PDIP dorong inovasi pertanian untuk swasembada beras

DPP PDI Perjuangan menggelar Seminar Nasional Hari Tani 2025 bertema “Bumi Lestari, Petani Berdikari, Kembali ke Sawah, Menyemai Masa Depan” di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (24/9). Acara ini menghadirkan berbagai narasumber yang membahas sejarah, tantangan, dan masa depan pertanian Indonesia.

Update: 2025-09-24 14:10 GMT

Sumber foto: Supriyarto Rudatin/elshinta.com.

DPP PDI Perjuangan menggelar Seminar Nasional Hari Tani 2025 bertema “Bumi Lestari, Petani Berdikari, Kembali ke Sawah, Menyemai Masa Depan” di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (24/9). Acara ini menghadirkan berbagai narasumber yang membahas sejarah, tantangan, dan masa depan pertanian Indonesia.

Kepala Badan Sejarah DPP PDIP, Bonnie Triyana, selaku moderator, menegaskan bahwa Hari Tani tidak dapat dipisahkan dari sejarah lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria.

“Melalui Keputusan Presiden Nomor 169 tahun 1963, bertepatan dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, 24 September ditetapkan sebagai Hari Tani. Bung Karno mengatakan pertanian adalah hidup matinya bangsa,” ujar Bonnie.

Bonnie juga menambahkan, sejak 1930-an, Bung Karno sudah menaruh perhatian pada masalah pangan dan menghitung kebutuhan kalori rakyat Indonesia sebagai dasar perumusan kebijakan pertanian.

Soroti Benih Lokal dan Kearifan Tradisional

Pemulia benih padi lokal, Surono Danu, menekankan pentingnya kembali ke kearifan lokal dalam menghadapi ancaman krisis pangan.

“Saya tidak merasa berbakti atau mengabdi, ini kewajiban hidup saya. Sejak 1983 saya berusaha melahirkan padi komposit yang bisa ditanam berulang. Indonesia punya ribuan varietas padi lokal yang kini dilupakan,” kata Surono seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Supriyarto Rudatin, Rabu (24/9). 

Ia mengkritik dominasi benih dan pupuk kimia yang dinilai merusak ketahanan pangan. “Kalau kembali ke kearifan lokal, produksi padi kita bisa jauh lebih tinggi. Ini bukan soal menantang, tetapi menyelesaikan program kedaulatan pangan yang dicanangkan sejak lama,” tambahnya.

Inovasi dan Produktivitas Lahan

Sementara itu, penggagas Sekolah Pertanian Terpadu dan Pemulia Padi MSP65, Mangontang Simanjuntak, mengingatkan bahwa lahan garapan petani semakin sempit, rata-rata hanya 3.000 meter persegi per rumah tangga.

“Petani hanya punya 3.000 meter persegi per rumah tangga. Itu tidak cukup untuk sejahtera tanpa inovasi. Dengan lahan terbatas, kita harus meningkatkan indeks tanam dari sekali menjadi dua kali, dari dua kali menjadi tiga kali. Inovasi adalah kunci,” ungkap Mangontang.

Menurutnya, potensi swasembada bahkan ekspor beras terbuka lebar jika inovasi diterapkan secara serius. “Kalau 7,4 juta hektare sawah ditanam dua kali saja, hasilnya 15 juta ton beras. Kalau tiga kali, kita bisa ekspor. Tetapi semua harus berpihak pada petani agar benar-benar sejahtera,” tegasnya.

Tutup dengan Seruan Pemberdayaan Petani

Seminar ini juga menghadirkan Ketua KTNA Sumrambah, Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono, perwakilan BRIN, serta pemulia padi nasional. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dijadwalkan menutup seminar tersebut dengan menegaskan kembali komitmen partai terhadap kedaulatan pangan nasional.

Tags:    

Similar News