Tokoh cerita silat Pendekar Rajawali dalam wujud patung karya Ren Zhe, ada Bibi Lung
Patung karya seniman China, Ren Zhe dipamerkan di Townhall Indonesia Design Districk (IDD), PIK 2, Jakarta, hingga 19 Oktober 2025
Seniman asal China, Ren Zhe memamerkan karyanya di Townhall Indonesia Design Districk (IDD), PIK 2, Jakarta. Sebanyak 50 lebih patung mahakarya seniman fenomenal ini dipamerkan hingga 19 Oktober 2025.
Pameran bertema A Path to Glory menjadi etalase seni yang menyuguhkan karya patung Ren Zhe yang terlengkap, tidak hanya di Indonesia, tapi di dunia.
Dalam siaran pers yang diterima, dijelaskan pematung yang masuk dalam lima besar jajaran seniman top China yang paling dihormati itu, mempersembahkan deretan patung yang terinspirasi dari karakter karya penulis Jin Yong.
Pameran kali ini didominasi karya Ren Zhe sebagai bagian dari rangkaian peringatan 100 tahun kelahiran Jin Yong, maestro sastra wuxia asal Hong Kong yang karyanya menjadi legenda lintas generasi.
Bagi yang akrab dengan kisah trilogi Pendekar Rajawali, karya Jin Yong mulai dari The Legend of the Condor Heroes, "The Return of the Condor Heroes", hingga "The Heaven Sword and Dragon Saber", mestinya bisa mengenal berbagai karakter dalam karya legendaris itu. Dan, kisah para pendekar itu tersaji dengan apik dan estetik.
Ren Zhe menonjolkan karakter tersebut dalam aneka patung perunggu dan stainless buatannya. Guratan otot, ketokohan setiap karakter, bisa membuai setiap penikmatnya untuk menjelajah memori masa kecil dan masa muda, saat membaca komik silat dan menonton serialnya.
Sang penulis, melalui Jin Yong Foundation sejak awal memilih Ren Zhe sebagai satu-satunya seniman yang boleh membuat karakter tokoh-tokoh ciptaannya itu ke dalam karya seni. Mereka yakin, Ren Zhe bisa ”menghidupkan” kembali tokoh-tokoh tersebut dalam karya patung yang fenomenal.
Tokoh-tokoh yang diciptakan Jin Yong selalu diuji antara ambisi pribadi, kehormatan keluarga, dan nilai kebajikan universal. Ren Zhe dengan sangat detail menangkap esensi itu dalam karyanya, figur-figur heroik yang tak hanya menampilkan kekuatan fisik, tetapi juga sisi kemanusiaannya.
Pengunjung di aula pameran bisa saja takjub melihat patung setinggi 2-3 meter, diposisikan sedang menggenggam busur, merupakan tokoh Guo Jing (Kwee Ceng). Di sampingnya berdiri patung wanita berkuda yang bisa diduga adalah sang istri, tokoh Huang Rong (Oey Yong) yang sedang berkuda dengan tinggi tak kurang dari 2,5 meter.
Ada juga tokoh Yang Guo (Yo Ko) dan Xiaolongnu (Siauw Liong Lie) yang mengekspresikan asmara mereka. Tangan kanan Yo Ko yang buntung sehingga lengan bajunya kosong. Adapun Bibi Lung yang berpostur ramping menunggu dengan topi bercadarnya.
Pematung tersebut dengan lihai membentangkan patung-patungnya bagai drama atau teaterikal yang statis. Figur-figur dalam deretan novel Yong digambarkan dengan tubuh kekar sesuai imaji para pembaca atau penonton menyaksikan versi layar kaca atau filmnya.
”Pameran ini jalan spiritual. Ren Zhe tidak sedang menyalin tokoh Jin Yong secara literal, melainkan menghidupkan spirit mereka dalam bentuk kontemporer. Memberi kita ruang untuk merenungkan arti sejati dari kejayaan," jelas Owner Linda’s Gallery, Linda Ma, dikutip dari keterangan tertulis.
Melalui serangkaian patung monumental karya Ren Zhe, pengunjung diajak menyusuri jejak heroisme, nilai moral, dan kebijaksanaan yang terpancar dari semesta ciptaan Jin Yong, terutama kisah-kisah dalam Trilogi Pendekar Rajawali (Condor Heroes Trilogy).
”Ini adalah pameran terlengkap karya Ren Zhe untuk tokoh-tokoh karakter penulis Jin Yong. Kami sudah memamerkan karya Ren Zhe di Singapura, tapi tidak selengkap saat ini. Jadi para kolektor dan penikmat seni wajib datang ke sini, karena ini kesempatan yang sangat langka,” ajak Linda.
Sebagai satu-satunya galeri seni yang mendapat kepercayaan memamerkan karya Ren Zhe, pemilik Linda’s Gallery di Jakarta, Singapura, dan Beijing itu mengaku bangga. ”Pengunjung yang datang bisa merasakan energi positif dari karya sang seniman, sekaligus nostalgia dengan karya-karya legendaris Jin Yong. Tema A Path To Glory, yang diusung galeri kami bukanlah sekadar slogan, melainkan refleksi mendalam atas bagaimana seni patung bisa beresonansi dengan sastra," imbuhnya. (Ter)