Siswa Sekolah Rakyat ceritakan perubahan hidup dan beasiswa kuliah yang didapat

Update: 2025-12-10 02:18 GMT

Salsabil Nabilah Zara, siswi kelas 10 di Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 10 Margaguna, Jakarta Selatan

Salsabil Nabilah Zara, siswi kelas 10 di Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 10 Margaguna, Jakarta Selatan, mengaku hidupnya berubah drastis sejak bergabung dengan program Sekolah Rakyat. Program berasrama yang digagas pemerintah tersebut dinilai membuka peluang bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan secara layak.

“Awalnya saya tidak percaya ada boarding school gratis. Informasinya kurang beredar. Tapi setelah saya telusuri dan tahu bahwa ini program Pak Prabowo, saya mau mencoba,” ujarnya pada Radio Elshinta, Selasa (9/12/2025).

Selama lima bulan tinggal di asrama, Salsa mengaku merasakan perubahan signifikan, terutama dalam kedisiplinan dan pola hidup sehari-hari.

“Dari bangun tidur sampai malam semua terjadwal. Subuh kami shalat, lalu olahraga, sarapan, dan berangkat sekolah. Makannya sehari tiga kali dan selalu ada buah. Snack juga dua kali,” katanya.

Ia menyebut fasilitas yang diberikan sangat lengkap, mulai dari pakaian seragam hingga kebutuhan dasar siswa.

“Di sini hidup saya benar-benar fokus belajar. Sisanya sudah difasilitasi,” ucapnya.

Salsa yang sejak SMP menyukai mata pelajaran ilmu sosial mengaku pendekatan guru di Sekolah Rakyat berbeda dibanding sekolah negeri tempat ia belajar sebelumnya.

“Guru-guru memperhatikan perkembangan setiap anak secara individu. Tidak hanya ke beberapa siswa tertentu. Penjelasannya dibuat agar kami benar-benar paham,” tuturnya.

Sebagai sekolah berasrama, sebagian siswa kerap merasakan kerinduan pada orang tua. Salsa pun merasakan hal serupa.

“Malam pertama di sini yang teringat hanya keluarga. Tapi wali asrama selalu mendampingi. Kalau ada yang sakit langsung ditangani,” katanya.

Salsa berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya bekerja serabutan dengan pendapatan tidak tetap sekitar Rp700 ribu per minggu. Sementara ibunya berjualan peyek, keripik, dan pulsa untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga.

Meski demikian, orang tuanya selalu mendorong Salsa untuk belajar dengan baik agar mendapatkan beasiswa.

Dorongan itu terbayar saat Salsa menjadi satu dari 10 siswa Sekolah Rakyat yang menerima beasiswa dari Ari Ginanjar. Ia mengaku terkejut ketika guru mengumumkan kabar tersebut.

“Saya langsung kabari orang tua. Ini beasiswa pertama saya di sekolah ini, dan semakin memotivasi saya,” ujarnya.

Beasiswa itu membuka peluang untuk melanjutkan studi di jurusan Hubungan Internasional, sesuai cita-cita Salsa menjadi diplomat.

“Saya ingin membawa nama Indonesia ke dunia internasional. Saya juga suka debat dan isu-isu global, jadi diplomat itu pas banget buat saya,” katanya.

Salsa mengatakan pengalaman belajar di Sekolah Rakyat sangat berbeda dibanding sekolah negeri. Salah satunya ketika ia terpilih masuk paduan suara yang tampil di Istana Negara.

“Di sekolah dulu saya hanya bisa menonton upacara 17 Agustus lewat televisi. Di sini saya justru tampil sebagai bagian dari acaranya. Rasanya bangga sekali,” ujarnya.

Ia berharap program Sekolah Rakyat dapat terus dilanjutkan dan diperluas ke berbagai daerah.

“Semoga presiden berikutnya melanjutkan program ini, karena sangat membantu keluarga-keluarga kurang mampu,” katanya.

Salsa juga menekankan bahwa Sekolah Rakyat bukan hanya sekolah bagi anak tidak mampu, tetapi wadah bagi siapa pun yang ingin berkembang.

“Jangan melihatnya sebagai sekolah untuk anak miskin. Ini sekolah untuk anak yang ingin maju dan mengembangkan bakat,” ucapnya.

Penulis: Hutomo Budi/Ter

Similar News