Mafia kios di Pasar Pramuka diduga sempat jegal SK Pembatasan Kepemilikan Lapak
Praktik mafia kios di Pasar Pramuka, Matraman, Jakarta Timur, telah berlangsung lama. Bahkan, mereka diduga sempat menjegal kebijakan pembatasan kepemilikan kios yang diterbitkan oleh Perumda Pasar Jaya pada tahun 2016 lalu.
Sumber foto: Heru Lianto/elshinta.com.
Praktik mafia kios di Pasar Pramuka, Matraman, Jakarta Timur, telah berlangsung lama. Bahkan, mereka diduga sempat menjegal kebijakan pembatasan kepemilikan kios yang diterbitkan oleh Perumda Pasar Jaya pada tahun 2016 lalu.
Adapun kebijakan itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Direksi PD Pasar Jaya Nomor 47 Tahun 2016 tentang pengelolaan tempat usaha yang membatasi kepemilikan maksimal satu kios untuk setiap pedagang.
“Masih ingat demo besar tahun 2016 di Pasar Pramuka? Itu dilakukan untuk melindungi bisnis penyewaan kios mereka,” kata HR (49), salah seorang penyewa, kepada wartawan di Jakarta Timur, Kamis (16/10).
Menurut HR, demo tersebut digerakkan oleh pihak-pihak yang selama ini menguasai banyak kios dan menyewakannya ke pedagang lain dengan harga tinggi.
Dari total sekitar 400 kios, sedikitnya 204 unit didiga dikuasai oleh kelompok mafia kios yang menyewakan ke pihak ketiga.
“Mereka ada yang punya lima sampai tujuh kios. Begitu keluar SK pembatasan, langsung demo besar-besaran. Akhirnya Pemprov ikut turun tangan, dan SK itu dibatalkan,” ujarnya di lokasi, Kamis kemarin.
Dalam SK tersebut, kebijakan sewa kios diubah menjadi perpanjangan tahunan, dengan kewajiban setiap pedagang hanya menempati satu kios. Namun, tekanan dari kelompok pemilik kios banyak membuat aturan itu tak pernah dijalankan.
Terbaru, isu serupa akhirnya mencuat seiring rencana revitalisasi Pasar Pramuka oleh Perumda Pasar Jaya. Para mafia kios disebut kembali melakukan manuver dengan menghembuskan isu kenaikan harga sewa kios agar proyek revitalisasi ditunda.
“Dulu mereka minta kontrak diperpanjang 30 tahun. Sekarang masa sewanya sudah hampir habis. Kalau pasar direvitalisasi, otomatis hak sewa mereka selesai dan bisnis sewa kiosnya berhenti. Makanya mereka ribut bilang harga sewa mahal,” terang HR.
Rencana revitalisasi Pasar Pramuka sendiri sudah pernah diungkapkan oleh mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Syaiful Hidayat, yang menilai kondisi pasar itu sudah tidak layak.
“Tadi saya masuk ke pasar obat, kondisinya panas sekali, makanya harus dibenahi,” kata Djarot kala itu.
Dilaporkan Elshinta sebelumnya, penolakan terhadap harga sewa kios baru di Pasar Pramuka diduga kuat dipicu oleh ulah mafia kios.
Para mafia kios selama ini menyewakan tempat ke pedagang lain dengan tarif mencapai Rp50 juta hingga Rp80 juta per tahun, sementara harga sewa resmi dari Pasar Jaya mencapai Rp425 juta per unit untuk masa sewa 20 tahun.
"Kalau dibagi 20 tahun, jatuhnya cuma sekitar Rp23 juta per tahun. Kami malah rugi karena harus bayar Rp80 juta ke pemilik lama,” ujar HR.
Sementara Manajer Humas Perumda Pasar Jaya, Fahrizal Irfan, mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut.
“Kami akan lakukan pengecekan dan review. Terima kasih atas informasinya, kami akan segera tindak lanjuti,” ujarnya saat dikonfirmasi via telepon oleh Reporter Elshinta, Heru Lianto, Kamis (16/10).