Mencari jalan keluar `Exit 8`, film horor Jepang adaptasi game populer
Seperti apa rasanya terjebak di lorong kereta bawah tanah tak berujung? Ketegangan itu bisa Anda rasakan ketika menonton film Jepang Exit 8, hasil adaptasi dari game thriller yang sudah diunduh lebih dari sejuta kali oleh pemain global, dan disutradara Genki Kawamura.
Ada banyak faktor yang menjadi daya tarik "Exit 8". Alasan pertama penonton datang ke bioskop bisa jadi karena mereka sudah mencoba bermain game buatan KOTAKE CREATE. Game "Exit 8" mendapat penghargaan Breakthrough Award di Japan Game Award 2024, juga Excellence Award in Game Design di CEDEC Award 2024.
Kepopuleran game ini juga terdengar ke telinga anggota grup K-pop Seventeen, Wonwoo dan S.Coups. Video yang memperlihatkan mereka bermain game ini juga sudah beredar di dunia maya. Bagi mereka yang belum pernah mendengar game ini, barangkali pemeran utamanya yang menjadi daya tarik: Kazunari Ninomiya. Anggota grup idola Jepang Arashi ini memang sudah malang melintang di dunia akting.
Tak cuma membintangi deretan film dan drama di Negeri Sakura, peraih gelar Best Actor Award di Japan Academy Prize pada 2015 itu juga sudah menembus Hollywood. Hampir dua dekade lalu, Ninomiya menjadi bagian dari film drama perang sejarah Letters from Iwo Jima (2016) garapan sutradara Clint Eastwood.
Sutradara Kawamura berpendapat meskipun Ninomiya berakting dengan dialog minim di Letters from Iwo Jima, dia punya pesona tersendiri yang membuat mata penonton terpaku.
"Saya ingin memperlihatkan kualitas itu lagi, apalagi hampir 20 tahun sejak dia muncul di film yang didistribusikan secara global," ujar Kawamura.
Stasiun kereta bawah tanah jadi latar belakang penceritaan film yang tak asing bagi Kazunari Ninomiya. Ia pernah menampilkan adegan laga di dalam kereta bawah tanah di film Gantz, adaptasi dari manga alias komik Jepang. Kali ini dalam "Exit 8", latarnya bergeser sedikit menjadi lorong stasiun bawah tanah.
Karakternya tak punya nama, hanya disebut sebagai The Lost Man. Ia adalah pria yang tersesat saat menuju pintu keluar.
Musik klasik yang bergemuruh mengawali perjalanan The Lost Man di dalam kereta yang cukup padat. Penonton awalnya melihat dari sudut pandang The Lost Man, ini adalah gambaran saat Anda benar-benar menjadi pemain dari game-nya.
Setelah keluar dari kereta, hiruk pikuk stasiun yang penuh dengan manusia perlahan berubah menjadi sunyi. Orang-orang yang lalu lalang tiba-tiba menghilang. The Lost Man mulai kebingungan. Ia terus berputar-putar bagai dalam labirin tak berujung.
Pintu keluar yang dicari tidak pernah muncul. The Lost Man mencari petunjuk yang ternyata selama ini sudah tersedia. Hanya perlu ketelitian untuk menemukannya. Aturan mainnya sederhana. Pemain harus keluar dari Exit 8.
Bila menemukan anomali di tengah jalan, segera kembali ke awal. Jika tidak ada yang aneh atau berbeda, teruslah berjalan. Kalau ada anomali atau petunjuk yang terlewat, Anda harus mengulang dari awal. Sungguh membuat pemain frustrasi.
Perasaan itulah yang digambarkan oleh The Lost Man. Rasanya penonton ikut merasa gemas ketika The Lost Man melewatkan detail kecil yang membuatnya harus kembali dari nol. Mungkin Anda juga ikut merasa sesak ketika The Lost Man yang mulai kesulitan bernapas harus repot mencari obat asma di tengah koridor tanpa akhir.
Di setiap belokan, kita akan menebak-nebak dan merasa tegang, menantikan anomali seperti apa yang akan muncul. Musik yang dibuat oleh Shohei Amimori dan Nasutaka Nakata turut membuat jantung berdebar lebih cepat.
Di tengah latar belakang yang itu-itu saja, penonton bisa ikut memecahkan misteri dengan memperhatikan setiap petunjuk dalam koridor.
Poster-poster, kamera pengawas, pintu-pintu, semua detailnya benar-benar diperhatikan. Gambaran saat The Lost Man memindai setiap detail, menyebutkannya satu persatu untuk memastikan semua normal, sebetulnya hal yang serupa dilakukan oleh para pemain game "Exit 8" di dunia nyata.
Sebelum The Lost Man berbelok, penonton akan ikut menebak, apakah The Lost Man berhasil "naik level", atau justru melakukan kesalahan dan kembali lagi ke awal. Kehadiran seorang anak kecil (Naru Asanuma) dan pria misterius, The Walking Man, yang dibintangi Yamato Kochi, turut mewarnai perjalanan The Lost Man.
Seperti namanya, The Walking Man selalu muncul di setiap belokan, tanpa ekspresi, berjalan dengan langkah teratur dan presisi, mirip seperti model di catwalk. Pengalaman Yamato Kochi yang lama berkarir di teater membuatnya bisa mewujudkan karakter dalam game menjadi nyata.
Jika Anda belum pernah melihat seperti apa game-nya, siap-siap terkejut melihat betapa miripnya latar belakang dan karakter The Walking Man versi film dengan versi game. Perbedaan dari film, yang tidak ada dalam game, adalah pengembangan karakter The Lost Man.
Sebelum terjebak dalam lorong tak berujung, ia baru saja menerima kabar mengejutkan dari seorang perempuan (The Woman, dibintangi Nana Komatsu), yang menyita pikirannya. Setiap langkah yang mengantarkannya ke pintu keluar menguras fisik, tapi di sisi lain pikirannya menjadi semakin jernih dalam menyelesaikan teka-teki dalam hidupnya sendiri.
Detail yang harus diperhatikan dalam film juga lebih banyak. Selain lorong berisi poster dan pintu, masih ada lorong yang isinya loker juga photobox yang harus diperhatikan.
Exit 8 yang tayang mulai 10 September 2025.adalah film panjang kedua karya Kawamura yang sudah lama bercita-cita membuat film horor yang mengaburkan mimpi, realita dan waktu dengan latar belakang Tokyo. Bersama Ninomiya, mereka saling bertukar gagasan selama proses pembuatan film.
Sutradara Genki Kawamura tak cuma membuat film horor, ia juga memperlihatkan kehidupan sehari-hari yang monoton lewat metafora lorong yang berulang.
Setiap anomali, menurut dia, adalah simbol dari rasa bersalah atau dosa dari si protagonis, yang juga berlaku dalam masyarakat. Semua anomali yang muncul memang berkaitan dengan latar belakang The Lost Man. Ia harus berhadapan dengan hal-hal yang selama ini ia hindari, lalu dihadapkan dengan keputusan, tetap bersikap bodo amat atau memberanikan diri untuk menghadapinya?
"Kita semua melewati rutinitas itu seraya menemukan petunjuk kecil bahwa ada sesuatu yang 'aneh' di dunia. Rasanya seperti hal sepele, tapi mencerminkan realita."
"Apakah kita mengabaikan tanda-tanda itu dan tersesat di dalam dunia tanpa pintu keluar? Atau kita mencermatinya dan berjalan menuju cahaya?" papar Kawamura, yang turut membuat serial Netflix "The Makanai" bersama sutradara kondang Kore-Eda Hirokazu.