I.League belum berani janjikan kompetisi usia muda
Operator Liga Indonesia, I.League, belum berani menjanjikan kompetisi usia muda atau tim cadangan bagi klub-klub di dalam negeri.
Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Operator Liga Indonesia, I.League, belum berani menjanjikan kompetisi usia muda atau tim cadangan bagi klub-klub di dalam negeri.
Dua kompetisi strata teratas Indonesia, yakni BRI Super League dan Pegadaian Championship, kini dimainkan dengan lebih profesional. Salah satu pembedanya adalah penerapan VAR, bahkan di Liga Championship.
“Memang Liga punya visi, tetapi memang seperti tadi yang saya sampaikan, kita memang berinteraksi, berkomunikasi sama PSSI dan PSSI mempunyai roadmap yang jauh lebih besar dari sekedar yang tadi," kata Ferry usai peluncuran Pegadaian Championship di Hotel Adimulia, Medan, Jumat.
"Oleh karena itu memang ya kita tunggulah tahun-tahun ke depan apa yang bisa kita kolaborasikan, apakah juga Liga bisa menjalankan itu semua,” kata Ferry.
Menurut Ferry, ada sejumlah rintangan yang membuat berbagai kompetisi di bawah dua liga strata tertinggi Indonesia sulit dimainkan, yakni masalah infrastruktur, penggunaan LED dan VAR, kompetisi Elite Pro Academy, dan kompetisi U-19 yang masih bersifat home tournament.
“Kemudian musim depan, PSSI sudah menstandarkan, harus ada U17, dan tahun berikutnya harus ada U15. Saya pikir secara simultan, apa yang sudah ditetapkan oleh regulasi kita, PSSI, sejalan dengan visi yang ada dalam proses perkembangan sepak bola ke depan," kata dia.
"Apalagi, tuntutan kita ke depan ini tidak mudah ya. Tuntutan kita ke depan, bahwa kita harus bisa compete, menghadirkan kompetisi yang baik,” tutur mantan Direktur Persija Jakarta itu.
Ferry memaparkan bahwa dalam waktu dekat akan digulirkan kompetisi putri.
“Waktu dekat ini kita juga sedang menggali, kita lihat potensi seperti apa. Kalau dari sisi talentanya yang tujuan akhirnya bisa menghadirkan pemain nasional, itu seperti apa sih formatnya. Karena PSSI minta supaya klub-klub besar dululah yang bisa diberikan kompetisi,” ujar Ferry.
Ferry menegaskan operator liga tidak mau main-main dalam menyelenggarakan kompetisi sehingga turnamen sepak bola putri tidak sekadar memenuhi permintaan PSSI, melainkan memiliki keberlanjutan dan masa depan.
“Kita juga butuh fondasi yang kuat, tidak mau datang dan pergi. Kalau misalnya Persib Bandung yang terlibat tidak mungkin datang dan pergi, pasti punya komitmen. Tapi kalau misalnya klubnya hantu blao, bisa jadi setengah musim pergi, tidak menarik,” pungkas dia.