibat scam mencapai Rp5,6 triliun.
“Kerugian ini sangat besar. Penindakan jangan hanya berhenti pada pemblokiran rekening atau aplikasi. Harus ada efek jera melalui penegakan hukum yang tegas,” ujar Wakil Ketua Fraksi PKS itu.
10 Modus Scam
Berdasarkan data OJK, terdapat 10 modus scam (penipuan) yang paling banyak terjadi di Indonesia. Pertama penipuan transaksi belanja atau jual-beli daring dengan 48.836 laporan dan total kerugian Rp824,87 miliar. Kedua, penipuan mengaku pihak lain (fake call) mencatat 27.513 laporan dengan kerugian Rp902,66 miliar.
Ketiga, penipuan investasi mencapai 18.040 laporan dengan total kerugian Rp829,56 miliar. Keempat, penipuan penawaran kerja memiliki 16.610 laporan dengan kerugian Rp458,47 miliar. Kelima, penipuan mendapatkan hadiah tercatat 14.641 laporan dengan kerugian Rp168,44 miliar.
Keenam, penipuan melalui media sosial memiliki 12.907 laporan dengan kerugian Rp440,21 miliar. Ketujuh, phishing dilaporkan 12.714 kali dengan kerugian Rp483,15 miliar. Kedelapan, social engineering mencapai 8.663 laporan dengan kerugian Rp348,59 miliar.
Kesembilan, pinjaman online fiktif memiliki 4.463 laporan dengan kerugian Rp20,34 miliar. Terakhir, modus APK atau Android Package Kit melalui WhatsApp mencatat 3.516 laporan dengan total kerugian Rp123,43 miliar dan rata-rata Rp7,26 juta per kasus.
Legislator dari fraksi PKS dari daerah pemilihan Jawa Timur V (Jember - Lumajang) menyebutkan selain perlindungan konsumen, Amin juga mengingatkan pentingnya meningkatkan kualitas literasi keuangan. Meski indeks literasi keuangan nasional naik menjadi 43,42% di 2025, masih terdapat kesenjangan signifikan di wilayah Indonesia Timur dan dalam literasi keuangan syariah.
“Program literasi jangan hanya mengejar jumlah kegiatan, tapi harus berdampak nyata pada perubahan perilaku keuangan masyarakat,” jelasnya.
Amin menekankan, Komisi XI DPR RI akan terus mengawal pelaksanaan mandat OJK sesuai Undang-Undang No 4/2023 tentang P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan).
Terutama dalam aspek pengawasan market conduct (perilaku pasar), penyelesaian sengketa melalui LAPS (Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa), dan pemberantasan aktivitas keuangan ilegal.
“Kami ingin memastikan bahwa perlindungan konsumen benar-benar dirasakan manfaatnya oleh Masyarakat dan jangkauan obyek perlindungannya semakin luas,” pungkasnya.