Melasma, flek wajah membandel dan cara menanganinya
Mengenal penyebab melasma, faktor risiko, dan pendekatan medis yang aman untuk mengelolanya secara jangka panjang.
Banyak orang pernah mengalami momen ketika bercermin dan menyadari munculnya bercak cokelat di wajah yang sebelumnya tidak ada. Awalnya samar, lalu perlahan semakin jelas dan menetap. Berbagai produk perawatan kulit telah dicoba, namun bercak tersebut tetap bertahan. Pada titik inilah rasa khawatir dan penurunan kepercayaan diri kerap muncul.
Kondisi tersebut dikenal sebagai melasma, salah satu bentuk hiperpigmentasi yang paling sering muncul di wajah dan tergolong sulit ditangani.
Secara medis, melasma terjadi akibat produksi melanin yang berlebihan, baik di lapisan epidermis maupun dermis. Kondisi ini memunculkan bercak berwarna cokelat hingga keabu-abuan, umumnya simetris, dan sering muncul di area pipi, dahi, dagu, atau atas bibir.
Meski tidak berbahaya dan tidak menular, melasma bersifat kronis dan mudah kambuh. Inilah yang menjadikannya sumber kegelisahan jangka panjang bagi banyak orang.
Mengapa Melasma Mudah Terjadi?
Paparan sinar matahari berulang merupakan pemicu utama melasma. Selain itu, perubahan hormon—seperti pada masa kehamilan atau penggunaan kontrasepsi hormonal—memiliki peran besar. Faktor genetik, iritasi kulit, prosedur tertentu, hingga konsumsi obat-obatan tertentu juga dapat meningkatkan risiko.
Menurut Australian Journal of General Practice, prevalensi melasma di Asia Tenggara dilaporkan dapat mencapai 40 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata global dan dipengaruhi oleh dominasi tipe kulit Fitzpatrick III–V serta paparan sinar matahari tropis sepanjang tahun.
Dengan kata lain, melasma bukan semata akibat kesalahan perawatan, melainkan hasil kombinasi faktor biologis dan lingkungan.
Peran Hormon dan Genetik
Dokter kulit di Pekanbaru, dr. Tanya Febrina, menyebutkan bahwa sensitivitas kulit terhadap pigmentasi sangat dipengaruhi hormon dan faktor keturunan. Estrogen dan progesteron dapat memicu peningkatan produksi melanin, sehingga melasma lebih sering muncul pada kehamilan atau pengguna kontrasepsi hormonal.
Risiko juga meningkat pada individu dengan riwayat melasma dalam keluarga, khususnya pada tipe kulit sawo matang hingga gelap. Pemahaman ini penting agar melasma tidak dipandang sekadar masalah kosmetik, melainkan kondisi medis yang melibatkan mekanisme tubuh.
Pendekatan Penanganan yang Hati-hati
Secara klinis, melasma tampak sebagai bercak tidak beraturan dengan ukuran dan warna bervariasi. Kedalaman pigmen menentukan respons terhadap terapi, sehingga penanganannya tidak bisa disamaratakan. Berbeda dengan noda bekas jerawat, melasma memerlukan pendekatan yang terukur dan realistis. Konsultasi dengan dokter kulit menjadi langkah awal penting untuk menentukan jenis dan kedalaman melasma.
Terapi utama biasanya berupa obat oles depigmentasi seperti hydroquinone atau tretinoin di bawah pengawasan dokter. Untuk kulit sensitif, alternatif seperti asam azelaic, asam kojic, atau vitamin C dapat digunakan. Tujuan terapi bukan hanya memudarkan bercak, tetapi juga menekan aktivitas melanin tanpa memicu iritasi.
Pada kasus tertentu, terapi topikal dapat dikombinasikan dengan chemical peeling atau tindakan laser. Namun, keberhasilan terapi sangat bergantung pada evaluasi awal dan perawatan pascatindakan yang disiplin.
“Respons setiap pasien berbeda. Tidak ada jalan pintas dalam menangani melasma. Terapi harus dilakukan bertahap dan aman,” ujar dr. Tanya.
Sunscreen sebagai Fondasi Utama
Perlindungan dari sinar matahari merupakan fondasi utama dalam penanganan melasma. Sunscreen bukan sekadar produk tambahan, melainkan bagian integral dari terapi. Tanpa perlindungan optimal, hasil perawatan sering kali tidak bertahan lama.
Pendekatan coba-coba produk tanpa diagnosis yang jelas justru berisiko memperburuk kondisi. Melasma membutuhkan pemahaman menyeluruh mengenai jenis, pencetus, serta batas realistis hasil terapi.
Melasma dan Penerimaan Diri
Melasma adalah sinyal tubuh untuk lebih memahami kondisi kulit dan lebih bijak memilih terapi. Dengan edukasi yang benar, pendampingan medis yang kompeten, serta pendekatan personal, melasma dapat dikelola dengan baik.
Yang terpenting, nilai diri seseorang tidak pernah ditentukan oleh sempurna atau tidaknya warna kulit. Penanganan yang tepat dan sikap penuh penerimaan membantu siapa pun menjalani hidup dengan lebih tenang, bahkan ketika bercak itu masih terlihat di cermin.


