Ketua Dewan Pembina YPT UTA `45 fasilitasi penyelesaian skorsing mahasiswa tolak Soeharto Pahlawan Nasional
Ketua Dewan Pembina Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945, Rudyono Darsono, turun tangan mengatasi persoalan skorsing terhadap mahasiswa yang hendak menggelar diskusi terkait penolakan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai pahlawan nasional.
Sumber foto: Istimewa/elshinta.com.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945, Rudyono Darsono, turun tangan mengatasi persoalan skorsing terhadap mahasiswa yang hendak menggelar diskusi terkait penolakan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai pahlawan nasional. Rudyono berupaya menyelesaikan persoalan ini, dengan memanggil seluruh pihak terkait, termasuk mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 (UTA '45) Jakarta yang diskors, Damar Setyaji Pamungkas. Sejumlah fakta pun terungkap dalam kesempatan itu.
"Kita kasih kesempatan semua pihak terkait, memberikan penjelasan," kata Rudy, sapaannya di Kampus UTA '45 Jakarta, Jakarta Utara, kepada wartawan, Kamis (20/11).
Para pihak yang memberikan keterangan, mulai dari Damar. Lalu dilanjut Kepala Kemahasiswaan UTA '45 Jakarta, Achmad Rofii; Kepala Keamanan Laode Ahmad Arifudin dan Dekan Fakultas Ekonomi, Bisnis dan Ilmu Sosial UTA '45 Jakarta, Bobby Reza.
Damar sendiri memprotes alasan dirinya diskors, walaupun Damar juga secara langsung meminta maaf atas kejadian tersebut melakukan kegiatan di dalam lingkungan kampus tanpa meminta ijin dan mengundang pihak luar tanpa memberitahukan pihak kampus, Menurut Damar, dalih bahwa kegiatan yang ia gelar kegiatan politik praktis, sehingga menjadi salah satu alasan sanksi skorsing dijatuhkan, tak tepat. "Itu cuma diskusi, bukan kegiatan politik praktis," ucapnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi, Bisnis dan Ilmu Sosial UTA '45 Jakarta, Bobby Reza, diskusi dianggap sebagai aktivitas politik praktis, dan tidak berhubungan sama sekali dengan kegiatan akademik tanpa ijin dan pemberitahuan sehingga menyebabkan masuknya intervensi dari pihak luar. yaitu kepolisian. Polisi berpakaian preman mendatangi kampus UTA '45 Jakarta, setelah undangan diskusi yang digelar Damar beredar luas.
"Polisi menyimpulkan bahwa kegiatan diskusi ini terafiliasi salah satu partai politik. Sebab ini terkait sejarah kampus, lalu warna almamater dan UTA," tutur Bobby.
"Kemudian organisasi LMID dikaitkan dengan Budiman Sudjatmiko. Diskusi dikaitkan dengan parpol tertentu, karena kader-kadernya banyak yang menolak Soeharto sebagai pahlawan nasional," imbuhnya.
Adapun kepolisian yang mendatangi kampus UTA dan berdiskusi dengan Bobby, berasal dari Polres Metro Jakarta Utara, Polda Metro Jaya dan Mabes Polri.
Kepala Kemahasiswaan UTA '45 Jakarta Achmad Rofii menambahkan, dirinya sempat melihat aparat keamanan memotret-motret sejumlah titik di kampus. Karenanya ia menegur para polisi tersebut. "Saya pertanyakan siapa mereka dan maksud kedatangannya," tegas Achmad.
Kepada Achmad, polisi menjelaskan kehadiran mereka guna mengantisipasi gangguan keamanan dari digelarnya diskusi penolakan Soeharto sebagai pahlawan nasional. Sebab, polisi mengaku mendapat informasi bahwa akan ada pihak-pihak yang kontra dengan diskusi, dan ingin mendatangi kampus UTA '45 Jakarta.
"Mereka mengatakan ada pihak yang kontra dengan narasi pada diskusi. Karena itu mereka hadir," kata Achmad.
Karena ada potensi gangguan keamanan itulah, Kepala Keamanan UTA '45 Laode Ahmad Arifudin mengambil tindakan. Ia memutuskan menutup pintu gerbang kampus dan melakukan sterilisasi di lokasi. "Karena saya khawatir terjadi keributan hingga kerusuhan di kampus kalau diskusi itu digelar," imbuhnya.
"Sebagai kepala keamanan itu menjadi tanggung jawab kalau sampai terjadi apa-apa. Saya nggak mau ambil risiko," sambung Arifuddin yang merupakan purnawirawan TNI.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945, Rudyono Darsono yang akrab disapa Rudy menegaskan, upayanya turun tangan menengahi persoalan ini, sebagai orang tua bagi seluruh mahasiswa, tak terkecuali bagi Damar. Ia ingin memberikan penyelesaian perkara atau solusi yang terbaik.
"Kami sebagai ayah, pada dasarnya ingin melindungi seluruh mahasiswa yang merupakan anak kami," tegas Rudy.
Apalagi, ada hal-hal yang berpotensi mengancam keamanan dan ketertiban kampus, yang informasinya didapat dari pihak berwenang, apabila diskusi jadi digelar. Belum lagi, kata Rudy, pihak kepolisian sesuai kesaksian manager kemahasiswaan pada pertemuaan tersebut sampai berencana memeriksa Damar.
"Karena itu kami tidak menyalahkan pihak keamanan dan Dekan Febis melakukan upaya-upaya pencegahan lebih dini, agar persoalan ini tak meluas, apalagi sampai merugikan sivitas akademika UTA '45 Jakarta," jelasnya.
Terkait peluang sanksi skorsing dicabut, menurutnya masih bisa dibicarakan. Itu tergantung pembicaraan Damar dengan Dekan.
"Tak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan," ungkapnya.
"Biarlah ini menjadi pembelajaran juga buat kita semua, bahwa kebebasan apapun harus tetap mengikuti aturan dan menghormati hak orang lain dan yang perlu diingat, etika, adab harus dikedepankan. Sepintar dan sebenar-benarnya seseorang, tetap harus beradab, beretika, sopan ketika berbicara, bertindak dan bersikap dalam hal apapun." lanjutnya.