2025, KPAI mencatat kekerasan pada anak masih jadi fenomena gunung es
Ilustrasi kekerasan pada anak
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat kekerasan terhadap anak masih menjadi persoalan serius sepanjang tahun 2025, dengan pola kasus yang relatif sama seperti tahun sebelumnya dan sebagian besar belum terlaporkan.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua KPAI, Dr. Jasra Putra, MPd, dalam wawancara Radio Elshinta Edisi Pagi, Selasa (30/12/2025).
KPAI mencatat ribuan aduan terkait pelanggaran hak anak, dengan mayoritas kasus terjadi di lingkungan keluarga dan sebagian besar belum terungkap.
Kondisi ini mendorong KPAI menilai perlunya penguatan sistem pengasuhan nasional serta regulasi yang lebih komprehensif untuk melindungi anak dari kekerasan dan dampak negatif lingkungan digital.
Menurut Jasra, kekerasan terhadap anak banyak dipicu oleh situasi keluarga yang tidak ideal, seperti perceraian, penelantaran, hingga minimnya fungsi pengasuhan, yang berdampak pada kekerasan fisik, psikis, dan seksual.
“Fenomena ini seperti gunung es, yang terlihat hanya sebagian kecil, sementara kasus sebenarnya jauh lebih besar,” jelasnya kepada News Anchor Telni Rusmitantri.
Ia menjelaskan, lebih dari 60 persen aduan KPAI berasal dari lingkungan domestik keluarga, dan bahkan ditemukan kasus anak yang berhadapan dengan hukum akibat kekerasan yang dialami sejak lama.
Jasra menegaskan bahwa keluarga seharusnya menjadi benteng utama perlindungan anak, namun kesenjangan pengasuhan masih sangat besar di masyarakat.
Selain persoalan keluarga, KPAI juga menyoroti maraknya paparan industri candu seperti game online, judi daring, narkoba, rokok, dan pornografi yang semakin mudah diakses anak melalui gawai.
“Kejahatan terhadap anak kini tidak hanya terjadi di luar rumah, tetapi juga masuk ke dalam rumah lewat handphone,” katanya.
Sebagai langkah perbaikan, KPAI telah menyampaikan rekomendasi hasil pengawasan nasional kepada kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, termasuk mendorong penguatan regulasi, program, anggaran, serta layanan rehabilitasi anak.
Jasra menekankan pentingnya pusat layanan yang memiliki psikolog, pekerja sosial, dan pendamping profesional.
KPAI juga kembali mendorong pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengasuhan untuk melengkapi Undang-Undang Perlindungan Anak, agar negara tidak bersikap reaktif seperti “pemadam kebakaran” saat kasus sudah terjadi.
“RUU Pengasuhan diperlukan agar mitigasi risiko terhadap anak bisa dilakukan sejak hulu,” pungkasnya.
Penulis: Steffi Anastasia/Mgg/Ter


