Warisan kuliner Belanda yang berdayakan UMKM

Pendudukan Belanda di Indonesia tidak hanya meninggalkan jejak dalam bidang arsitektur dan bahasa, tetapi juga dalam urusan dapur.

Update: 2025-09-25 14:20 GMT

Sumber foto: Antara/elshinta.com.

Pendudukan Belanda di Indonesia tidak hanya meninggalkan jejak dalam bidang arsitektur dan bahasa, tetapi juga dalam urusan dapur.

Budaya kuliner Belanda melahirkan akulturasi yang begitu kuat dengan kultur lokal, sehingga sulit dipisahkan dari identitas makanan kita sehari-hari.

Hidangan-hidangan yang dulu lahir di meja makan kaum kolonial, lambat laun mengalami penyesuaian: Bumbu dan bahan utama dari lokal yang diolah, teknik memasak dimodifikasi, dan rasa diadaptasi agar diterima lidah orang Indonesia.

Jika ditelusuri ke akar sejarahnya, banyak makanan yang kita anggap “asli Indonesia” ternyata berasal dari tradisi kuliner Belanda, seperti yang terdapat di salah satu restoran di kawasan Menteng Jakarta.

Restoran yang baru saja hadir di kawasan Menteng ini sengaja menghadirkan kembali menu-menu dari masa kolonial Belanda. Pilihan itu bukan tanpa alasan, sebab Menteng sendiri sejak awal abad ke-20 dikenal sebagai kawasan yang lekat dengan nuansa kolonial, baik dari tata kotanya, arsitektur bangunan, maupun gaya hidup para penghuninya.

Bebek Madura

Pasti kebanyakan orang mengira kalau Bebek Madura adalah hidangan asli Indonesia. Padahal makanan yang kerap kita temui di jalanan ini, merupakan perkembangan kuliner yang terjadi pada awal abad ke-20, dengan teknik pengolahan yang terpengaruh dari budaya kolonial Belanda kala itu.

Pada awalnya, bebek hanya dimasak dengan cara sederhana seperti dibakar atau direbus. Namun di era kolonial, menu bebek populer diolah dengan metode pengasapan selama 18 jam. Inilah yang membuat daging bebek lembut saat dinikmati dan menggugah selera meski hanya dipandang. Terlihat dari gradasi warna kulit yang coklat mengilap dan daging yang berwarna kemerahan, tapi tidak menciptakan aroma amis sama sekali.

Seiring perkembangan zaman dan kedatangan berbagai budaya ke Jakarta, salah satunya Madura, maka teknik memasak dan bumbu-bumbu yang ditambahkan pun menjadi beragam.

Terinspirasi dari perkembangan itu, tersaji lah Smoked duck Madura ala Executive Chef Alfan yang memadukan bumbu khas Madura dengan sentuhan teknik memasak ala Belanda.

Beef Biefstuk

Menu lainnya adalah Beef Biefstuck atau dalam sajian lokal dikenal dengan menu bistik daging, yang juga merupakan produk kuliner hasil asimilasi budaya barat dan Indonesia.

Sebenarnya, bistik merupakan serapan dari kata ‘beef steak’ atau daging sapi. Masuknya steak ke Indonesia tak lepas dari peran para penjajah.

Untuk menciptakan rasa yang semakin lokal tapi tetap ‘fancy’ di lidah, Chef Alfan mendatangkan langsung daging sapi dari Jawa Barat, sedangkan untuk membuat sausnya, Chef berusia 37 tahun itu menggunakan Pala yang diambil langsung dari Pasar di kawasan Menteng.

Di saat banyak restoran bergantung pada impor, Chef Alfan dan tim justru memilih menguatkan ekosistem lokal. Menurutnya makanan yang enak terlahir dari kedekatan dengan tanah dan orang-orang yang merawatnya.

“Oke, jadi kebanyakan konsep makanan kita ini sebenarnya terpengaruh dari Kolonial Belanda. Akan tetapi kita elevating lagi in terms of method dan pemilihan bahan-bahannya. Bahan-bahan tetap local ground lah ya. Jadi kita support dari UMKM di sini, dan kita komitmen untuk sustainability yang ada di sekitar area kita,” kata Chef pemilik nama lengkap Alfantra Medantara itu.

Menu lainnya yaitu Pan roasted salmon trout, Menteng Fried rice, hingga Semur Bonero, pun kesemua bahannya didatangkan langsung dari berbagai wilayah di Indonesia.

Salmon yang identik terdapat di perairan Norwegia, kini diolah bersama vendor lokal dari Jawa tengah. Burrata cheese yang menemani salad hidroponik ditanam secara swadaya, lalu diproduksi dengan susu segar dari Lembang, Jawa Barat. Sementara untuk menu kakap merah, Chef dengan pengalaman lebih dari 15 tahun di dapur profesional itu memilih hasil tangkapan langsung dari perairan Jimbaran, Bali.

“Autentisitas kami jaga, tapi teknik memasaknya kami elevasi, fusion-nya hanya pada teknik, sementara bahan-bahannya kami 100% menggunakan vendor lokal. Dengan begitu, kita juga ikut mendukung UMKM,” jelas Chef Alfan.

Pendekatan ini bukan sekadar inovasi kuliner. Lebih jauh, ia menjadi cara untuk menghidupkan kembali UMKM sebagai penopang bahan baku. Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, yang menekankan bahwa sektor makanan dan minuman adalah salah satu bidang UMKM yang tengah naik daun dan berkelanjutan.

Menurutnya, banyak anak muda kini tertarik menjadi pengusaha di sektor ini karena peluangnya besar, baik dalam menjaga keberlanjutan maupun menciptakan lapangan kerja.

“Ingat lho, memulai sesuatu, menjadi pengusaha, itu butuh kekuatan dan keberanian. Karena pasti akan ada pergeseran dari zona nyaman ke zona yang tidak nyaman. Kalau pekerja itu jelas, kerja lalu menerima gaji rutin. Tapi kalau jadi pengusaha, justru kita ditantang untuk menciptakan lapangan kerja,” ujar Maman.

Apalagi, pemerintah juga memberi dukungan lewat insentif perpajakan. UMKM dengan omzet hingga Rp4,8 miliar setahun dikenakan tarif Pph final hanya 0,5%, sedangkan bagi usaha dengan omzet di bawah Rp500 juta, tarif pajaknya bahkan nol persen. Aturan ini memberi ruang bagi pelaku usaha untuk bertumbuh lebih leluasa tanpa terbebani kewajiban pajak yang berat.

Berdasarkan Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), generasi Z (lahir 1997 – 2012) mencapai 75,49 juta jiwa atau 27,94% dari populasi Indonesia yang berkisar 270,2 juta orang.

Semakin banyaknya generasi muda yang terjun menjadi pelaku UMKM bisa memberikan efek berganda terhadap sejumlah hal, yakni meningkatkan kontribusi terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja, hingga memperkuat daya saing UMKM lokal secara nasional dan global.

UMKM telah lama menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Tercatat lebih dari 57 juta unit UMKM berkontribusi sekitar 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Angka tersebut menegaskan betapa besarnya peran UMKM dalam menjaga daya tahan ekonomi bangsa.

Kontribusi besar ini salah satunya dijaga melalui keberpihakan pelaku industri, termasuk di sektor kuliner. Dengan menghadirkan menu berkelas internasional dari produk lokal, upaya ini membuktikan bahwa kuliner bisa menjadi medium untuk mendukung UMKM sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Tags:    

Similar News