Sidang patok tambang, pekerja WKM harap bebas jelang putusan majelis hakim
Suasana ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat seketika hening ketika dua karyawan PT Wana Kencana Mineral (WKM), Marsel Bialembang dan Awwab Hafiz, menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Sunoto dalam sidang sengketa lahan tambang nikel di Halmahera Timur (Haltim), Jumat (12/12).
Sumber foto: Supriyarto Rudatin/elshinta.com.
Suasana ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat seketika hening ketika dua karyawan PT Wana Kencana Mineral (WKM), Marsel Bialembang dan Awwab Hafiz, menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Sunoto dalam sidang sengketa lahan tambang nikel di Halmahera Timur (Haltim), Jumat (12/12).
Keduanya, yang sudah enam bulan menjalani penahanan, hanya menyampaikan satu permohonan: bisa pulang ke rumah.
Marsel dan Awwab terseret perkara pemasangan patok dan portal di area operasi perusahaan. Tindakan itu dilaporkan PT Position yang mengklaim pemasangan tersebut bertentangan dengan aturan kehutanan. Namun menurut kedua terdakwa, pagar itu dibuat untuk melindungi wilayah izin PT WKM dari dugaan perambah dan aktivitas penambangan ilegal.
“Saya minta keadilan yang seadil-adilnya, sesuai dengan yang disampaikan kuasa hukum,” ujar Awwab di hadapan majelis hakim seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Supriyarto Rudatin, Jumat (12/12).
Marsel yang duduk di sampingnya menambahkan, “Saya hanya ingin keputusan seadil-adilnya agar bisa ikut merayakan Natal.”
Duplik: Bantahan Atas Seluruh Dakwaan
Dalam agenda duplik hari ini, Penasihat hukum PT WKM, Rizal Nur Faisal, menolak seluruh dalil penuntut umum. Ia menegaskan kembali poin dalam Nota Keberatan (13 Agustus 2025) dan Nota Pembelaan (10 Desember 2025).
Menurut Rizal, fakta persidangan telah menunjukkan kedua terdakwa tidak melakukan tindakan yang memenuhi unsur tindak pidana kehutanan. Rizal merinci Marsel dan Awwab:
Yakni, tidak mengambil hasil hutan, tidak menebang pohon, tidak melakukan kegiatan penambangan,
tidak menduduki kawasan hutan, serta tidak menggunakan kawasan hutan secara tidak sah.
“Pemasangan patok itu berada di dalam wilayah IUP PT WKM sendiri. Tujuannya justru mencegah tindak pidana illegal mining,” tegas Rizal.
Ia turut mengingatkan prinsip In Dubio Pro Reo, keraguan dalam pembuktian wajib diberikan untuk kepentingan terdakwa.
Rizal meminta majelis hakim membebaskan Marsel dan Awwab dari dakwaan Pasal 78 ayat (3) jo Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Kehutanan serta memulihkan nama baik mereka.
Sorotan Penasihat Hukum terhadap Dakwaan JPU
Penasihat Hukum lainnya, Porman Pakpahan, menyampaikan sejumlah fakta kunci yang muncul di persidangan justru tidak dimasukkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutannya.
“Tidak ada satu pun hasil hutan yang diambil oleh Awwab dan Marsel. Tidak ada penebangan, tidak ada pendudukan kawasan. Bahkan patok itu setelah dipasang langsung ditinggalkan,” ujarnya.
Porman menilai tudingan JPU mengenai adanya kegiatan penambangan di area yang dipersengketakan tidak memiliki dasar. Menurutnya:
PT Position tidak memiliki bukti Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PKH), antara lain ; tidak ada dokumen pendukung kerusakan hutan, tidak ada ahli yang menguatkan klaim tersebut, tidak ditemukan jejak kegiatan tambang di lokasi.
“Harusnya hukum memberi putusan bebas. Faktanya sangat jelas, tetapi tidak tercermin dalam tuntutan jaksa,” katanya.
Ia juga menyoroti masalah tumpang tindih lahan antara PT WKS dan PT Position. Porman menilai keterangan tertulis Direktur Utama PT WKS, Jacob Supamena, yang tak pernah hadir di persidangan, turut menjadi kelemahan pembuktian.
“Kami cek, tidak ada dasar hukum dari dokumen PKS itu. Tetapi justru itu dipakai JPU,” ujarnya.
Harapan untuk Kebebasan
Porman menyampaikan duplik setebal 120 halaman yang mereka serahkan pada dasarnya menekankan dua hal: tidak ada penebangan dan tidak ada pendudukan kawasan hutan. Menurutnya, hal tersebut sudah terang benderang selama persidangan berlangsung.
Selama enam bulan berada di tahanan, Marsel dan Awwab hanya dapat menunggu putusan sambil mengikuti proses hukum yang berjalan. Keluarga mereka mengikuti jalannya persidangan dari jauh, berharap ada titik terang.
Bagi Marsel, permohonan hari ini bukan sekadar argumen hukum, tetapi kerinduan sederhana untuk bisa berkumpul saat Natal. Sementara bagi Awwab, ketidakpastian soal nasibnya menjadi beban yang tak pernah dibayangkan ketika ia hanya menjalankan tugas menjaga keamanan wilayah operasi perusahaan.
Setelah agenda duplik selesai, majelis hakim akan memasuki tahap musyawarah sebelum menjatuhkan putusan pada 17 Desember mendatang.


