Bripka Aditya Wibisono, polisi humanis yang mengisi celah kepedulian

Di saat sebagian mata tertutup oleh rutinitas, sosok Bripka Aditya Wibisono, Bhabinkamtibmas Kelurahan Debong Kulon, Kecamatan Tegal Selatan, justru hadir membuka mata nurani. I

Update: 2025-10-27 09:20 GMT

Sumber foto: Hari Nurdiansyah/elshinta.com.

Di saat sebagian mata tertutup oleh rutinitas, sosok Bripka Aditya Wibisono, Bhabinkamtibmas Kelurahan Debong Kulon, Kecamatan Tegal Selatan, justru hadir membuka mata nurani. Ia bukan sekadar polisi yang bertugas menjaga keamanan, tetapi juga manusia yang menyalakan cahaya harapan di tengah gelapnya kehidupan warga yang nyaris tak tersentuh perhatian.

Kisah itu tampak pada kehidupan Ibu Wari, warga RT 01 RW 03, Jalan Samadikun, Debong Kulon, Kota Tegal. Perempuan renta itu hidup sebatangkara di rumah yang nyaris roboh, berdinding bata lapuk, beratap bocor, dan berlantai semen. Setiap malam, ia tidur beralaskan karung bekas, tanpa listrik, tanpa air bersih, dan tanpa fasilitas MCK. Dalam sunyi dan gelap, Ibu Wari menjalani hari-harinya di tengah hiruk-pikuk kota yang terus berputar.

Ironisnya, di tengah gemerlap program pembangunan dan jargon kepedulian sosial yang kerap digaungkan, nasib Ibu Wari justru luput dari perhatian pemerintah setempat. Tak ada penerangan, tak ada bantuan layak huni, bahkan sekadar kunjungan pun belum pernah menyentuh kediamannya yang rapuh itu.

Melihat kenyataan tersebut, Bripka Aditya Wibisono bersama seorang relawan masyarakat bernama Kasan bergerak tanpa menunggu instruksi. Dengan inisiatif pribadi, keduanya berusaha membantu meringankan beban Ibu Wari menyediakan kebutuhan pokok, memperbaiki sebagian rumah, dan menggalang simpati agar warga lain ikut peduli.

“Menjadi polisi bukan hanya menegakkan hukum, tapi juga menegakkan kemanusiaan,” ujar Bripka Aditya dengan nada lirih namun tegas.

Sementara itu, Kasan, relawan yang turut mendampingi Bripka Aditya, tak kuasa menahan haru melihat kondisi yang dihadapi Ibu Wari. “Kami sudah berulang kali mencoba mencari bantuan dari pihak kelurahan, kecamatan, hingga dinas sosial. Tapi sampai sekarang belum ada hasil. Seolah-olah kemiskinan seperti ini bukan lagi masalah,” ujarnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Hari Nurdiansyah, Senin (27/10).

Aksi kecil Bripka Aditya dan Kasan menjadi tamparan lembut bagi nurani. Di tengah birokrasi yang lamban bergerak, dua sosok sederhana ini menunjukkan arti kepedulian sesungguhnya bahwa kemanusiaan tak harus menunggu anggaran, dan keikhlasan tidak perlu surat keputusan.

Di balik seragam cokelat itu, Bripka Aditya Wibisono membuktikan bahwa rasa kemanusiaan masih hidup meski kadang datang bukan dari mereka yang memiliki wewenang, melainkan dari hati yang benar-benar peduli.

Tags:    

Similar News