Pengubah wajah pesisir Jawa Tengah itu bernama desalinasi

Di Desa Randusanga Kulon, Kabupaten Brebes, air laut bukan lagi sekadar latar kehidupan. Bertahun-tahun, air asin justru menjadi bagian dari masalah. Dari merembes ke sumur, merusak sumber air, dan memaksa warga membeli air bersih dari jarak jauh dengan harga mahal. Bagi warga pesisir, air bersih adalah kebutuhan yang tak selalu mudah dipenuhi.

Update: 2025-12-30 11:20 GMT

Sumber foto: Joko Hendrianto/elshinta.com.

Elshinta Peduli

Di Desa Randusanga Kulon, Kabupaten Brebes, air laut bukan lagi sekadar latar kehidupan. Bertahun-tahun, air asin justru menjadi bagian dari masalah. Dari merembes ke sumur, merusak sumber air, dan memaksa warga membeli air bersih dari jarak jauh dengan harga mahal. Bagi warga pesisir, air bersih adalah kebutuhan yang tak selalu mudah dipenuhi.

Di desa pesisir yang bertahun-tahun dikepung air payau itu, warga kini bisa mengisi galon tanpa harus berjalan jauh atau membayar mahal. Airnya jernih, rasanya tawar, dan yang terpenting aman untuk diminum, bahkan untuk susu bayi. Kini keadaan mulai berubah.

Pada tahun pertama pemerintahannya di 2025, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi bersama Wakil Gubernur Taj Yasin Maimoen menunaikan janji kampanye mereka, menghadirkan solusi nyata bagi krisis air bersih masyarakat pesisir. Enam unit mesin desalinasi berdiri di berbagai wilayah Pantura, mengubah air payau menjadi air tawar yang siap diminum.

Program ini lahir dari kolaborasi lintas sektor, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, BUMD, dan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang sebagai pengembang teknologi. Dari enam unit desalinasi, tiga dibangun langsung oleh Pemprov Jateng melalui Dinas PU Bina Marga dan Cipta Karya (DPU BMCK), masing-masing di Desa Randusanga Kulon (Brebes), Desa Banjarsari Kecamatan Sayung (Demak), dan Desa Banyutowo Kecamatan Dukuhseti (Pati).

Satu unit lainnya dibangun BUMD Tirta Utama Jawa Tengah (TUTJ) di Rusunawa Slamaran, Kecamatan Krapyak Lor, Kota Pekalongan. Sementara dua unit tambahan berdiri di Kabupaten Demak dan Rembang melalui kolaborasi DPU BMCK dan Bank Jateng.

Bagi Kepala DPU BMCK Jawa Tengah, Hanung Triyono, desalinasi adalah jawaban sederhana atas persoalan kompleks pesisir. Program ini sangat membantu masyarakat pesisir utara Jawa Tengah.

Elshinta Peduli

“Prinsipnya sederhana, tapi manfaatnya sangat besar,” ujarnya di Semarang, Sabtu, 27 Desember 2025.


Dijelaskan, satu mesin desalinasi mampu memproduksi sekitar 4.000 liter air bersih per hari, setara 200 galon atau mencukupi kebutuhan sekitar 400 rumah per bulan. Artinya, satu unit mesin cukup melayani satu desa.

Air laut yang selama ini menjadi ancaman, diolah melalui lima tahapan: sand filter, membran reverse osmosis (RO), dua tahap karbon, dan penyinaran ultraviolet. Hasilnya adalah air minum yang telah diuji di laboratorium independen terakreditasi, dengan total zat terlarut (TDS) hanya 62 mg/liter, jauh di bawah ambang batas Permenkes Nomor 2 Tahun 2023.

Pengelolaannya pun diserahkan kepada masyarakat. BUMDes atau kelompok pengelola air desa dipercaya mengoperasikan mesin dan menjual air dengan harga sekitar 50 persen lebih murah dari harga pasar. Hasil penjualan digunakan untuk biaya listrik dan perawatan mesin.

Di Randusanga Kulon, Kepala Desa Affan Setyono memilih langkah awal yang humanis: air dibagikan gratis selama satu bulan pertama. “Ini air RO dari air payau, sehat. Kami siap mengelola dan menjualnya hanya untuk biaya operasional,” katanya.

Bagi Sri Hastutik, warga setempat, perubahan itu terasa langsung. Ia kini hanya membayar Rp 2.500 per galon, jauh lebih murah dari harga air isi ulang sebelumnya yang mencapai Rp 5.000 per galon. “Dulu harus jalan hampir satu kilometer untuk beli air. Sekarang dekat dan murah,” ujarnya.

Lebih dari soal harga, kualitas air menjadi alasan utama rasa tenang. “Airnya tidak asin. Aman buat susu bayi,” katanya sembari menimang balita berusia tiga bulan.

Wakil Gubernur Taj Yasin Maimoen melihat program desalinasi sebagai investasi jangka panjang. Selain memenuhi kebutuhan dasar, air bersih berdampak langsung pada penurunan stunting, perbaikan gizi, hingga peningkatan produktivitas UMKM.

“Kita bangga karena teknologi ini 100 persen karya anak bangsa, dikembangkan oleh Undip. Tidak impor,” kata Gus Yasin seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Joko Hendrianto, Selasa (30/12).

Ia berharap pemerintah pusat dapat mengadopsi konsep ini, terutama jika proyek giant sea wall di Pantura kelak terwujud. Kolam retensi di sepanjang tanggul laut, menurutnya, bisa menjadi sumber air baku desalinasi. Jika kolam retensinya bisa dimanfaatkan, kebutuhan air bersih di sepanjang Pantura teratasi.

Pakar desalinasi Undip, Prof I Nyoman Widiasa, menyebut program ini sebagai contoh nyata collaborative governance. Pada 2026, Undip bahkan menyiapkan pengembangan desalinasi berbasis tenaga surya agar lebih hemat energi. Teknologi ini juga didorong untuk dimanfaatkan industri, sehingga pengambilan air tanah yang menjadi penyebab penurunan muka tanah bisa dikurangi.

“Dampak langsungnya adalah air minum aman dan murah. Dampak jangka panjangnya kesehatan masyarakat dan lingkungan,” jelasnya.

Bagi Nyoman, kunci keberlanjutan opersional mesin desalinasi terletak pada aspek pengelolaan. Sistem pengelolaan berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Ada yang dikelola oleh Pondok Pesantren, oleh Bumdes, oleh Koperasi, dan oleh KP SPAM.

Pemprov Jawa Tengah pun telah menyiapkan langkah lanjutan. Pada 2026, dua unit desalinasi tambahan direncanakan dibangun, dengan alternatif lokasi di Tegal, Pemalang, dan Demak, menyesuaikan kemampuan anggaran.

Di pesisir Jawa Tengah, air asin tak lagi semata membawa masalah. Dengan teknologi, kolaborasi, dan keberpihakan kebijakan, laut kini menghadirkan harapan. Ia mengalir pelan sebagai air kehidupan bagi warga yang selama ini paling dekat dengan pantai, namun paling jauh dari air bersih.

Tags:    
Elshinta Peduli

Similar News