IKAL P3N XXVI Lemhannas desak penguatan RUU Sisdiknas dalam RDP Komisi X

Update: 2025-12-09 01:56 GMT

IKAL P3N Angkatan XXVI Lemhannas RI dalam RDP bersama Komisi X DPR RI soal RUU Sisdiknas, di Jakarta, Senin (8/12/2025)

Ikatan Alumni Pendidikan dan Pemantapan Pimpinan Nasional (IKAL P3N) Angkatan XXVI Lemhannas RI menegaskan pentingnya penguatan substansi dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) agar mampu menjawab krisis mutu pendidikan, ketimpangan layanan, serta tantangan bonus demografi Indonesia.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025).

Dalam forum tersebut, perwakilan IKAL P3N XXVI menyampaikan sejumlah rekomendasi strategis, termasuk pembangunan tata kelola pendidikan nasional yang terintegrasi, penetapan Standar Mutu Nasional dan Standar Layanan Minimal Pendidikan (SLMP), penguatan pendanaan pendidikan berbasis pemerataan antardaerah, hingga reformasi kesejahteraan serta kompetensi guru dan dosen.

Selain itu, kolaborasi industri–pendidikan melalui skema regulatif yang mengikat dan percepatan digitalisasi sekolah juga menjadi sorotan utama.

Wakil Ketua I IKAL P3N Angkatan XXVI Lemhannas RI, Michael Rolandi Cesnanta Brata, menjelaskan secara rinci lima isu pokok yang disampaikan kepada Komisi X terkait perbaikan RUU Sisdiknas.

"Ya, jadi kami dari P3N XXVI Lemhanas tadi melakukan dengan pendapat umum dengan teman-teman di Komisi 10 untuk perbaikan saran pendapat terkait dengan RUU Sisdiknas yang sedang digarap oleh Komisi X. Ada lima hal yang kita sampaikan di sana,” paparnya.

Michael mengurai bahwa persoalan pertama berkaitan dengan mutu pendidikan yang stagnan serta ketimpangan yang semakin melebar.

"Intinya kita tahu bahwa asesment nasional visa kita masih rendah dan kita harapkan dengan RUU ini akan bisa dilakukan terobosan untuk melakukan peningkatan dari sistem kata kelolaannya," katanya.

Kedua adalah soal tata kelola pendidikan yang terfragmentasi dan tidak efisien.

"Tentunya ini perlu adanya rumusan yang memberikan efisiensi dalam melakukan pendidikan kita,” tegasnya.

Ketiga, Michael menyoroti kesenjangan akses pendidikan pada kelompok rentan.

"Nah ini banyak di daerah 3T dan teman-teman pendidikan inklusi harus ditingkatkan dalam rangka memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk berpartisipasi dalam peningkatan pendidikan nasional kita,” jelasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan menyangkut kesejahteraan dan profesionalisme guru serta dosen.

"Tentunya di dalam RUU 6T-nya perlu diatur sedemikian rupa kesejahteraan guru dan dosen bisa ditingkatkan agar mutu pendidikan itu dengan pengajaran yang tidak lagi memikirkan masalah kesejahteraan lainnya bisa meningkatkan,” kata Michael.

Ia juga melihat Isu relevansi pendidikan dengan kebutuhan industri.

"Jadi link and match antara pendidikan dan industri ini perlu adanya partisipasi dari teman-teman industri untuk berpartisipasi dalam meningkatkan mutu pendidikan kita,” tambahnya.

Michael menyatakan bahwa komunikasi dengan Komisi X DPR akan terus dilanjutkan.

"Jadi memang ini karena keterbatasan waktu kami menyampaikan dalam bentuk kakulis. Kita sudah membedah satu persatu pasal dari mulai pasal awal sampai dengan akhir. Kita memberikan masukan di sana. Secara komunikasi akan terus kita jalin dengan teman-teman Komisi X apabila ada pendalaman lebih lanjut akan kita lakukan lebih lanjut,” ujarnya.

Kemudian, Wakil Ketua II Bidang Pendidikan dan Penelitian IKAL P3N XXVI, Prof. Dr. Ratna Wardhani, menyoroti urgensi peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik sebagai fondasi profesionalisme.

"Kita ingin mendorong profesionalisme guru dan dosen. Kita ingin mendorong profesionalisme dari guru dan dosen. Tapi di sisi lain, kalau kita merequire profesionalisme yang lebih tinggi, maka kesejahteraan itu harus diperhatikan,” tegasnya.

Ratna menjelaskan bahwa kesejahteraan tersebut harus mencakup komponen remunerasi yang jelas dan berbasis standar yang realistis.

"Tadi kita sampaikan bahwa kesejahteraan itu berupa beberapa komponen dari remunerasi. Salah satunya gaji pokok. Kita tadi memberikan masukan gaji pokok itu untuk guru adalah 3 kali dari UMP, minimalnya ya,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa untuk dosen, standar kesejahteraan harus lebih tinggi.

"Minimal 3 kali dari UMP, sementara untuk gaji dosen itu 5 kali dari UMP. Dan juga komponen-komponen lainnya. Ini guna memastikan kesejahteraan guru dan dosen itu bisa menjadi engkor dari peningkatan profesionalisme," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua III Bidang Humas dan Publikasi IKAL P3N XXVI yang juga Pemimpin Redaksi Radio Elshinta, Haryo Ristamaji, menegaskan bahwa studi mendalam telah dilakukan oleh pihaknya sebelum memberikan masukan kepada Komisi X.

"Keluarga alumni Lemhanas angkatan XXVI ini telah melakukan studi terhadap Rancangan Undang-Undang Sisdiknas dan akhirnya dari beberapa poin itu cukup banyak hal-hal yang krusial ya yang harus diberikan masukan kepada Komisi X DPR," ungkapnya.

Menurut Haryo, masukan tersebut bersifat konstruktif dan didasarkan pada komparasi dengan beberapa negara lain.

"Banyak sekali masukan-masukan yang konstruktif yang kami masukkan dan karena memang waktunya sangat pendek sekali, nantinya akan kita elaborasi lebih lanjut lagi," jelasnya.

Haryo menegaskan tujuan utama dari penguatan regulasi pendidikan tersebut.

"Tapi yang penting bahwa penguatan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional ini kita menginginkan agar membangun sistem pendidikan yang merata, bermutu dan berdaya saing. Ini kita lakukan karena sudah melakukan studi juga Lemhanas ke beberapa negara tetangga. Dan kita tahu kita ada di posisi di mana,” ujarnya.

Lebih jauh, ia menegaskan pentingnya integrasi masukan tersebut ke dalam RUU.

"Oleh sebab itu makanya penting sekali masukan ini bisa masuk dalam Rancangan Undang-Undang Sisdiknas itu," tambahnya.

Melalui RDP ini, IKAL P3N XXVI berharap RUU Sisdiknas tidak hanya menjadi regulasi normatif, tetapi benar-benar menjadi arsitektur pendidikan nasional yang kuat, modern, dan berorientasi pada lahirnya generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045.

Penulis: Arie Dwi Prasetyo/Ter

Similar News