Langkah Pasar Jaya tutup kios di Pasar Pramuka disebut ilegal
Langkah Perumda Pasar Jaya menutup kios obat dan alat kesehatan di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, membuat geram para penyewa yang selama ini berdagang di tempat tersebut.
Sumber foto: Heru Lianto/elshinta.com.
Langkah Perumda Pasar Jaya menutup kios obat dan alat kesehatan di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, membuat geram para penyewa yang selama ini berdagang di tempat tersebut.
Pasalnya, para penyewa menuding tindakan itu ilegal dan semena-mena, karena dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas.
Kuasa hukum pedagang sekaligus Direktur Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum (LABH), Asriyadi Tanama, menyebut tindakan Pasar Jaya itu gegabah dan ngawur.
“Suratnya baru dikirim kemarin, nggak ada ruang buat pedagang menanggapi. SK Direksi yang baru aja belum keluar,” tegas Asriyadi dengan nada kecewa di lokasi Kamis (13/11).
Menurutnya, penetapan harga perpanjangan Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) harus berdasar SK Direksi yang sah. Tapi sampai sekarang, SK terbaru belum juga diterbitkan.
“Yang dipakai masih SK lama, padahal SK baru sudah dijanjikan setelah audiensi dengan Gubernur DKI. Ini jelas melanggar,” ujarnya.
Lebih parah lagi, kata Asriyadi, Gubernur DKI Jakarta sudah melarang keras pengosongan kios sebelum ada kesepakatan harga yang layak.
“Tapi Pasar Jaya malah ngingkarin perintah gubernur. Kios ditutup diam-diam, tanpa penjelasan harga, mekanisme, atau SK-nya mana. Ini tindakan ngawur!” semprot Asriyadi geram.
LABH berencana melaporkan langkah Pasar Jaya ke Gubernur DKI dan menempuh jalur hukum.
“Ini sudah kelewatan, tidak punya dasar yuridis dan melanggar pelayanan publik,” tandasnya.
Sementara itu, Shofan Hakim, perwakilan pedagang yang ikut jadi korban, ikut menjerit soal harga HPTU yang melonjak gila-gilaan.
“Dulu 100 juta buat 20 tahun, sekarang disuruh bayar 400 juta! Itu artinya 25 juta per bulan, siapa yang sanggup?!” keluhnya.
Ia menilai skema pembayaran baru ini nggak masuk akal, apalagi di tengah sepinya pasar dan gempuran belanja online.
“Penghasilan kami setahun aja cuma 75 juta. Kalau dipaksa bayar segitu, kami bangkrut semua. Pemerintah harusnya mikir, bukan malah nambah beban rakyat kecil!” ucapnya dengan nada tinggi.
Di sisi lain, Kepala Divisi Operasional Pasar Wilayah II Perumda Pasar Jaya, Yohanes Daramonsidi, membantah tudingan itu.
Ia menegaskan langkah penyegelan adalah bagian dari program low investment sesuai Peraturan Daerah (Perda).
“Dari 401 pedagang, 102 sudah bayar. Sisanya kita lakukan low investment penyegelan,” ujar Yohanes di lokasi.
Hari itu tercatat 21 kios disegel. Sebagian besar pedagang diketahui menyewa kepada pemilik kios lama dengan tarif beragam — dari puluhan hingga ratusan juta rupiah.
“Kalau pemiliknya tak menebus, maka prioritas kami berikan kepada pedagang aktif yang masih berjualan,” tambahnya.
Yohanes juga menegaskan kebijakan ini bukan dilakukan ujug-ujug. Sebab, kata dia, sosialisasi sudah lebih dari delapan kali selama 12 tahun.
Selain itu, harga kios juga sudah diturunkan dari Rp1,7 miliar berdasar hasil penilaian KJPP menjadi Rp390 juta untuk di lantai dasar dan Rp345 juta untuk di lantai satu.
"Namun, pedagang tetap menolak harga itu dan menuntut harga wajar di kisaran Rp200–250 juta per unit," ungkapnya seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Heru Lianto, Kamis (13/11).