Sidang tata kelola minyak, saksi bantah ada rekayasa ekspor

Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (16/12/2025).

Update: 2025-12-18 17:08 GMT

Sumber foto: Supriyarto Rudatin/elshinta.com.


Elshinta Peduli

Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (16/12/2025). Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), yakni Pema Global Energi (PGE) dan Petronas Cari Gali, yang memaparkan proses penawaran hingga ekspor minyak mentah kepada Pertamina.

Dalam persidangan, saksi Elly Gustiawan dari PGE dan Wimboh Nowo Nugroho dari Petronas Cari Gali menegaskan seluruh tahapan penawaran minyak mentah kepada Pertamina dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keduanya juga membantah adanya kesepakatan tersembunyi maupun pengaturan khusus antara KKKS dan Pertamina.

Elly Gustiawan menjelaskan, PGE telah menawarkan minyak mentah kepada PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) sesuai mekanisme yang berlaku. Pada 2023, PGE mengajukan penawaran dengan acuan harga ICP Arun ditambah premi sebesar 1 dolar Amerika Serikat. Namun, penawaran tersebut tidak mencapai kesepakatan.

Menurut Elly, PGE kembali mengajukan penawaran pada Oktober 2023 dengan memberikan waktu negosiasi selama 20 hari, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Selama periode tersebut, komunikasi dilakukan melalui korespondensi resmi, namun hingga tenggat waktu berakhir tidak tercapai kesepakatan harga.

“Karena tidak ada kesepakatan komersial, kami kemudian mencari pembeli lain,” kata Elly di hadapan majelis hakim seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Supriyarto Rudatin, Kamis (18/12).

Ia menambahkan, ekspor minyak mentah akhirnya dilakukan dengan harga realisasi ICP Arun dikurangi 0,9 dolar Amerika Serikat. Volume ekspor tersebut, lanjut Elly, telah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan.

Elshinta Peduli

Keterangan senada disampaikan Wimboh Nowo Nugroho dari Petronas Cari Gali. Ia menegaskan, setiap produksi minyak mentah Petronas selalu ditawarkan terlebih dahulu kepada Pertamina. Proses tersebut dilakukan melalui mekanisme internal yang melibatkan tim komersial dengan mengacu pada harga pasar.

“Penetapan harga dilakukan oleh tim komersial dengan referensi harga pasar. Harga acuan pasar menjadi dasar utama,” ucap Wimboh.

Wimboh mengungkapkan, pada 11 Januari 2021, Pertamina menyampaikan konfirmasi tidak mengambil minyak mentah yang ditawarkan Petronas. Setelah itu, Petronas mengajukan permohonan rekomendasi ekspor kepada SKK Migas sesuai regulasi yang berlaku.

Ia menegaskan, tidak ada kewajiban bagi KKKS untuk tetap menjual minyak kepada Pertamina apabila tidak tercapai kesepakatan harga. Dalam kondisi tersebut, KKKS diperbolehkan mengekspor minyaknya sepanjang seluruh persyaratan administratif dan perizinan dipenuhi.

Para saksi juga menjelaskan bahwa minyak yang ditawarkan merupakan bagian atau jatah KKKS. Dalam skema kontrak bagi hasil, terdapat bagian negara dan bagian KKKS. Bagian negara telah diserap oleh Pertamina, sementara bagian KKKS dapat ditawarkan kepada Pertamina melalui mekanisme business to business. Apabila tidak terserap, minyak tersebut dapat diekspor dan hasilnya menjadi pendapatan KKKS yang masuk ke rekening devisa perusahaan.

Rangkaian kesaksian ini turut menegaskan bahwa para terdakwa, yakni Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Management KPI, serta Yoki Firnandi selaku mantan Direktur KPI, tidak terlibat dalam proses penolakan maupun penetapan ekspor minyak mentah.

Dalam dakwaan, ketiganya disebut menolak tujuh penawaran minyak KKKS dengan alasan harga tidak ekonomis, yang dinilai berimplikasi pada berkurangnya pasokan minyak domestik dan mendorong impor dengan harga lebih tinggi.

Namun, para saksi menegaskan bahwa seluruh proses penawaran, negosiasi, hingga ekspor dilakukan murni pada tataran operasional dan komersial, sesuai mekanisme bisnis, serta tanpa adanya instruksi atau intervensi yang melanggar tata kelola.

Elshinta Peduli

Similar News