Delapan bukti baru jadi dasar PK Adam Damiri di kasus Asabri
Sidang Peninjauan Kembali atau PK kasus korupsi pengelolaan dana PT Asabri dengan terpidana Adam Rachmat Damiri digelar hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 6 November 2025.
Sumber foto: Supriyarto Rudatin/elshinta.com.
Sidang Peninjauan Kembali atau PK kasus korupsi pengelolaan dana PT Asabri dengan terpidana Adam Rachmat Damiri digelar hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 6 November 2025.
Sidang yang dipimpin Suwandi mengagendakan pembacaan permohonan Peninjauan Kembali atau PK dari Tim Kuasa Hukum terpidana Adam Damiri.
Kuasa hukum Adam Damiri, Deolipa Yumara, mengungkapkan, pihaknya mengajukan delapan bukti baru atau novum sebagai dasar permohonan PK.
“Novum ini ada sampai delapan. Salah satunya laporan keuangan RUPS PT Asabri tahun 2011 sampai 2015, mutasi rekening pribadi, serta data portofolio saham dan aplikasi Stockbit yang diawasi OJK.”ujarnya.
Deolipa menjelaskan, lima bukti pertama menunjukkan laporan keuangan yang wajar tanpa pengecualian dan adanya keuntungan perusahaan. Sementara, mutasi rekening membuktikan uang pengganti sebesar 17 miliar rupiah berasal dari dana pribadi dan investasi keluarga Adam Damiri.
Ia menegaskan, laporan keuangan selama masa kepemimpinan kliennya menunjukkan Asabri tidak mengalami kerugian, melainkan keuntungan.
“Asabri di masa kepemimpinan Pak Adam Damiri ternyata tidak rugi, tapi malah untung. Data dari Stockbit juga menguatkan fakta ini.” ucapnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Supriyarto Rudatin, Kamis (6/11).
Menurut tim kuasa hukum, kerugian yang dituduhkan justru terjadi setelah Adam Damiri pensiun pada akhir 2015. Mereka menilai, putusan sebelumnya mengandung kekhilafan hakim karena menghukum atas dasar potensi kerugian yang belum terealisasi.
Sidang PK berikutnya dijadwalkan berlangsung pekan berikutnya, dengan menghadirkan enam ahli di bidang korporasi, pidana, investasi, dan pasar modal untuk memverifikasi bukti-bukti baru tersebut.
Dalam perkara ini, Adam Damiri sebelumnya divonis 16 tahun penjara dan denda 800 juta rupiah subsider enam bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti hampir 18 miliar rupiah.
Kuasa hukum menilai, hukuman itu sangat berat mengingat usia kliennya yang kini mendekati 77 tahun.